PRORES ISLAMISASI DAN TEORI MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA

PROSES ISLAMISASI DAN TEORI MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA

Masuknya agama dan budaya Islam ke Indonesia dipengaruhi oleh adanya hubungan perdagangan Asia kuno, yang dilakukan oleh bangsa Cina dan India, yang mendorong pedagang lainnya seperti pedagang dari Arab, Persia, Gujarat untuk ikut serta dalam hubungan perdagangan tersebut. Hal itu menyebabkan kota-kota pelabuhan yang berfungsi sebagai tempat transit ramai dikunjungi orang, sehingga dapat berkembang menjadi pusat-pusat perdagangan dunia. Dari hubungan perdagangan tersebut, mereka dapat saling mengenal budaya yang dibawa oleh masing-masing pedagang yang dapat dilihat dari bahasa, barang dagangan yang dibawa maupun dari corak hidup. Untuk itu banyak pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang menetap dan menikah dengan penduduk setempat, sehingga budaya Islam dan agama Islam dapat dengan mudah disebarkan di berbagai wilayah Indonesia melalui pendekatan budaya.


A Proses masuknya Islam ke Indonesia

Masuknya Islam ke Indonesia pertama kali pada abad pertama hijriah kira-kira pada abad ke-7 M. Islam masuk ke Indonesia melalui dua jalur yaitu: 1. Jalur Utara dengan rute: Arab (Mekkah dan Madinah), Damaskus, Bagdad, Gujarat (Pantai Barat India), Srilanka dan Indonesia. 2. Jalur Selatan dengan rute: Arab (Mekkah dan Madinah), Yaman, Gujarat, Srilanka, Indonesia. Daerah pertama yang menjadi awal masuknya islam di Indonesia adalah di daerah Sumatra bagian utara. Banyak teori yang menjelaskan tentang masuknya Islam di Indonesia, antara lain :


1. Teori Gujarat
Teori ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 yang berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah : 

a. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia–Cambay–Timur Tengah–Eropa.
b. Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.

Pendukung dari teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.

2. Teori Mekkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar dari teori ini adalah:

a. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai sudah menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai sudah menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar raja yang berasal dari Mesir.

Pendukung teori Makkah adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti :

a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b. Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.
d. Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
e. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A.Hussein Jayadiningrat.

Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahan. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke–7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13.Pemegang peranan dalam penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).


B. Periodesasi masuknya Islam ke Indonesia

1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke-7:
a. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagai dasar adalah catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.
b. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.

2. Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:
Satu-satunya sumber ini adalah ditemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasasti huruf Arab Riq’ah yang berangkat tahun 1082 M.

3. Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:
a. Pendapat ini berasal dari catatan perjalanan Marcopolo, yang menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di Aceh, pada tahun 1292 M.
b. K.F.H. van Langen, berdasarkan berita Cina telah menyebut adanya kerajaan Pase (Pasai) di Aceh pada 1298 M.

C. Saluran dalam proses Islamisasi di Indonesia

1. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran. Saluran perdagangan sejalan dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 hingga abad ke-16. Pada saat itu pedagang-pedagang muslim turut serta ambil bagian dalam perdagangan dengan di kawasan Indonesia. Penggunaan perdagangan sebagai saluran islamisasi dimungkinkan karena dalam Islam tidak ada pemisahan antara kegiatan berdagang dan kewajiban dakwah.Proses Islamisasi melalui saluran perdagangan dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan.Mula-mula mereka berdatangan di pusat-pusat perdagangan dan di antaranya kemudian ada yang tinggal, baik untuk sementara waktu maupun menetap.Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan, yang disebut Pekojan. Lingkungan mereka makin luas dan dengan cara demikian lambat laun timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.
2. Dakwah, yang dilakukan oleh mubalig (sufi pengembara) yang berdatangan bersama para pedagang .
3. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, mubalig dengan anak bangsawan Indonesia. Dengan perkawinan itu, secara tidak langsung orang Muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat kharisma kebangsawanan. Apalagi jika pedagang Muslim menikah dengan putri raja, maka keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi, putra mahkota kerajaan dan sebagainya.

Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama putri-putri Bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan lebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung daerah-daerah dan kerajaan-keranaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan Bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, dengan demikian raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Para pedagang yang melakukan kegiatan perdagangan dalam waktu yang lama memungkinkan mereka berinteraksi dengan penduduk setempat. Perkawinan antara putri pribumi dengan ulama atau pedangan Islam, antara lain perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Putri Kawunganten, Brawijaya dengan Putri Campa yang menurunkan Raden Parah (Raja pertama Demak).

4. Pendidikan, setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti Sumatera dan daerah Pesisir utara Jawa. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam. Misalnya, pusat-pusat pendidikan dan dakwah Islam di kerajaan Samudra Pasai berperan sebagai pusat dakwah pertama yang didatangi pelajar-pelajar dan mengirimi mubalig lokal, diantaranya mengirim Maulana Malik Ibrahim ke Jawa.

Lembaga pendidikan Islam di beberapa wilayah berdiri sejak pertama kali Islam datang ke Indonesia. Seperti halnya di Aceh lembaga-lembaga pendidikan Islam itu mengambil bentuk yang beragam sehingga memunculkan beberapa nama, seperti meunasah, dayah dan rangkang. Di Sumatera Barat dikenal lembaga pendidikan Islam surau.Di Kalimantan dikenal lembaga pendidikan Islam langgar.Sementara di Jawa dikenal pondok dan pesantren.Belum lagi kalau dimasukkan ke dalam kriteria lembaga pendidikan Islam pengajian-pengajian al-Qur’an yang berlangsung di rumah-rumah alim ulama. Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut dilakukan pembinaan calon guru-guru agama, kyai-kyai atau ulama-ulama.Setelah menamatkan pendidikan, mereka kembali ke daerah asal masing-masing atau ke desa-desanya, tempat mereka menjadi tokoh keagamaan.

Dalam bidang pendidikan, peran ulama, guru-guru atau para kyai sangat penting. Mereka mendirikan pondok-pondok pesantren sebagai sarana penyebaran agama Islam melalui pendidikan. Contohnya adalah pondok pesantren pada masa perkembangan Islam untuk menyebarkan agama Islam adalah pondok pesantren Ampel Denta di Surabaya didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel). Pondok pesantren Giri Kedaton yang didirikan oleh Sunan Giri di Gresik Jawa Timur.

5. Tasawuf dan tarekat. Merupakan pengajaran agama Islam yang disesuaikan dengan alam dan pikiran setempat. Datangnya para pedagang bersamaan dengan para ulama, da’I, dan sufi pengembara mengakibatkan pengangkatan para ulama atau sufi menjadi penasehat dan pejabat agama di kerajaan. Para ahli tasawuf hidup ditengah-tengah masyarakat, para ahli tasawuf yang mengajarkan agama Islam antara lain Hamzah Tansuri dari Aceh dan Sunan Panggung dari Jawa. Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Tasawuf juga merupakan salah satu saluran penting dalam proses Islamisasi. Para guru terekat memegang peranan penting juga dalamorganisasi masyarakat kota-kota pelabuhan. Mereka adalah guru-guru pengembara yang mengajarkan teosofi yang telah bercampur, yang dikenal luas oleh bangsa Indonesia tetapi yang sudah menjadi keyakinannya.Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.Mereka siap untuk memelihara kelanjutan dengan masa lampau dan menggunakan istilah-istilah dan anasir-anasir budaya pra-Islam dalam hubungan Islam. Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-21 M ini.

Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para sufi melalui dua cara, yaitu:

a. Dengan membentuk kader mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam di daerah asalnya. Dengan demikian, Abd. Rauf mempunyai murid yang kemudian menyebarkan Islam ditempat asalnya, diantaranya Syaikh Burhanuddin Ulakan, kemudian Syaikh Abd. Muhyi Pamijahan di Jawa Barat, dan sebagainya.
b. Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca diberbagai tempat. Pada abad ke-17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi.

6. Kesenian. Saluran yang banyak dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Para penyebar Islam menciptakan seni kaligrafi, seni sastra sastra (hikayat, babad), dan lagu-lagu dolanan untuk menarik minat penduduk agar memeluk agama Islam Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk Islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana. Di antara karya seni yang terkenal dijadikan alat Islamisasi adalah pertunjukan wayang.Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi minta agar para penonton mengikutinya mengucapkan Kalimat Syahadat, yang berarti dengan demikian orang menjadi masuk Islam. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya diganti menjadi nama-nama pahlawan Islam.

