KABINET NATSIR


   Periode awal
Pada periode awal tahun 1949 terjadi gejolak dalam kurun waktu 9 tahun tepatnya pada tahun 1950-1959 setelah negara Indonesia menjadi sebuah negara kesatuan banyak hal yang terjadi di tubuh pemerintahan Indonesia. Sitem pemerintahan yang awalnya berbentuk sebagai negara federasi bergeser kerah sistem demokrasi liberal. Negra Federasi itu disebut dengan Republik Indonesia Serikat (RIS) yang sudah tidak diberlakukan lagi, Pada masa menuju transisi sitem pemerintahan di Indonesi, sebelumnya saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan.
Setelah itu diadakan semacam perjanjian yang dinamai dengan tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dalam perjanjian itu memunculkan untuk membentuk negara kesatuan  perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Ketidak stabilan bentuk federal dan terus daam ancaman benlanda membuat banyak yang menggabungkan diri dalam negara kesatuan. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer di Indonesia. Kemudian munculah pergantian Perdana Menteri selama 7 kali dan hal tersebut sangat mempengaruhi perpolitikan di Indonesia. Pada  1950-1959 presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi UUDS Republik Indonesia 1950. 
Pada tahun 1950 UUDS (undang-undang sementara) mulai di berlakukan sebagai pengganti Undang-undang yang sebelumnya yaitu Undang-undang berdasarkan konstitusi RIS.  Konstituante diberikan tugas untuk membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baruSelama 9 tahun telah terjadi pergantian kabinet, sehingga dapat dikatakan kabinet itu belum bisa untuk melakukan progaram kerjanya karena waktu yang dimiliki sangat relatif pendek. Dalam pemerintahan berdasarkan UUDS tahun 1950 adalah pemerintahan dengan bentuk parlementer yang dalam menjalankan kabinetnya di pemerintahan posisinya tergantung parlemen sehingga jatuh bangunnya kabinet tergantung oleh Parlemen.
Pada tanggal 27 Desember 1949, negeri Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia, tidak termasuk Papua, kepada RIS, sebuah negara federal yang hanya bertahan secara utuh selama beberapa minggu saja. Ada beberapa sentimen pro-republik di negara-negara federal yang didirikan oleh Belanda. Tanggal 23 Januari 1950 Westerling dan sekitar 800 orang serdadunya merebut tempat-tempat penting di Bandung, tetapi komisaris tingginya mendesak agar mundur pada hari itu juga. Hari berikutnya, Westerling merencanakan untuk menyerang kabinet RIS. Serdadu-serdadu Westerling memasuki Jakarta, namun dapat dipukul mundur. Pada bulan Februari, Westerling meninggalkan Indonesia.
Setelah ditangkapnya beberapa pemimpin Pasundan yang dicurigai sebagai bagian dari komplotan Westerling mendorong parlemen negara bagian meminta pada tanggal 27 Januari 1950 agar Pasundan dibubarkan. Sampai akhir bulan Maret sebagian besar negara federal yang kecil telah memutuskan untuk membubarkan diri dan bergabung dengan republik. Kabinet Hatta merasa dibawa oleh suatu gelombang persatuan dan dipaksa melakukan persiapan-persiapan legislatif.
            Pada bulan Mei dibentuklah suatu kabinet baru Indonesia Timur dengan tujuan membubarkan negara itu dan melebur diri kedalam sebuah negara kesatuan Indonesia. Akhirnya pada saat peringatan ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang kelima pada tanggal 17 Agustus 1950 semua struktur konstitusional semasa tahun-tahun revolusi secara resmi dihapuskan. Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Republik Indonesia, serta di dalamnya terdapat negara-negara Sumatra Timur serta Indonesia Timur digantikan oleh suatu Republik Indonesia yang baru, yang memiliki konstitusi kesatuan (namun bersifat sementara).
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang bersifat Liberal. Demokrasi liberal yang dilakasanakan oleh bangsa Indonesia menganut sistem parlementer barat. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang - Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ). Perdana Mentri merupakan kepala negara, serta kebinet bertanggung jawab kepada perdana mentri.
Sistem politik pada masa demokrasi liberal yang bebas telah mendorong lahirnya partai-partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan sistem politik demokrasi liberal parlementer barat dengan sistem multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet.

Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Kabinet Natsir


1.    Pembentukan Kabinet Natsir
Dalam kurun waktu lima tahun dari tahun 1950 sampai 1955 terdapat empat kabinet yang bergantian memerintah pemerintahan Indonesia. Mulai dari kabinet Natsir, lalu berturut-turut kabinet Sukiman, kabinet Wilopo, dan kabinet Ali Sastroamidjojo. Dan dari kabinet-kabinet tersebut tidak ada kabinet yang dapat melaksakan progamnya karena adanya kelompok oposisi yang saling menjatuhkan. Dalam setiap kabinet, kebanyakan menterinya merupakan orang yang ahli dalam bidangnya, dan didukung dengan koalisi partai.
Kabinet Natsir memerintah dari tanggal 6 September 1950 sampai tanggal 21 Maret 1951 adalah kabinet koalisi dengan berintikan partai Masyumi. Akan tetapi PNI tidak mendapat kedudukan dalam kabinet ini, kebanyakan dari kabinet ini adalah orang-orang dari partai Masyumi, walaupun didalam menterinya terdapat orang-orang non partai.
Impian dari Natsir sendiri adalah kabinet yang dipimpinnya bersifat nasionalisme dengan koalisi dari berbegai partai. Namun hal ini tidak dapat terlaksanakan karena adanaya perebutan kursi didalam susunan menteri didalam kabinet antana PNI dan Masyumi. Sehingga terjadi ketidak senangan dari pihak PNI sehingga adanya kesulitan untuk mengajak PNI masuk kedalam kabinetnya.
Dalam hal ini Natsir berpendapat bahwa partainya mempunyai lebih banyak hak dibanding partai lainnya. Namun PNI tidak setuju dengan hal tersebut karena baginya semua partai juga berhak atas kedudukan didalam pemerintah. Tuntutan dari pihak PNI yaitu agar orang-orang yang menduduki jabatan sebagai menteri dalam negeri, menteri luar negeri dan menteri pendidikan. Dalam hasil dari perundingan PNI bersetia melepas menteri luar negri diisi oleh orang Masyumi dan menteri pendidikan untuk partai lain. Namun keinginan PNI untuk mendapat kursi jabatan dalam negri harus pupus setelah ditentukkan menteri dalam negri harus diserahkan kepada partai Masyumi. Hal ini dianggap dari pihak PNI tidak adil, karna perdana menteri sendiri sudah dipegang oleh partai Masyumi.
Selain mendapat kencaman dari pihak partai lain, kabinet Natsir juga mendapat kencaman dari partai sendiri yaitu Masyumi. Kencaman itu ditujukan untuk keputusan konggres Desember 1949 yang melarang ketua umum partai untuk menjadi menteri. Sebenarnya maksud dari isi konggres ini  adalah adanya pengkonsolodasi partai, namun diubah oleh Dewan Partai di Bogor tanggal 3 sampai 6 Juni 1950 banha sistem federal tidak dapat dipertahankan lagi. Supaya keputusan konggres ini tidak terlalu dilanggar, maka Natsir dinonaktifkan dari ketua umum partai Masyumi.dan digantikan oleh Jusuf Wibisono.

2.    Pelaksanaan Kabinet Natsir
Progam-progam kerja dari kabinet Natsir yang penting ialah :
1.    menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;
2.    mencapai konsolidasi dan menyempurnakan sususnan pemerintahan;
3. menyempurnakan organisasi Angkatan Perang dan pemulihan bekas anggota-anggota tentara dan gerilya kedalam masyarakat;
4.    memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya;
mengembangkan dan memperkuat kekuatan ekonomi rakyat sebagai dasar untuk melaksanakan ekonomi nasional yang sehat. 

