1. Sistem Pemerintahan Raffles di Indonesia
Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur jawa (1811- 1816), di bawah Inggris tidak ada jabatan Gubernur jendral di Jawa. Raffles adalah seorang pembaharu dan penentang feodalisme sebagaimana Daendels (Rickleft, 1998: 174). Pembaharuan yang dilakukan Raffles di Indonesia secara teoritis mirip dengan pemikiran Dirk Van Hogendorp pada tahun 1799. Inti dari pemikiran kedua orang tersebut adalah kebebasan berusaha bagi setiap orang, dan pemerintah hanya berhak menarik pajak dari penggarap. Pemerintahan dijalankan untuk mencapai kesejahteraan umum, dan kesadaran baru baik sarekat dagang, terlebih kekuasaan negara tidak mungkin bertahan hidup dengan memeras masyarakatnya (Sujatmoko, 2012). Dibawah ini merupakan kebijakan- kebijakan yang dilakukan Raffles:
1. Contingenten (penyerahan hasil bumi dari daerah jajahan) diganti dengan Landrente Stelsel (sistem pajak bumi), sedangkan penyerahan wajib (verplichte leverantie) dihapuskan,
2. Monopoli, pelayaran Hongi, dan segala pemaksaan di Maluku dihapuskan,
3. Perbudakan dilarang.
Kebijakan Raffles dalam bidang pengetahuan, keadilan, dan kesehatan rakyat:
1. Ditulisnya buku berjudul History of Java di London pada tahun 1817 dan dibagi dua jilid,
2. Raffles aktif mendukung Bataviaach Genotschaap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
3. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi,
4. Dirintisnya Kebun Raya Bogor,
5. Mengadakan suntikan cacar,
6. Pengadilan menggunakan system juri,
Dalam pemerintahannya, Raffles menghendaki adanya sistem sewa tanah atau dikenal juga dengan sistem pajak bumi atau Landrente. Dalam usahanya untuk melaksanakan sistem sewa tanah ini Raffles berpagang pada tiga azas, yaitu:
1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam
2. Pengawasan tertinggi langsung dilakukan oleh pemerintah tanah atas dengan menarik pendapatan atas tanah- tanah dengan pendapatan dan sewanya tanpa perantara Bupati- bupati, yang kerjanya selanjutnya bagi mereka adalah terbatas pada pekerjaan- pekerjaan umum
3. Menyewakan tanah-tanah yang diawasi pemerintah secara langsung dalam persil-persil besar atau kecil, menurut keadaan setempat, berdasarkan kontrak- kontrak untuk waktu yang terbatas
Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Kelas 1 yaitu kelas yang subur, dikenakan pajak dari setengah hasil bruto
2. Kelas II yaitu kelas tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari hasil bruto
3. Kelas III yaitu kelas tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto.
2. Pelaksanaan Sewa Tanah
Sewa tanah diperkenalkan di Jawa semasa pemerintahan peralihan Inggris (1811- 1816) oleh Stamford Raffles, yang banyak menghimpun banyak gagasan dari sistem pendapatan dari tanah India-Inggris. Sewa tanah didasarkan pada pemikiran pokok mengenai hak pengusa sebagai pemilik semua tanah yang ada (Sujatmoko, 2012). Tiga aspek sistem pelaksaan sewa tanah:
1. Penyelenggaraan sistem pemerintahan atas dasar modern
Pergantian dari sistem pemerintahan yang tidak langsung yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh para raja- raja dan kepala desa. Penggantian pemerintahan tersebut berarti bahwa kekuasaan tradisional raja- raja dan kepala tradisional sangat dikurangi dan sumber- sumber tradisional mereka dikurangi ataupun ditiadakan. Kemudian fungsi para pemimpin tradisional tersebut digantikan oleh para pegawai- pegawai Eropa.
2. Pelaksanaan pemungutan sewa
Pelaksanaan pemungutan sewa selama pada masa VOC adalah pajak kolektif, dalam artian pajak tersebut dipungut bukan dasar perhitungan perorangan tapi seluruh desa. Pada masa sewa tanah hal ini digantikan menjadi pajak adalah kewajiban tiap orang- orang bukan desa.