Beberapa Pendapat Periode Kedatangan Islam ke Nusantara Berbagai pendapat tentang tahun kedatangan Islam beserta perkembangannya di Indonesia dikemukakan oleh berbagai tokoh dan peneliti.Berikut ini adalah 6 pendapat tentang masuknya Islam ke Indonesia.

Pendapat Pertama Menurut pendapat Hamka, yaitu salah seorang tokoh Muhammadiyah dan juga mantan ketua MUI periode 1977-1981, menyebutkan bahwa Islam yang masuk dan berkembang di Indonesia berasal dari Jazirah Arab atau bahkan dari Makkah pada abad ke-7. Hamka yang bernama asli Haji Abdul Malik bin Abdil Karim menyatakan pendapat tentang kedangan dan perkembangan Islam di Indonesia berdasarkan fakta bahwa mazhab yang berkembang di Indonesia adalah mazhab Syafi'i.

Menurut Hamka, mahzab Syafi'i berkembang sekaligus dianut oleh penduduk di sekitar Makkah. terkait hal ini, yaitu tentang keberadaan orang-orang Arab yang sudah mampu berlayar mencapai Cina pada abad ke-7.Hamka percaya bahwa dalam perjalanan tersebut, para pelayar dari Arab juga sudah mulai singgah di kepulauan Nusantara.

Pendapat Kedua Seorang pegawai Belanda pada masa pemerintahan kolonial Belanda bernama Poortman menyimpulkan bahwa Islam dibawa dan disebarkan di Indonesia oleh orang-orang Cina yang bermahzab Hanafi.
Kesimpulan tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia oleh Poortman tersebut didapatkan dari penelitiannya terhadap naskah Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda.Selain dari penelitian dari kedua naskah tersebut dia juga telah melanjutkan penelitian terhadap naskah-naskah kuno Cina yang tersimpan di klenteng-klenteng Cina di Cirebon dan Semarang.

Adapun hasil penelitian dari Poortman tersebut disimpan dengan keterangan 'Uitsluiten voor Dienstgebruik ten Kantore' yang berarti 'Sangat Rahasia Hanya Boleh Digunakan di Kantor'.Hasil penelitian Poortman itu sendiri saat ini telah disimpan di Gedung Arsip Negara Belanda di Den Haag. Pendapat Ketiga Seorang penasehat di bidang bahasa-bahasa Timur dan hukum Islam untuk pemerintah kolonial Belanda bernama Snouck Hurgronje yang mengambil pendapat dari Pijnapel, yaitu seorang pakar dari Universitas Leiden, Belanda yang sering meneliti artefak-artefak peninggalan Islam di Indonesia, menyimpulkan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Gujarat pada abad ke-12 M. Mereka menempuh jalur perdagangan yang sudah terbentuk antara India dan Nusantara. Pendapat ini juga dibenarkan oleh J.P. Moquette, yaitu seorang peneliti bentuk nisan kuburan raja-raja pasai, kuburan Sultan Malik Ash- Shalih, dan juga Nisan kuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur. Adapun hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Nisan kuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik ternyata memiliki bentuk yang mirip dengan nisan-nisan kuburan yang berada di Cambay, Gurajat.

Pendapat Keempat S.Q. Fatimi adalah salah seorang yang berpendapat tentang sejarah Islam di Indonesia dan sekaligus menyanggah pendapat kedatangan Islam di Indonesia yang dikemukakan oleh Muquette yang memperkuat pendapat Pijnapel dan Hurgronje. Fatimi berpendapat bahwa nisan-nisan kuburan yang ada di Aceh dan Gresik justru lebih mirip dengan bentuk nisan-nisan dan kuburan yang ada di Benggala, sekitar Bangladesh sekarang. Pendapat Kelima G.E. Marrison juga seorang yang pernah mengemukakan pendapat tentang keberadaan masuknya Islam ke Indonesia.Dalam pendapatnya tersebut Marrison juga menyanggah pendapat Moquette, bahkan dia sendiri malah yakin, jika Islam yang datang ke Indonesia berasal dari Pantai Coromandel, India Selatan.

