DEMOKRASI TERPIMPIN


 A.    Masa Awal Demokrasi Terpimpin: Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Demokrasi Terpimpin di gambarkan sebagai sebuah demokrasi  murni yang berdasarkan pada ideologi yang berfungsi memimpin dan menentukan tujuan dan cara mencapainya. Demokrasi terpimpin di arahkan oleh Ideologi Negara Pancasila, terutama pada sila keempat yang di sepakai secara mufakat untuk semua golongan yang revolusioner. Dalam praktiknya kemudian, istilah terpimpin tidak lagi mengacu pada ideologi tetapi wujud pimpinan yang berupa pribadi pemimpin. Dalam hal ini adalah Sukarno selaku Presiden RI, pemimpin besar Revolusi dan Penyambung Lidah Rakyat.
Keadaan Konstutuante yang demikian menghawatirkan kesatuan dan persatuan bangsa maka pada tanggal 22 April 1959 presiden memberikan amanat kepada Konstituente yang memuat anjuran Kepala Negara Pemerintah untuk kembali kepada Undang- Undang Dasar 1945. Anjuran ini mulai disidangkan pada tanggal 29 April 1959. Acara penetapan UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia, konstituante menyidangkan dengan pungutan suara sejak 30 Mei 1959 sampai dengan 2 Juni 1959. Adapun perinciannya sebagai berikut: Sidang 30 Mei, hadir 478, setuju 269, tidak setuju 199, jadi kurang dari 2/3. Sidang 1 Juni, hadir 469, setuju 264, tidak setuju 204, tidak memenuhi 2/3. Sidang 2 Juni, hadiri 468, setuju 263, tidak setuju 203, juga tidak mencapai 2/3. Demikianlah gambaran Konstituante terhadap anjuran presidn  22 April 1959. Kemudian ketua Konstituante menetapkan  reses bagi konstituante Djuanda mempersiapkan laporan kepada Presiden tentang sikap konstituante. Maka setibanya dari luar negeri ( Jepag ), presiden mengeluarkan Dekrit Presiden Panglma Tertinggi Angkatan Perang tentang kembali pada UUD 1945, pada tanggal 1959.
Setelah dekrit 5 Juli 1959, tanggal 6 Juli 1959 Kabinet Djuanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden, sebagaimana telah diputuskan dalam sidangnya 5 Juli 1959, memutaskan mengembaikan mandatnya kepada Presiden berhubung berlaku lagi UUD 1945. Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959, diganti dengan Kabinet Kerja. Dalam kabinet tersebut Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda bertindak sebagai menteri pertama. Atas kesimpulannya tersebut, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka, mengumumkan Dekrit Presiden mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka sebuah sistem demokrasi yakni Demokrasi terpimpin.
Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno, yaitu :
1.  Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menye-babkan  ketidakstabilan di bidang keamanan.
2.   Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3.   Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.

Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan sambutan
dari masyarakat Republik Indonesia yang pada waktu itu sangat menantikan kehidupan negara
yang stabil. Namun kekuatan dekrit tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari
sebagian besar rakyat Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur
penting negara lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.