3. Penenaman tanaman dagangan untuk dieksport
Pada masa sewa tanah ini terjadi penurunan dari sisi eksport, misalnya tanaman kopi yang merupakan komoditas eksport pada awal abad ke- 19 pada masa sistem sewa tanah mengalami kegagalan, hal ini kerena kurangnya pengalaman para petani dalam menjual tanaman- tanaman mereka di pasar bebas, karean para petani dibebaskan menjual sendiri tanaman yang mereka tanam.
Dua hal yang ingin dicapai Raffles melalui sistem sewa tanah ini:
1. Memberikan kebebasan berusaha kepada peteni Jawa melalui pajak tanah
2. Mengefektifkan sistem administrasi Eropa yang berarti penduduk pribumi akan mengenal ide-ide Eropa mengenai kejujuran, ekonomi, dan keadilan
Namun pada kenyataannya sistem sewa tanah ini:
1. Rakyat tetap saja harus membayar pajak kepada pemerintah. Rakyat diposisikan sebagai penyewa tanah, karena tanah adalah milik pemerintah. Pada sistem ini feodalisme dikurangi, sehingga para kepala adat yang dulunya mendapatkan hak-hak atau pendapatan, sekarang dikurangi
2. Setiap orang dibebaskan menanam apa saja untuk tanaman ekspor, dan bebas menjualnya kepada siapa saja di pasar yang telah disediakan oleh pemerintah. Tetapi karena kecenderungan rakyat yang telah terbiasa oleh tanam paksa dimana mereka hanya menanam saja, untuk menjual tanaman yang meraka tanam tentu saja mengalami kesulitan, sehingga mereka menyerahkan semua urusan menjual hasil pertanian kepada para kepala- kepala desa untuk menjualnya secara bebas. Tentu saja hal ini berakibat terhadap banyaknya korupsi dan penyelewengan yang dilakukan oleh para kepala desa tersebut.
3. Kegagalan Sistem Sewa Tanah
Beberapa factor kegagalan sistem sewa tanah antara lain:
1. Keuangan Negara yang terbatas, memberikan dampak terhadap minimnya pengembangan pertanian.
2. Pegawai- pegawai yang cakap jumlahnya cukup sedikit, selain karena hanya diduduki oleh kalangan pemerintah Inggris sendiri, pegawai yang kumlahnya sedikit itu kursng berpengalaman dalam mengelola sistem sewa tersebut.
3. Masyarakat Indonesia pada masa itu belum mengenal perdagangan ekspor seperti India yang pernah mengalami sistem sewa tanah dari penjajahan Inggris. Dimana pada abad ke 9 masyarakat Jawa masih mengenal sistem pertanian sederhana, dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sehingga penerapan sistem sewa tanah sulit diberlakukan karena motifasi masyarakat untuk meningkatkan produktifitas pertaniaannya dalam penjualan ke pasar bebas belum disadari betul.
4. Masyarakat Indonesia terutama di desa masih terikat dengan feodalisme dan belum mengenal ekonomi uang, sehingga motivasi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari produktifitas hasil pertanian belum disadari betul.
5. Pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang terlantar tidak digarap, dan dapat menurunkan produktifitas pertanian.
6. Adanya pegawai yang bertindak sewenag-wenag dan korup.
7. Singkatnya masa jabatan Raffles yang hanya bertahan 5 tahun, sehingga ia belum sempat memeperbaiki kelemahan dan penyimpangan dalam sistem sewa tanah.
Daftar Pustaka
Al Ansari M.J. 2010. Masa Presejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta: Mitta Aksara Panaitan
Rickleft, M.C. 1998. Sejarah Indonesia Modern (terjemahan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sujatmoko, Ivan. 2012. Sistem Sewa Tanah Masa Raffles.http://Sistem Sewa Tanah Masa Raffles.htm diunduh pada 16 September 2013
___.2011.Pemerintahan Hindia Belanda di Bawah daendels.http:// Pemerintahan Hindia Belanda di Bawah Daendels (1808- 1811).htm diunduh pada 16 September 2013
Sibuea, Rain. 2011. Daendels dan Raffles di nusantara. http://Rain Sibuea/Daendels Dan Raffles Di Nusantara.htm diunduh pada 23 September 2013
Pusonegoro, Marwati Djoened. 1990. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai Pustaka
Tags:
Masa Kolonial