Adapun sebagai alasannya adalah karena pada abad ke-13M, Gujarat masih menjadi bagian dari kerajaan Hindu, sementara di Pantai Coromandel, Islam telah berkembang Morrison juga memperkirakan bahwa pembawa dan penyebar Islam yang pertama masuk ke Indonesia adalah para Sufi dari India.Para Sufi tersebut menyebarkan Islam di Indonesia dengan pendekatan tasawwuf pada akhir abad ke-13 M, dimana waktu itu terhitung belum lama dari peristiwa penyerbuan Baghdad oleh orang-orang Mongol. Adapun pernyerbuan yang dimaksud adalah penyerbuan yang memaksa banyak para Sufi keluar dari zawiyah- zawiyah mereka dan melakukan pengembaraan ke luar wilayah Bani Abbasiyah, seperti ke ujung Persia atau bahkan ke India. 

Pendapat Keenam Pendapat keenam tentang masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh Hoesein Djajaningrat. Djajaningrat juga dikenal sebagai orang Indonesia pertama yang mempertahankan disertasi di Universitas Leiden, Belanda, pada 1913. Disertasinya tersebut berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten (Pandangan Kritis mengenai Sejarah Banten). Menurut Djajaningrat, Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia. Adapun sebagai alasan Djajaningrat mengemukakan pendapat tersebut adalah berdasarkan peringatan 10 Muharram atau hari Asyura sebagai hari kematian Husein bin Ali bin Abi Thalib yang ada di Indonesia berasal dari perayaan kaum Syiah di Persia. Peringatan 10 Muharram itu lebih dikenal sebagai perayaan Hari Karbala. Djajaningrat juga meyakini pendapat tersebut, karena pengaruh bahasa Persia juga masih dapat ditemukan dibeberapa tempat di Indonesia.Selain itu keberadaan Syeikh Siti Jenar dan Hamzah Fansuri dalam sejarah Indonesia menandakan adanya pengaruh ajaran wihdatul wujud Al-Hallaj, seorang Sufi ekstrim yang berasal dari Persia. 

Kesimpulan Terlihat berbagai perbedaan pendapat tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia oleh berbagai tokoh dan juga para peneliti.Perbedaan pendapat tersebut terjadi karena dasar-dasar berpikir yang dipakai dalam membangun pendapat dari sudut pandang dan sumber yang bebeda. Pijnapel, Hurgronje, Marrison, Moquette, Fatimi lebih mempercayai bukti-bukti kongret yang masih bisa diyakini secara pasti, bukan perkiraan. Oleh sebab itu pendapat-pendapat mereka dapat dikatakan lebih logis, meski dapat juga menuntut mereka untuk percaya bahwa Islam pertama kali berkembang di Indonesia pada sekitar abad ke-13, yaitu lebih belakangan ketimbang agama Hindu dan Buddha.Begitu juga dengan pendapat Residen Poortman.Meski pendapatnya tersebut berdasarkan catatan-catatan dari Cina yang tersimpan bertahun-tahun, tetapi masih ada kemungkinan salah tafsir atas pernyataan-pernytaan tertulis yang ada di dalamnya. 

 D. Islam di Indonesia 

1. Sumatra Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah Sumatra bagian Utara seperti Pasai dan Perlak. Para pedagang dari India yakni bangsa Arab, Persi, dan Gujarat yang juga mubalig Islam banyak yang menetap dibandar-bandar sepanjang Sumut. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribumi yang sebelumnya telah di Islamkan, sehingga terbentuklah keluarga-keluarga Muslim. Para mubalig Islam pada waktu itu, tidak hanya bedakwah kepada para penduduk biasa tetapi juga kepada raja-raja kecil hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama yaitu Samudra Pasai Kerajaan Samudra Pasai semakin berkembang baik dibidang politik maupun perdagangan dan pelayaran. Perkembangan masyarakat muslim di Malaka makin lama makin meluas dan akhirnya pada awal abad ke-15 muncul sebagai pusat kerajaan islam. Berdasarkan berita Tome’ Pires (1512-1515) dalam suma Orientalnya dapat kita ketahui bahwa daerah-daerah di bagian pesisir Sumatera utara dan timur selat malaka yaitu dari Aceh sampai Palembang sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan islam. Tetapi kerajaan-kerajaan yang belum islam banyak pula yaitu daerah antara Palembang menuju ke Gamispola dan di daerah-daerah pedalaman. Proses islamisasi ke daerah-daerah pedalaman di Aceh, Sumatera barat, terutama terjadi sejak aceh melakukan expansi politiknya sejak abad 16-17. 