B. Ciri Yang Menggambarkan Periode Demokrasi Terpimpin:
Pertama, Kekuasaan Soekarno makin besara, tidak hanya dalam bidang eksekutif , tetapi juga dalam bidang Legislatif, dan Yudikatif. Beberapa indikasi ke arah ini dapat di sebut, antara lain: (1) pada 20 Maret 1960 Presiden Soekarno membubarkan Parlemen (DPRS) dan menggantinya dengan DPRGR, yang anggotanya dipilih dan di tunjuk oleh Presiden Soekarno sendiri. Alasanya karena parlemen berani menolak RAPBN yang di ajukan oleh pemerintah; (2) lewat penetapan Presiden NO. 1/1960, mnifesto Politik dai Presiden Soekarno dtetapkan menjadii haluan negara GBHN., yang kemudian di tambah dengan USDEK (UUD 1945), Sosialisme Indonesia, Demokrasi terpimpin , ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Menurut Soekarno, Partai Murba,PNI, PKI, dan NU berdiri pada landasan yang sama, yakni nasionlisme.
Kedua, kaum komunis menjaadi kuat karena kepeimpinan PKI pada waktu itu Aidit berhasul merangktl  presiden Soekarnoagra bersimapati mendukung PKI.  yang menyebabkan perkebanganya sangat besar. Dan pergeseran perimbangan kekuatan tiga kaki yaitu Presiden Soekano sendiri, TNI AD, dan PKI. PKI dapat bertahan dalam panggung politik nasional, hal itu bekat perlindungan presiden Soekarno.
Ketiga, Unsur militer mulai masuk dalam pemerintahan. Hal ini di tandai dengan semakin banyaknya tokoh-tokoh atau perwira-perwiraa militer yaang diangkat untuk duduk dalam DPRGR. Kabiner, d jabatan-jabatan penting dalam BUMN dan departemen pemerintah. Engan demikian pengaruh tentara, khusunya AD, dalam panggung politik nasional cukup besar, sepertia ada perimbangan kekuatan dengan PKI.
Keempat, kekuatan islam, khusunya kalangan islam modernis, semakin  di pinggirkan. Pembubaran Masyumi melalui surat keputusan Presiden Sukarno No. 200/th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 adalah atas bujuk rayu PKI ( yang berhasil mempengaruhi Soekarno dengan alasan Masyumi menolak konsepsi presiden (Nasakom) dan beberapa tokohnya di tuduh terlibat pada pemberontakan PRRI dan Permesta. Jadi kekuatan Islam yang tersisa pada periode Demokrasi terpimpin hanya tinggal kalangan tradisionalis yang di wakili NU.
Kelima, merosotnya perekonomian negara. Kondisi ini barangkaili di sebabkan oleh kebijakan ekonomi Soekarno yang cenderung untuk mendukung pengawasan politik guna mempertahankan stabilitas. Politik “ Mercusuar” Presiden Soekarno, Masjid itiqlal, Stadion Senayan, jembatan Semanggi, telah menyedot dana yang besar yang mengakibatkan kemerosotn ekonomi. Di samping itu, kebiajan politik revolusioner Presiden Soekarno semakin menambah berap beban perekonomian negara.
Selain itu terjadi penyelewengan di bidang perundang-undangan di mana berbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui penetapan presiden yang memakai dekrit 5 juli sebagai sumber hukum.Tambahan pula didirikan badan-badan ekstra konstitusional seperti front nasional yang ternyata  dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan sesuai dengan taktik komunisme internasional. G 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk di mulainya masa demokrasi pancasila.