                Adapun susunan menteri dalam kabinet Natsir yaitu :
No.
Jabatan
Nama Menteri
Partai Politik
1.
Perdana Menteri
Mohammad Natsir
Masyumi
2.
Wakil Perdana Menteri
Hamengkubuwono IX
-
3.
Menteri Luar Negri
Mr. Mohammad Roem
Masyumi
4.
Menteri Dalam Negeri
Mr. Assaat
-
5.
Menteri Pertahanan
Dr. Abdul Halim
-
6.
Menteri Kehakiman
Wongsonegoro
PIR
7.
Menteri Penerangan
Pellaupessy
Demokrat
8.
Menteri Keuangan
Syifruddin
Prawiranegara
Masyumi
-
9.
Menteri Pertanian
Tandiono Manu
PSI
10.
Menteri Perdagangan dan Perindustrian
Dr. Sumitro
Djojohadikusumo
PSI
-
12.
Menteri Perhubungan
Ir. Djuanda
-
12.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perindustrian
Ir. H. Johannes
PIR
13.
Menteri Perburuhan
R. P. Suroso
Parindra
14.
Menteri Sosial
F. S. Harjadi
Katholik
15.
Menteri Pendidikan, Pengjaran dan Kebudayaan
Dr. Bahser Djohan
-
16.
Menteri Agama
K.K. A. Wahis Hasyim
Masyumi
17.
Menteri Kesehatan
Dr. Johannes Leimena
Parkindo
18.
Menteri Negara
Harsono Tjokroaminoto
PSII


























Catatan:
1.         Pada tanggal 8 Desember 1950 Abdul Halim mundur karena alasan kesehatan, perannya digantikan oleh Hamengku Buwono IX
2.         Pada tanggal 18 Desember 1950 mundur karena partainya (PSII) keluar dari kabinet

Kebijakan luar negri dari kabinet Natsir ini adalah bebas dan netral, walaupun dalam kenyataanya masih bisa dibilang condong ke negara-negara Barat. Pada bulan September 1950, Indonesia diterima sebagai anggota PBB. Pemerintahan Natsir mengalami keuntungan ekonomi yang terjadi karena perang Korea,yaitu naiknya harga komoditi. Hal ini membuat adanya pendapat tentang ekspor dan bea ekspor dari para politisi yang berkuasa dipemerintahan. Namun menteri perekonomian pada saat itu yaitu Syaffrudin Prawinegara menolak menggunakan hal-hal semacam itu untuk mendapatkan keuntungan. Kabinet Natsir lebih berkonsentrasi pada pemulihan kembali perekonomian dan pemuliahan keamanan negara.
Kabinet Natsir sering disebut dengan Kabinet “dagang sapi” dengan sifat tawar menawar. Dalam hal ini yang dimaksud politik “dagang sapi” ini mencari yang ideal dalam membentuk kabinet koalisi. Natsir mendapat kesulitan dari partai-partai yang mempunyai wakil didalam kabinetnya karena ada pula kencaman dari dalam parlemen terhadapa kabinet. Diantara beberap tuntutan dari partai itu sendiri seperti diadakannya tindak lanjut terhadap kabinet dan bahkan ada yang meminta untuk membubahkan kabinet Natsir ini.
Sifat tawar-menawar dari pembentukan kabinet Natsir ini hanya akan memperpanjang waktu dan memperlambat pembentukan kabinet. Sehingga terkadang banyak parti yang belum siap dengan calon menterinya. Selain itu pemilihan menteri juga didasarkan pada sifat suka tidak suka yang lebih bersifat keindividualan. Sehinggal hal ini membuat banyak diantara menteri yang menjadi menteri dulu baru memperdalam bidang yang bersangkutan yang diberikan kepada menteri ini.
Sukiman berpendapat terhadapa kabinet Natsir merupakan zaken kabinet, karena bukan kabinet yang terdiri dari berbagai partai politik. Sehingga membuat sifat koalisi yang diminta oleh Presiden dalam kabinet tidak terlaksana dengan baik, dan sistem koalisi juga tidak dapat dipertahankan.
Adanya campur tangan Presiden dan Tentara dalam kabinet Natsir. Walaupun peran Presiden tidak terlalu menonjol, namun beliau sering melakukan pembicaraan dengan waki-wakil partai didalam forum. Sedangkan keikut sertaan tentara dalam kabinet ini, seperti tuntutan dari tentara yang menginginkan adanya pergantian menteri pertahanan yang diganti oleh otrang nonpartai. Sehingga Natsir tidak mampu untuk menolak masalah itu.
Permasalahan yang sangat penting didalam kabinet Natsir yaitu tentang Irian Barat. Perundingan yang dilakuakan antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 4 Desember 1950 tidak berjalan dengan baik. Dan hal ini membuat opsi tidak percaya dari pihak lain. Krisis ditambah lagi ketika Hadikusumo dari partai PNI sekitar pencabutan PP No. 39/1950 tentang pemilihan anggota perwakilan daerah supaya lebih demokratis.