 2. Jawa Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit. Islam mulai masuk kepulau jawa tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun, nisan makam Siti Fatimah Binti Maemun dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa. Pertumbuhan masyarakat Muslim disekitar Majapahit sangat erat kaitannya dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan perdagangan Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di kerajaan Samudra Pasai dan Malaka. Untuk masa-masa selanjutnya perkembangan Islam di tanah jawa dilakukan oleh para ulama dan mubaligh yang kemudian terkenal dengan sebuatan Wali Sanga atau sembilan wali. Pertumbuhan masyarakat muslim disekitar majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhan erat pula hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang muslim yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai dan malaka. Proses islamisasi hingga mencapai bentuk kekuasaan politik seperti munculnya, Demak, di percepat oleh kelemahan-kelemahan yang dialami pusat kerajaan Majapahit sendiri akibat pemberontakan serta perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja.Sejak Jayanagara menggantikan Kertarajasa terjadilah serentetan pemberontakan Ronggolawe di Tuban tahun 1295, kemudian sadeng dan keta yang beru berhasil ditumpas tahun 1331 oleh karena usaha Gaja Mada, memberi peluang oleh kedatangan islam dan perkembangan masyarakat muslim dipelabuhan-pelabuhan yang dikuasai Majapahit. Islam di Cirebon jika didasarkan dengan berita Tome Pires sudah ada sejak 1470-1475 M, kemudian Dipati Unus dari Jepara menguatakan kedudukan pengaruhnya dipesisir utara jawa barat, sebagaimana di beritakan oleh de Barros bahwa Dipati Unus juga menjadi raja di sunda. Untuk kerajaan Demak menempatkan pengaruhnya di pesisir utara Jawa Barat tidak dapat dipisahkan dari tujuannya yang bersifat politis dan ekonomis.Politisnya ialah untuk memutuskan hubungan dengan kerajaan pajajaran yang masih berkuasa di daerah pedalaman, dengan portugis di malaka. Dari sudut ekonomi pelabuhan-pelabuhan sunda seperti Cirebon, kelapa dan banten mempunyai potensi besar dalam mengexport hasil buminya, terutama lada yang juga di daerah Lampung. Kedatangan dan penyebaran islam di pulau Jawa itu mempunyai aspek-aspek ekonomi,politk,dan sosial budaya. Sebagaimana dikatakan bahwa karena situsai kondisi politik di Majapahit yang lemah karena perpecahan dan perang dikalangan keluarga raja-raja dalam perebutan kekuasaan, maka kedatangan dan penyebaranislam makin dipercepat. Bupat-bupati pesisir telah merasakan kebebasan dari pengaruh kekuasaan majapahit maka mereka makin lama makin yakin atas kekuasaan sendiri dalam pengaruh pertumbuhan kepentingan ekonomi daerah-daerahnya.Daerah otonomi di pesisir makin lama makin merdeka justru oleh karena kelemahan pendukung-pendukung kerajaan yang sedang mengalami keruntuhan.Kebebasan ekonomi dan politik memiliki tujuan sendiri dan melalui bupati-bupati pesisir yang memeluk agama islam itulah maka keagamaan menjadi kekuatan baru dalam proses perkembangan masyarakat. Dalam hubungan ini J.C Van Leur berpendapat bahwa karena pertentangan antar keluarga bangsawan dengan kekuasaan pusat Majapahit serta aspirasi-aspirasi bangsawan untuk berkuasa sendiri atas negara maka islamisasi menjadi alat politik kedatangan islam ke indonesia bagian timur yaitu daerah Maluku tidak dapat di pisahkan dari jalan perdagangan yang terbentang antara pusat lalulintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14 islam sudah datang di daerah Maluku. Raja Ternate yang ke-12 Molomateya, (1350-1357) bersahabat karib oleh orang arab yang memberikan petunjuk bagaimana pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam hal kepercayan. 