D. Struktur Konstitusi dan Ideologi Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpin Salah satunya adalah untuk  menggantikan pertentangan antara partai-partai di parlemen, suatu sistem yang di pegang Presiden Soekarno. Ia memberlakukan kembali konstitusi presidensial tahun 1945 pada tahun 1959 dengan dukungan kuat dari angkatan darat. Namun dia juga mendorong kegiatan-kegiatan dari kelompok-kelompok sipil sebagai penyeimbang yaitu dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan juga walau tidak begitu signifikan peranan dari golongan agama, yaitu khususnya yang diwakili oleh NU yang tergabung dalam poros nasakom soekarno semasa pemberlakuan demokrasi terpimpin.
Soekarno berusaha mengumpulkan seluruh kekuatan politik yang saling bersaing dari Demokrasi Terpimpin dengan jalan turut membantu mengembangkan kesadaran akan tujuan-tujuan nasional. Ia menciptakan suatu ideologi nasional yang mengharapkan seluruh warga negara memberi dukungan kesetiaan kepadanya. Pancasila ditekankan olehnya dan dilengkapi dengan serangkaian doktrin seperti Manipol-Usdek dan Nasakom. Sebagai lambang dari bangsa, Soekarno bermaksud menciptakan suatu kesadaran akan tujuan nasional yang akan mengatasi persaingan politik yang mengancam kelangsungan hidup sistem Demokrasi Terpimpin.
Dengan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945 pada bulan Juli 1959, Presiden Soekarno adalah pemegang inisiatif politik, terutama dengan tindakan dan janji-janjinya yang langsung ditujukan kepada pembentukan kembali struktur konstitusional. Akan tetapi, tekananannya kemudian mulai bergeser kepada tindakan simbolis dan ritual, serta khususnya kepada perumusan ideologi seraya melemparkan gagasan-gagasannya berulang kali.
Demokrasi terpimpin dan gagasan presiden yang sehubungan dengan itu sudah menguasai komunikasi massa sejak pertengahan tahun 1958. Sejak itu tidak mungkin bagi surat kabar atau majalah berani terang-terangan mengecam Demokrasi Terpimpin, lambang dan semboyan-semboyan baru. Pada paruh kedua 1959, Presiden Soekarno semakin mementingkan lambang-lambang. Dalam hubungan ini yang terpenting ialah pidato kenegaraan presiden pada ulang tahun kemerdekaan RI tahun 1959 dan selanjutnya hasil kerja Dewan Pertimbangan Agung dalam penyusunan secara sistematis dalil-dalil yang terkandung dalam pidato tersebut. Pidato kenegaraan yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, sebagian besar memuat alasan-alasan yang membenarkan mengapa harus kembali ke Undang-Undang Dasar 1945.
Sesungguhnya hanya sedikit tema-tema baru dalam pidato presiden, tetapi pidato itu penting karena berkaitan dengan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar revolusioner tersebut. Tiga bulan setelah pidato kenegaraannya itu, Presiden Soekarno menyatakan naskah pidato itu menjadi “manifesto politik Republik Indonesia”. Bersamaan dengan itu presiden mengesahkan rincian sistematikanya yang disusun oleh Dewan Pertimbangan Agung. Dalam pidato-pidatonya di awal tahun 1959, presiden selalu mengungkapkan bahwa revolusi Indonesia memiliki lima gagasan penting. Pertama, Undang-Undang Dasar 1945; kedua, sosialisme ala Indonesia; Ketiga, Demokrasi Terpimpin; keempat, Ekonomi Terpimpin; dan yang terakhir kelima, kepribadian Indonesia. Dengan mengambil huruf pertama masing-masing gagasan itu maka muncullah singkatan USDEK. “Manifesto politik Republik Indonesia” disingkat “Manipol”, dan ajaran baru itu dikenal dengan nama “Manipol-USDEK”.
Manipol-USDEK benar-benar memiliki daya pikat bagi banyak masyarakat politik. Masyarakat politik ini, yang didominasi pegawai negeri, sudah lama mendukung apa yang selalu ditekankan presiden mengenai kegotong-royongan, menempatkan kepentingan nasional diatas kepentringan golongan dan kemungkinan mencapai mufakat melalui musyawarah yang dilakukan dengan penuh kesabaran. Ada dua sebab mengenai hal ini pertama, keselarasan dan kesetiakawanan merupakan nilai yang dijunjung masyarakat-masyarakat Indonesia. Dan kedua, bangsa Indonesia benar-benar menyadari betapa berat kehidupan yang mereka rasakan akibat keterpecahbelahan mereka dalam tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, banyak yang tertarik kepada gagasan bahwa apa yang diperlukan Indonesia dewasa ini adalah orang-orang yang berpikiran benar, berjiwa benar dan patriot sejati. Bagi anggota beberapa komunitas Indonesia, terutama bagi orang-orang Jawa, mereka menemukan makna yang sesungguhnya dalam berbagai skema rumit yang disampaikan presiden itu ketika mengupas cara pandang secara panjang lebar Manipol-USDEK, yang menjelaskan arti dan tugas-tugas khusus tahapan sejarah sekarang ini.

