MENELUSURI LAHIRNYA DEMOKRASI LIBERAL

A. Pembentukan Partai Politik

Negara-negara bekas jajahan yang baru merdeka kebanyakan memilih sistem demokrasi untuk pemerintahannya, tidak peduli apakah rakyat Negara bersangkutan benar-benar telah matang untuk menerapkan sistem demokrasi. Pemilihan itu dilakukan atas pertimbangan bahwa bentuk demokrasi dianggap lebih baik daripada kerajaan. Salah satu ciri penerapan sistem demokrasi adalah adanya Dewan Perwakilan Rakyat, yang para anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat. Sejak Sutan Syahrir menjadi perdana menteri, sistem kabinet presdensiil berubah menjadi sistem parlementer yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pada bulan November dan Desember para pemimpin rakyat sibuk dengan usaha membentuk partai politik. Partai Sosialis Indonesia (Parsi) dan Partai Rakyat Sosialis (Paras) yang didirikan oleh Amir Syarifudin dan Sutan Syahrir bulan November, sejak permulaan Desember bergabung menjadi satu dengan nama Partai Sosialis (PS). Kemudian setelah retaknya kerjasama Syahrir dan Amir Syarifudin pada tanggal 27 Juni 1947, kemudian Syahrir membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI) dengan dukungan dari para pengikutnya. Amir Syarifudin membentuk partai baru dengan sokongan kuat dari golongan sayap kiri yang berorientasi komunis. 

Partai Buruh Indonesia (PBI) tumbuh dari organisasi Barisan Buruh Indonesia (BBI) yang didirikan oleh pemuda Menteng 31 pada tanggal 15 September 1945. Pada tanggal 9 November BBI, mengadakan kongres di kota Surakarta, muncul usuln mengubah BBI menjadi Partai Buruh Indonesia (PBI). Oleh karena itu berdirilah PBI pada tanggal 9 November 1945.

Partai ketiga yang berorientasi Marxisme adalah Partai Komunis Indonesia (PKI), muncul kembali pada tanggal 7 November 1945, di bawah pimpinan Mr. Mohammad Jusuf. Karena terburu nafsu cepat-cepat merebut kekuasaan, alih-alih mengembangkan organisasi, PKI Jusuf bertindak kurang bijaksana dengan melakukan kerusuhan di tiga daerah: Tegal, Brebes, dan Pekalongan pada akhir bulan Oktober 1945.

PNI yang sudah sangat populer di kalangan pergerakan nasional sejak tahun 1927, dianggap sebagai partai pelopor berkat keradikalannya, sepak terjangnya, dan kegigihannya dalam menghadapi pemerintah kolonial, mempunyai hubungan erat dengan tokoh nasional Soekarno sebagai pembentuk utamanya. Partai PNI yang muncul bulan November 1945, tetap dihubungkan dengan tokoh Soekarno meskipun sebagai Presiden, Soekarno tidak berpartai. 

Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) didirikan pada tanggal 7 November 1945, menampung tiga organisasi Islam, yakni Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Muhammadiyah, dan Nahdhatul Ulama (NU). Meskipun pada dasarnya Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama bukan organisasi politik. Partai Sarekat Islam Indonesia sudah dikenal sejak awal abad kedua puluh dan mempunyai banyak pengikut, namun demi persatuan umat islam di Indonesia, PSII berlindung dibawah naungan Masyumi.

Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI) didirikan pada tanggal 8 Desember 1945 di kota Surakarta oleh I. J. Kasimo dan F. S. Harjadi yang bertahun-tahun menjadi ketua dan wakil ketua partai. 


B. Perebutan Pimpinan Revolusi

Soekarno-Hatta sebagai pimpinan Revolusi, akibat kerjasamanya dengan pemerintah militer Jepang, dianggap kurang tepat oleh beberapa tokoh non-kooperatif, terutama Tan Malaka. Selain itu St. Syahrir juga seorang tokoh non-kooperatif, bersikap ragu-ragu terhadap Soekarno-Hatta. Oleh karena itu ia tidak segera memberikan sokongan dukungan. 

Dalam bulan September, Tan Malaka bertemu St. Syahrir di Serang. Dalam pertemuan itu, ia menyinggung kedudukan Soekarno-Hatta yang menurut anggapannya goyah akibat kerja samanya dengan pemerintahan militer Jepang dan mengemukakan rencana perjuangan yang seharusnya dilaksanakan dalam masa revolusi merebut kemerdekaan.

Ia membujuk St. syahrir untuk ikut serta menggulingkan Soekarno-Hattadengan janji mengangkatnya sebagai perdana menteri jika usahanya berhasil. Namun Syahrir menolak ajakan itu.

Dalam bulan September, Tan Malaka berhasil bertemu Soekarno berkat perantaraan Mr. Subardjo yang menjabat menteri Luar Negeri dalam kabinet Presidensiil. Dalam pertemuan itu, Tan Malaka mengingatkan kepada Soekarno bahwa sewaktu-waktu Soekarno-Hatta dapat ditangkap oleh pihak sekutu akibat kerjasamanya dengan Jepang. Bagaimanapun revolusi harus berjalan terus. Jika hal itu terjadi, demi suksesnya revolusi, harus ada orang yang memimpinnya. Soekarno terkena bujuk rayu dan berjanji akan menunjuk Tan Malaka sebagai penggantinya. 