 3. Sulawesi Pulau Sulawesi sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh para pedagang muslim dari sumatra, Malaka, dan Jawa. Sebagian Sulawesi terdapat kerjaan-kerajaan yang masih memeluk kepercayaan animisme dan dinamisme, kerajaan yang paling besar adalah kerajaan Gowa Talo, Bone, dan Sopang. Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8. 

 4. Kalimantan Kalimantan, yang letaknya lebih dekat dengan pulau Sumatra dan Jawa, ternyata menerima kedatangan Islam lebih belakangan dibanding Sulawesi dan Maluku Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M. Situasi politik di Kalimantan Selatan menjelang masa kedatangan islam dapat kita ketahui dari hikayat Banjar. Kerajaan yang bercorak Indonesia-Hindu di Kalimantan menjelang kedatangan islam berpusat di Negara Dipa,Daha dan Kahuripan di hulu sungan Negara di daerah Amuntai kini. Menjelang kedatangan islam ke daerah itu kerajan yang disebut Negara Daha, diperintah Maharaja Sukarama. Yang mengajarkan agama islam kepada Raden Samudra dan patih-patihnya adalah penghulu Demak. Setelah masuk islam Raden Samudra mendapat gelar baru yaitu, Sultan Suryanullah, yaitu nama yang diberikan orang arab. Menurut A.A. Cense, islamisasi di daerah Banjarmasin itu terjadi sekitar kira-kira tahun 1550. Di kalimantan timur situasi politik ketika kedatangan islam agak perbeda dengan di Kalimantan Selatan, kerena dalam hikayat Kutai tidaklah terhadap gambaran perpecahan lingkunagan keluarga raja karena perebutan kekuasaan. Sebelum kedatangan islam kerajaan Kutai bercorak Indonesia-Hindu, sedang di daerah pedalaman rakyat banyak menganut Animisme dan Dinamisme. Pada masa pemerintahan Raja Mahkota datanglah dua orang muslim yang bernama Tuan di Bnadang dan Tuan Tunggang Parangan. Kedua mubaligh itu datang kekutai setelah orang-orang makasar masuk islam. Tetapi beberapa waktu kemudian keluar lagi dari islam. kerena itu Tuan di Bnadang kembali ke Makasar, sedangkan Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai. Rja Mahkota masuk islam setelah ia merasa kalah dalam kesaktiannya. Proses islamisasi di Kutai dan daerah sekitarnya di perkirakan terjadi sekitar tahun 1575. Perluasan lebih jauh ke daerah-daerah pedalaman terutama pada waktu putranya Aji di Langgar dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.

 5. Maluku dan sekitarnya Antara tahun 1400 – 1500 M Islam telah masuk dan berkembang di Maluku. Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di Jawa Timur untuk mempelajari Islam. Raja-raja Maluku yang masuk Islam diantaranya, Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum. Raja Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin, Raja Jailolo, yang berganti nama dengan sultan Hasanudin Situasi politik ketika kedatangan islam di kepulauan maluku tidak seperti di jawa. Di Maluku, orang-orang muslim tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami perpecahan karena perebutan kekuasan negara. Mereka datang dan mengembangkan islam dengan melalui perdagangan, dakwah, dan melalui perkawinan. Waktu kedatangn Tome Pires dan Galvao ke daerah itu masih banyak masyarakat yang belum islam. Mereka percaya akan pengaruh nenek moyang. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok masyarakat yang dipimpin oleh ketua-ketua kampung.Tetapi kata Antonio Galvao, sering terjadi perkelahian antar suku itu. Pada waktu Galvao ada di Maluku, ia menghadapi pula persaingan antara raja-raja muslim sendiri yaitu, Ternate dan Tidore. Perluasan kerajaan islam di Maluku dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Khairun. Dalam proses islamisasi itu Maluku menghadapi pula persaingan politik dan monopoli perdagangan diantara orang-orang portugis, spanyol,belanda dan inggris. Persaingan diantara pedagang-pedagang asing itu juga menyebabkan persaingan antara kerajaan-kerajaan islam sendiri sehingga pada akhirnya daerah Maluku jatuh ke bawah keuasaan politik dan ekonomi Belanda.

 DAFTAR PUSTAKA 

R. Soekmono.2005. Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta: Kanisius  
Ricklefs.1998.Sejarah Indonesia Baru. Gajah Mada University Press: Yogyakarta
Sunanto Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Raja Garafindo


Post a Comment

Previous Post Next Post