Barangkali daya tarik terpenting Manipo-USDEK terletak pada kenyataan bahwa ideologi ini menyajikan sebuah arah baru. Mereka tidak begitu banyak tertarik pada makna dasar dari arah tersebut. Yang pokok ialah bahwa presiden menawarkan sesuatu pada saat terjadi ketidakjelasan arah yang dituju. Nilai-nilai dan pola-pola kognitif berubah terus dan saling berbenturan, sehingga timbul keinginan yang kuat untuk mencari perumusan yang dogmatis dan skematis mengenai apa yang baik dalam politik. Satu tanggapan umum terhadap Manipol-USDEK ialah bahwa Manipol-USDEK bukanlah merupakan ideologi yang sangat baik atau lengkap tetapi pada akhir tahun 1950an dibutuhkan sebuah ideologi dalam kerangka pembangunan Indonesia.
Sebenarnya hanya di sebagian masyarakat politik saja Manipol-USDEK diterima sepenuh hati, sedangkan di sebagian yang lain menaruh kecurigaan dan kekhawatiran. Manipol-USDEK itu sendiri tidaklah begitu jelas. Selain itu, bukan pula suatu upaya unutk menyelaraskan semua pola penting dari orientasi politik yang ada di Indonesia. Ideologi negara apapun belum mampu menjembatani perbedaan perbedaan besar orientasi politik kutub aristokratis Jawa dan kutub kewiraswastaan Islam. Pada pelaksanaannya, Manipol-USDEK tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut. Jadi, banyak kalangan Islam yang kuat keyakinannya, khususnya dari suku bukan Jawa, melihat rumusan baru itu sebagai pemikiran yang asing. Karena itulah maka pelaksanaan manipol Usdek dapat disimpulkan dilakukan dengan paksaan.

D. Politik Masa Demokrasi Terpimpin
Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Selanjutnya membubarkan Demokrasi liberal yang dinilai tidak dapat membangun. Selanjutnya Soekarno Menganggap Partai politik sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan, hal inilah yang mneyebabkan adanya perpecahan dan berakibat pada pembubaran beberapa partai .

Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula.
Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat ditunggangi. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun 1965.
Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959.
Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:
1.      Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.
2.      Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya.
3.      Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah.
4.    Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia.
5.     Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.
6.     Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan.
Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).
E. Ketatanegaraan Periode DemoKrasi terpimpin
Pada tanggal  9 Juli diumumkan dibentuknya Kabinet Kerja I( 10 Juli 1959- 18 Februari 1960) Kabinet ini adalah bersifat presidenntil cabinet, sebab diebntuk dan bekerja berdasarkan UUD 1945. Oleh karena itu Presiden atau Panglima tertinggi ABRI menjabat menjadi perdana Menteri. Ir. H. Djuanda sebagai Mendari Pertama dan Dr. J. Leimena sebagai wakil menteri Pertama. Struktur cabinet ini memang banyak mengalami perubahan, ialah adanya Menteri- menteri Muda dan Pejabat- pejabat berkedudukan Menteri.
Susunan Kebinet Kerja II ( 18 Pebruari 1960- 6 Maret 1962), terjadi perubahan di sampinh Menteri Pertama ditambah Wakil Menteri Pertama di samping menteri pertama ditambahi Wakil Menteri pertama adalah 2 orang, ialah Dr. J. Leimena dan Dr. Soebandria, sedang Menteri Pertama tetap Ir, Djuanda. Diintroduksi adanya Menteri- Menteri Anggota Kabiner Inti dan Menteri- menteri  Bukan anggota Kabinet Inti.
Kabinet Kerja III ( 6 Maret 1962-  13 Nove,ber 1963 ) menteri- menteri Inti dan Menteri- menteri Ex Officio maupun Menteri- menteri Muda dihilangkan, semuanya disebut Menteri. Kabinet Kerja III ini dibagi dalam 8 bidang, ialah Bidang Luar negeri, Bidang  Pertahanan / Keamanan,  Bidang Produksi, Bidang Dsitribusi, Bidang Keuangan, Bidang Keseahteraan rakyat dan Bidang Khusus. Perubahan baru dalam struktur Kabiner yang benar- benar memiliki kebutuhan istimewa dalam sejarah ketatanegaraan adalah diberikannya kedudukan ( status ) sebagai Menteri kepada Pemimpin Lembaga- lembaga Negera.
Secara Yuridis- konstitusional Kabinet telah terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan UUD 1945 sejak Dekrit 5 Juli 1959. Sebab, Menteri menurut UUD 1945 adalah pembantu Presiden ( pasal 17 ayat 1 ), maka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden ( pasal 17 ayat 1 ), maka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden ( pasal 17 ayat 2 ). Dengan diberikannya kedudukan ( status ) setingat Menteri/ Wakli Menteri Pertama pada Pempinan- pimpinan lembaga secara berarti Ketua / MPRS, ketua DPH-GR ataupun DPA dibawah Presiden atau dengan kata lain sebagai pembantu presiden.
Penyimpangan terhadap UUD 1945 ( khususnya dalam system pemerintahan bermula pada Kabinet Kerja III dan kemudian berlanjut dalam Kabinet- cabinet berikutnya. Kabinet Kerja IV ( 13 November 1963 – 27 Agustus 1964 ) menunkukkan dengan jelas terhadap hal tersebut. Siswa pembidangan dalam Kabinet Kerja  III Pimpinan Lembaga- lembaga Negara ( MPRS, DPR- GR, DPA) diberi kedudukan ( status ) setingkat Menteri Lembaga- lembaga Negara, Tertinggi diberi kedudukan ( status ) Menteri’’, ialah Ketua, dan Wakol Ketua MPRS, DPR-GR dan DPA. Maka dilihat dari statusnya, Ketua d dan Wakil Ketua MPRS, DPR- GR dan DPA adalah sama, ialah sebagai Menteri. Hal ini merupakan penyimpangan terhadap UUD 1945, SEBAB DALAM uud 1945 DISEBUTKAN ‘’ Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Pwemusyawaratan Rakyat  dengan suara. Yang terbanyak ( pasal 6 ayat 2 ), sedang MPRS ( Ketua dan wakil Ketua ) diberi keduduka sebagai Menteri. Menteri adalah Pembantu Presiden( Pasal 17 Ayat 1 ). Padahal Presiden tidak neben, tetapi untergeordnet kepada Majelis ( Penjelasan UUD RI ) Sistem pemerintahan Negara nomer 3) berdasarkan ketetapan MPRS no. III/ MPRS/ 1963, Presiden adalah Pimpinan Besar Revolusi menjadi Presiden seumur hidup ( Ketetapan MPRS No. XVII /MPRS/1966, walaupun pengangkatan ini sama sekali bukan kehendak Presiden, merupakan tanggung jawab MPRS) hal ini bertentangan dengan UUD 1945 ( pasal 7 ). Penyimpangan yang lain adalah ditetapkannya manivesto Politik republic Indonesia ( Pidato Presiden Soekarno ) sebagai  garis garis besar haluan Negara. Hal ini bertetangan dengan UUD 1945 ( Pasal 3)
Keadaan semacam itu juga dikemukakan kembali dalam struktur cabinet Dwikora, cabinet ke lima sesudah dekrit presiden. Kebinet ini bekerja dari tanggal 27 Agustus 1964- 21 Februaru 1966. Beberapa tambahan baru:

