Detik-Detik Yang Menentukan :Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (Bacharuddin Jusuf Habibie

Tulisan Bj. Habibie dalam Reformasi.

Menjelang Pengunduran Diri Pak Harto

Dalam mekanisme politik saat itu, peran Koordinator Harian Keluarga Besar Golkar amat menentukan. Tugas Koordinator Harian bertujuan untuk menyukseskan pelaksanaan rencana Sidang MPR pada awal Maret 1998, Musyawarah Nasional (Munas) Golkar pada bulan September 1998 yang didahului oleh Musyawarah Daerah (Musda) Golkar di tiap provinsi dan dimulai bulan April 1998 sampai September 1998. Biasanya Koordinator Harian bekerja sama dengan seorang atau beberapa orang Koordinator Harian Pengganti. Keputusan untuk mengangkat saya sebagai Koordinator Harian Keluarga Besar Golkar tahun 1998 tanpa pengganti, saya terima pada tanggal 31 Desember 1997 malam hari.
Keadaan yang tidak menentu dan kritis sebagai akibat krisis ekonomi moneter di Thailand, di Indonesia sudah mulai terasa sejak bulan Agustus 1997. Dalam keadaan yang tidak menentu dan kritis itu, timbul pertanyaan pada diri saya,mengapa justru saya yang mendapat kehormatan dan kepercayaan untuk menjadi Koordinator Harian tanpa Pengganti? Saya tidak pernah berhasil mendapat jawaban atas pertanyaan ini, begitu pula alasan dan maksud tujuannya

100 Hari Pertama Menghadapi Masalah Multikompleks dan Multidimensi

Warisan prasarana presiden, wakil presiden dan pemerintah selama 53 tahun, yang telah berkembang menjadi pusat-pusat kekuasaan yang feodal dan otoriter, dalam waktu sesingkat-singkatnya harus diubah, agar bangsa secara demokratis dan transparan dapat dipimpin. Kenyataan bahwa sebagai Presiden merangkap Wakil Presiden dan Koordinator Harian Keluarga Besar Golkar, yang memiliki mayoritas suara di DPR dan MPR, adalah tidak sehat dan jelas tidak menguntungkan objektivitas pimpinan nasional dan kualitas reformasi.

Karena itu, saya memutuskan untuk segera memulai proses reformasi Golkar menjadi suatu partai politik dan sekaligus membubarkan Keluarga Besar Golkar. Dengan demikian, Presiden dapat bertindak lebih objektif, bermoral, dan tidak mementingkan kepentingan pribadi, keluarga, golongan, partai, kawan, dan sebagainya, kecualikepentingan rakyat.


Antara 100 Hari Pertama dan Terakhir, Sebelum Pemilihan Presiden ke-4 RI

Sebelum memulai menjelaskan kebijakan yang harus saya ambil dalam menyelesaikan beberapa permasalahan yang sedang dihadapi, maka perlu saya mengutarakan dasar pemikiran dan sistem proses penyelesaian permasalahan tersebut sebagai berikut: 

  1. Dalam kehidupan, tidak ada masalah yang dapat diselesaikan secara sempurna;
  2. Semua penyelesaian masalah tersebut harus diselesaikan melalui pendekatan atau aproksimasi ( approximation ). Dimulai dengan “pendekatan nol” (A ) yang 0 mengandung pemikiran dan sistem dasar penyelesaian permasalahan tersebut, dilanjutkan dengan pendekatan kesatu (A ), kedua (A ), ketiga (A ), dan seterusnya 1 , 2, 3 sampai pendekatan ke-“m” (A ); m
  3. Tergantung pada pendidikan, keterampilan, budaya, pengalaman, dan keunggulan seseorang, maka pada A , 0 masalah yang dihadapi sudah dapat diselesaikan 50 persen atau 60 persen, bahkan mungkin 80 persen, tetapi jelas tidak mungkin 100 persen atau secara “sempurna”. Jelas baru pada pendekatan mungkin A 20 atau A 30 Atau A di mana m = 55 atau pendekatan ke 55 (A ), masalah m 55 tersebut dapat diselesaikan 98 persen mendekati penyelesaian yang sempurna. Dengan perkataan lain, penyelesaian masalah apa saja membutuhkan waktu dan biaya;