Penyebab Runtuhnya Kabinet Natsir

Setiap negara di dunia ini pasti memiliki tujuan yang harus dicapai untuk menyejahterakan rakyatnya. Berbagai upaya telah dilaksanakan dengan sekuat tenaga. Ada pihak- pihak yang mendukung rancangan rencana dari pemerintah, namun ada pula pihak- pihak yang tidak sependapat dan akhirnya menolak rancangan- rancangan yang telah direncanakan tersebut. Penolakan- penolakan tersebut membuat lama atau tidaknya suatu kabinet pada masa liberal bertahan untuk memimpin dan membangun Indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ricklefs sebagai berikut:

Dalam sebuah negeri yang masih menunjukkan adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tradisi- tradisi otoriter, maka banyak hal bergantung pada kearifan dan nasib baik kepemimpinan negeri itu. Akan tetapi, sebagian sejarah bangsa Indonesia sejak tahun 1950 merupakan kisah tentang kegagalan rentetan pimpinan untuk memenuhi harapan- harapan tinggi yang ditimbulkan oleh keberhasilan mencapai kemerdekaan. Akan tetapi, pada tahun 1957, percobaan demokrasi pertama ini telah mengalami kegagalan, korupsi tersebar luas, kesatuan wilayah negara terancam, keadilan sosial belum tercapai, masalah- masalah ekonomi belum terpecahkan, dan banyak harapan yang ditimbulkan oleh Revolusi tidak terwujud.

Suatu ketidakefisienan dalam suatu pemerintahan pastilah terjadi. Dimana sesuatu yang telah dirancang tidak berjalan sesuai rencana, atau bisa juga berjalan tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Program- program yang telah direncanakan oleh pemerintah dan disusun dengan sebaik- baiknya, bisa saja dalam pelaksanaannya terjadi suatu ketimpangan dan kecacatan. Atau bisa juga semua persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan sudah sangat demikian baiknya, namun masih adanya ketidakpuasan yang dialami oleh masyarakat. Karena cara pandang setiap orang itu berbeda- beda, dan terjadi ketidakmerataan program pemerintah yang seharusnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, namun hanya bisa dirasakan oleh sebagain kecil orang.
Sistem pemerintahan yang pernah ada di Indonesia setelah muncul dan berkembang beberapa waktu lamanya, tentunya pernah mengalami suatu masa kejayaan dimana antara pemerintah dengan rakyat terjalin hubungan yang baik dan harmonis. Hal ini bisa jadi dikarenakan terpenuhinya hal- hal yang dibutuhkan oleh rakyat. Akan tetapi, setelah kejayaan tersebut diraih sesuai dengan siklus sejarah maka suatu pemerintahan akan mengalami suatu penurunan hingga tibalah saat- saat keruntuhannya. Begitu pula dengan kabinet Natsir, pada masa demokrasi liberal kabinet inilah yang pertama kali memimpin Indonesia. Setelah berhasil memimpin dan menata Indonesia, kabinet ini mengalami saat- saat kemundurannya, ada beberapa hal yang menjadi penyebab runtuhnya kabinet Natsir.
Penyebab jatuhnya kabinet Natsir dikarenakan kegagalan kabinet ini dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan peraturan pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. Kabinet natsir didimisioner sejak 21 Maret 1951 dan mengundurkan diri setelah DPR menerima mosi S. Hadikusumo tentang pencabutan PP Nomor 39/1950 tentang pembekuan DPRD. Menteri Asaat ( Menteri Dalam Negeri) tidak menyetujui mosi tersebut dan kabinet sependapat dengan Asaat, maka kemudian mengundurkan diri. Kabinet Natsir mengundurkan diri karena tidak mau menerima mosi DPR, walaupun Kabinet belum di jatuhi Mosi Tidak Percaya dari DPR ini menjadi sifat dari Kabinet-kabinet pada masa UUDS 1950, walaupun sistem yang dianut oleh UUDS 1950 adalah perlementer, dimana parlemen dapat menggulingkan Kabinet, tetapi sepanjang 1950-1959 kabinet tidak hanya mosi tidak percaya , tetapi suara-suara luar kabinet sudah menyebabkan Kabinet mengundurkan diri.  

Sumber: 
Soegito. 2011. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Semarang: UPT MKK Unnes.
Ricklefs, M.C.2005.Sejarah Indonesia Modern 1200- 2004.Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi.






Post a Comment

Previous Post Next Post