1. Menteri/ Ketua pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan sebagai Menteri Koordinator.
2. Menteri/ keta Mahkama agung
3. Pejebat Berkedudukan sebagai wakil perdana Menteri ialah Ketua MPRS
4. Pejabat berkedudukan sebagai Menteri Koordinator ialah Ketua DPR-GR, wakil Ketua I DPA dan wakil MPRS
5. Pejabat Berkedudukan sebaga Menteri adalah SEkretaris Negara, Sekretaruis Presidium Kabinet, Wakil Ketua DPA, Wakil- Wakil Ketua DPR-GR dan lain lain
Secara yuridis konstitusional ketatanegaraan pada periode ini telah terjadi penyimpanagn semakin parah, kekuasaan pemerintahan akhirnya berpusat ditangan pimpinan nasional yaitu presiden dan bersifat sentralistik.
F. Periode Akhir Masa Demokarsi Terpimpin
Peristiwa tanggal 30 september 1965 ( malam ) dengan pembunuhan terhadap Jenderal- Jenderal, Panglima Angkatan Darat Letnan Jendral Ahmad Yani dan beberada Jenderal daputnya( Perlawanan revolusi) semakin menambah kerukunan ( suasana Politik nasional. Peristiwa / tragedy nasional ini melahirkan gerakan rakyat dengan demontrasi dari berbagai elemen masyarakat.
Demontrasi- demontrasi melanda tanah air, yang dilakukan oleh angkatan 66 KAMI ( Kesaksian Aksi Mahasiswa Indonesia ) maupun KAPPI ( Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia ), dengan tuntutan yang terkenal yang terkenal dengan sebutan TRITURA ( Trituntutan Rakyat): menteri- menteri PKI atau yang berindikasi PKI dipecat dari Kabinet (2) PKI dan Ormas ormasnya dibubarkan , dan Harga- harga harus diturukan
Tuntutan diatas dijawab oleh presiden dengan menyempurkan Kabinet Dwikora, lahirnya Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan ( 21 Pebruari 1966- 27 Maret 1966 ), Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet 100 Menteri dan dilantik oleh oleh Presiden 24 Februari 1966. Anggota Kabinet yang berindikasi PKI disingkirkan, walaupun belum memuaskan rakyat. Struktur cabinet 100 Menteri ini, tidak berbeda banyak dengan cabinet- Kabinet sebelumnya ( Kabinet Kerja III- Kabinet Dwikora). Akhirnya jawaban Presiden ini belum memuaskan rakyat dan mencapai puncaknya 11 Maret 1966.


Berdasarkan situasi yang kenegaraan yang demikian, maka May. Jend. Basuki Rachmat, Brig. Jend. Yusuf dan Brigjend. Amir Mahmud menghadap Pangad Letdjend. Soeharto, dirumah( sedang sakit ) kemuian ketiga pati tesebut diperintahkan menghadap Presiden di Bogor. Sekembalinya diJakarta membawa surat Perintah Presiden kepada Pangad. Let. Jend. Soeharto yang keudian dikenal dengan sebutan supersemar   (surat Perintah Presiden Sebelas Maret 1966 ) . 


DAFTAR PUSTAKA


Atmaja, Hamdan Tri. 2009. Sejarah Kontemporer Indonesia. Semarang
Joeniarto. 2011. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara
Poesponegoro. 2010. Sejarah Nasionals Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Ricklefs. 2010. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi
Soegito, A.T. 2011. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia. Semarang: UPT UNNES Press

Junaidi, Imam. SEKELUMIT KISAH PERJALANAN KETATANEGARAAN INDONESIA DARI MASA UUD 1945 (1959 – 1966 / Demokrasi Terpimpin) HINGGA ORDE BARU. 25 Mei 2015 pukul 20.00

Wikipedia, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesi Republik Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat_Republik_Indonesia#Masa_DPR_hasil_pemilu_20_Maret_1956_.281956-1959.29

Post a Comment

Previous Post Next Post