Kemudian, pertanyaan yang tetap tak terjawabkan sampai saat ini adalah, “Mengapa Pak Harto tidak bersedia bertemu atau berkomunikasi dengan saya sampai saat ini?” Manghadapi kenyataan sikap Pak Harto yang seolah “misterius” tersebut, saya yakin bahwa Pak Harto mempunyai alasan tersendiri, dan mungkin beranggapan bahwa sebaiknya biarlah saya tidak mengetahuinya. Dan saya ikhlas kalau memang begitu kehendak Pak Harto. Karena saya percaya sepenuhnya bahwa Allah SWT jualah dzat yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu tentang hamba-Nya. Dan sejarah jualah nanti yang akan mangungkap “teka-teki” kemisteriusan ini.

Seratus Hari Sebelum Pemilihan Presiden ke-4 RI

Sementara itu, waktu sudah berlalu dan jam sudah mendekati waktu shalat Subuh. ADC Presiden datang membawa surat nota mengenai keprihatinan dan kerisauan umat Islam yang sedang berkumpul di Masjid Istiqlal. Kemudian saya mengambil kesimpulan tentang urutan Calon Presiden yang saya usulkan, yaitu calon pertama adalah Amien Rais (Ketua MPR), calon kedua Akbar Tandjung (Ketua DPR), calon ketiga Wiranto (Pangab), calon keempat Hamzah Haz (Ketua PPP) dan calon kelima dan terakhir adalah Abdurrahman Wahid. Saya meminta agar mereka yang hadir merenungkan kembali saran tersebut, dan agar semuanya melakukan konsultasi dan dikoordinasi.

Sementara itu, saya mendapat laporan bahwa Akbar Tandjung tidak mendapat persetujuan DPP Golkar untuk maju sebagai calon presiden. Di lain pihak Abdurrahman Wahid bersedia dicalonkan sebagai Presiden. Oleh karena itu, seperti saya pesankan, Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri dari pencalonan sebagai Presiden, sehingga Megawati Soekarnoputri berhadapan dengan Abdurrahman Wahid dalam pemilihan Presiden ke-4 Republik Indonesia di Gedung SU MPR 1999 berlangsung. Telepon di Kuningan dan handy saya terus berbunyi. Telepon itu datang dari lapangan, karena semua sedang mempersiapkan proses pemilihan Presiden, meminta pengarahan saya. Mereka semua bertanya, “ Apakah benar Bapak tidak bersedia dicalonkan lagi? Apakah benar Gus Dur mengganti Bapak menghadapi ibu Mega?” Saya jawab, “Semua benar dan agar suara untuk saya dialihkan kepada Gus Dur. Harap dijaga ketenteraman dan agar demokrasi tetap berjalan.” Itulah pesan saya.

Setelah Pemilihan Presiden dimenangkan oleh Abdurrahman Wahid, terlihat kekecewaan besar di kubu PDI-P. Keresahan dan tegangan terjadi. Massa Banteng Merah (PDI-P) sudah berhadapan dengan massa Barisan Banser (NU), Pemuda Ka’bah (PPP), Pemuda Pancasila (Golkar), Kelompok Islam dalam naungan Dewan Dakwah serta KISDI, juga barisan-barisan masyarakat, seperti Perkumpulan Masyarakat Banten. 


Setelah kemenangan Abdurrahman Wahid, Presiden terpilih Gus Dur langsung berkunjung ke kediaman saya di Kuningan, yang saya menerima di ruang Pendopo. Setelah mengambil tempat masing-masing pembicaraan empat mata terjadi. Antara lain saya mengucapkan selamat atas terpilihnya Gus Dur menjadi Presiden secara demokratis. Dan saya mendoakan semoga Allah SWT selalu melindungi dalam melaksanakan tugas sebagai Presiden RI keempat. Presiden Abdurrahman Wahid menyampaikan bahwaia bermaksud datang bersama ibu Mega, namun pelaksanaan teknis tidak memungkinkan, karena telah terjadi kerusuhan di bunderan Hotel Indonesia. Karenanya dia sampaikan bahwa setelah bersilaturahim dengan saya,Abdurrahman Wahid akan segera menuju ke bunderan HI.


Daftar Pustaka
HabibieBacharuddin Jusuf.2006.Detik-Detik Yang Menentukan :Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi .Jakarta: THC Mandiri.

direport oleh Ali Sodikin

Post a Comment

Previous Post Next Post