Setelah memegang testament tersebut, Tan Malaka kembali bertemu Syahrir dan menawarkan lagi posisi perdana menteri kepada syahrir apabila ia nanti benar jadi Presiden, namun Syahrir kembali menolak ajakan Tan Malaka. Syahrir berusaha membendung Tan Malaka dan mencegah perpindahan pimpinan revolusi ke tangan Tan Malaka. Salah satu jalan yang ditempuh adalah mendesak Hatta untuk segera mengeluarkan maklumat pembentukan partai politik dan pembentukan kabinet baru parlementer. Sementara itu, dalam rapatnya tanggal 16 dan 17 oktober Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) membuat resolusi.

Resolusi yang pertama berisi 6 pokok:

1. Menyatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia berdiri dibelakang pemerintah Republik Indonesia dan siap sedia mempertahankan kemerdekaan Negara,

2. Menyatakan bahwa Republik Indonesia bersedia sebagai Negara merdeka, bekerja samadengan segala bangsa untuk menyusun susunan dunia baru berdasarkan demokrasi

3. Menyatakan terima kasih kepada berbagai pihak dari dunia internasional yang telah menyatakan persetujuan terhadap pembentukan Republik Indonesia serta atas sokongan lahir dan batin.

4. Menuntut kepada pemimpin Republik Indonesia agar berusaha sekeras-kerasnya sehingga tentara sekutu Jepang selekasnya menyelesaikan pekerjaannya di Indonesia serta atas sokongan lahir dan batin,

5. Menyatakan pandangannya kepada pemerintah Republik Indonesia dan kepada dunia umum bahwa pengakuan Republik Indonesia sebagai Negara yang merdeka hendaknya dilaksanakan dalam suatu perundingan internasional yang diselenggarakan dan dihadiri oleh utusan-utusan Negara besar, dan

6. Menuntut kepada pemerintah Republik Indonesia agar berusaha sekeras-kerasnya sehingga Negara Indonesia dapat mengirimkan wakil-wakilnya pada konferensi internasional perdamaian dunia yang akan datang ini.

Resolusi yang kedua:

1. Mengerahkan segenap tenaga rakyat dari segala lapisan untuk menolak dan membasmi tiap-tiap usaha yang akan membahayakan kemerdekaannya serta menyelesaikan revolusi bangsa Indonesia yang berdsarkan kedaulatan dan perikemanusiaan, dan

2. Memohon dengan sangat kepada pemerintah Republik Indonesia untuk mengambil tindakan yang tepat terhadap usaha-usaha pihak Belanda tersebut di atas.

Pada tanggal 1 November 1945, dikeluarkan Maklumat Politik Pemerintah No. 1, ditandatangani oleh Wakil Presiden Hatta. Dari maklumat itu jelas bahwa usul pembentukan partai-partai politik berasal dari BP KNIP yang diketuai oleh Syahrir. Banyak di antara pemuda yang tidak puas terhadap maklumat politik itu karena, menurut anggapannya, maklumat itu kurang revolusioner.

Selaku ketua BP KNIP, syahrir mempunyai wewenang yang sama dengan MPR, dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, segera ia memanggil KNIP untuk segera melakukan sidang Pleno pada tanggal 25-26 November. Rapat Pleno KNIP mengesahkan pekerjaan yang telah diselesaikan oleh BP KNIP. Acara sidang adalah:

1. Kedudukan Komite Nasional

2. Pembentukan partai-partai politik,

3. Penetapan politik luar negeri dan dalam negeri bersama pemerintah,

4. Usul tentang perubahan pemerintah lama dengan:

a. Mengusulkan adanya pertanggungjawaban kementerian, dan

b. Mengusulkan susunan dewan kementerian baru. 

Keputusan siding pleno KNIP di umumkan tanggal 25 November 1945, ditandatangani oleh Syahrir selaku ketua BP KNIP. Keputusan No. 4a-b menyebabkan jatuhnya kabinet lama yang dibentuk pada tanggal 19 Agustus !945. Watak kabinet berganti dari presidensiil menjadi parlementer yang pertama. Karena Syahrir berhasil membentuk kabinet Parlementer, Tan Malaka menjadi gelisah, namun ia terus berusaha merobohkan kabinet Syahrir dengan segala tenaga dan upaya. Baik golongan Tan Malaka maupun para bekas menteri dari kabinet lama yang tidak mendapat tempat, melontarkan celaan terhadap kabinet yang baru saja dibentuk.

Diterangkan pula tentang pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan presidensiil menjadi sistem parlementer. Gelagat ini sudah terbaca pemerintah Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum kedatangan sekutu tanggal 14 November 1945, Soekarno selaku kepala pemerintahan republic digantikan oleh Sutan Syahrir yang seorang sosialis yang dianggap sebagai figure yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatic, bertepatan dengan sedang naiak daunnya partai sosialis di Belanda.

Sumber : Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan - Jilid II, : Prof. Dr. Slamet Muljana. Direport oleh Andika Lingga P.

Post a Comment

Previous Post Next Post