Sejarah Perlawanan Rakyat Lasem Terhadap VOC, Kekompakan Rakyat Tionghoa dan Pribumi Lasem



Setelah adipati Tejakusuma III gugur, Amamngkurat II memilih Ki Amzah sebagai penguasa Lasem. Namun belum genap setahun dia tewas ditangan orang yang tidak suka. Amangkurat II menyadari bahwa kecintaan warga Lasem kepada keluarga Tejakusuma sangat besar. Maka dari itu dia mengangkat anak Tejakusuma III pada tahun 1683 sebagai adipati Lasem. Tujuanaya adalah untuk menjaga kestabilan politik ekeonomi di Lasem. Adipati tejakusuma IV dalam kepemerintahanya lebih mengedepankan pada rehabilitas keadaan pasca perang. Tetapi di juga tidak melupakan misi untuk menaklukan VOC denagn menyalurkan senjata-senjata kepada sisa milisi Trunojoyo.

Tejakusuma mulai membenahi dan mengembangkan sekor perekonomian dengan meningkatkan hasil pertanian, industri, perdagangan dan pusat kebudayaan di daerah kota. Kestabilan itu otomatis membuat hidup perekonomian Lasem terutama dengan raainya Pelabuhan Lasem. Tejakusuma IV wafat pada tahun 1714 dan digantiakn oleh putranya yaitu Panji Sassongko. Pada Tahun 1726 Tejakusuma V sudah tidak lagi menjabat adipati Lasem. Ada kabar bahwa mundurnya Tejakusuma V karena ada pemecatan dari Amangkurat IV karena tak sepaham dengan Mataram. 

Dengan mundurnya Tejakusuma V kemudian Pakubuwono II mengangkat seorang Tionghoa bernama Oei Ing Kiat yang beragama Islam sebagai adipati Lasem dengan gelar Tumenggung Widyaningrat pada tahun 1727. Oei Ing Kiat adalah seoarang Dampo Awang kesyabahan Pelabuhan Lasem yang loyal dengan Tejakusuma V. Dia menjaga hubungan baik dengan keluarga Tejakusuma. Terutama tentang misi untuk lepas dari pengaruh VOC. Pada Tahun 1740 telah terjadi pemberontakan besar-besaran orang Tionghoa di Batavia yang disebut peristiwa Angke. Hal itu membuat migrasi orang Tionghoa ke Lasem dan Widayningrat berkenan menampung mereka. Kedatangan mereka meramaikan perekonomian dan kesibukan di Pelabuhan Lasem. Seungai Babagan yang tak sanggup menampung membuat penduduk secara swadaya mengeruk dan memperdalam sungai. 

VOC yang secara politik semakin kuat mulai membidik daerah Rembang yang dianggap strategis dan menghasilkan banyak kayu jati. Sebab Rembang adalah jalur laut maupaun darat yang persis berada ditengah-tenagah anatara jawa bagian barat dan timur. VOC kemdian mendirikan pemerintahan baru dan mengangkat bupati Rembang serta mendirikan kantor dagang dan militer yang mengikis kekuasaan Lasem. Hangabei Hanggojoyo ditunjuk sebagai bupati pertama Rembang yang diangkat VOC pada tahun 1741. Tindakan tersebut dianggap sebagai ancaman serius bagi kadipaten Lasem. Oei Ing Kiat membangun kekuatan milisi bersama Tan Ke Wi dan Raden panji Margono yang sanget berpengaruh di Lasem. Mereka merencanakan sebauh penyerangan kepusat tangsi VOC di Rembang, Juana, dan Jepara dengan strategi kombinasi laut dan darat. Dengan persiapan matang, laskar Dampo Awang Lasem menyerang markas VOC. 

Pasukan menyisir daratn dan sebagian lagi berangkat dengan armada kapal. Penyerangan dilanjut ke markas VOC di Juana dan Jepara. Pasukan dampo Awang berhasil menguasai Juana. Pasukan VOC mengirimkan bala bantuan dari Pati dan Semarang yang menghujani kota yang dikuasai Laskar Dampo dengan meriam sehingga jatuh banyak korban yang membuat mereka mundur dengan membawa rampasan perang. Psukan Tan Ke Wi menyerang Jepara. Bola-bola Meriam menghujani pasukan Ta Ke Wi yang ditujuan kerah laut.

Kapal-kapal yang digunakan pasukan Dampo Awang. Kapal-kapal banyak yang terneka serang dan tak sempat menyentuh oelabuhan Jepara. Sehingga membuat mereka mundur. Tan Ke Wi pun gugur setelah kapal yang ditumpanginya terbakkar dan tenggelam.Untuk mengenang perjuangan Tumenggung Widaydiningrat dan warga Lasem mendirikan prasasti untuk mengenang perjuangan. 

Akibat dari kekalahan tersebut pada tahun 1743 Kota Lasem diduduki VOC. Pemerntahan kadipaten Lasem diambil alih kekuasaanya. Tumenggung Widyadiningrat dipecat dari jabatanya sebagai adipati dan hanya menjadi Tumenggung Mayor Titular (semacam jabatan boneka bikinan VOC). Ia dan keluarga Panji Margono (Tejakusuma) terus diawasi. Sementara orang-orang Tionghoa yang tinggal di desa-desa atau pinggiran kota dipaksa pindah kedaerah kota dan harus berkumpul bersama sesama Tionghoa kota dalam suatu kawasan kota terisolir. Orang pribumi tetap dibiarkan seperti semula dengan pengawasan yang ketat. Kadipaten Lasem mutlak dikuasai VOC.

Pada tahun 1745 Jendral besar VOC mengangkat Suro Adi Mengolo III, seorang ningrat semarang menjadi Bupati Lasem berkedudukan di Tulis, Seloputro serta mendirikan tangsi militer di Bukit Gerbang Waru Gunung. Hangabei Hanggojoyo dipecat karena dianggap terlibat dalam perlawanan Laskar Dampo Awang. Suro Adi Mengolo tidak disukai oleh rakyat Lasem dan memrintahkan pengumpulan paksa peninggalan sejarah dan dimusnahkan yang diniali menjadi spirit perjuangan warga Lasem.

Tiga tahun kemudian dengan pertimbangan kestabilan dan keamanan Suro Adi Menggolo meminta VOC untuk memindahkan Kabupaten Tulis Lasem ke Magersari Rembang. Pada tahun 1748 pusat pemerintahan pindah dari Tulis Lasem ke Magersari Rembang. Namun hal itu tetap tidak memuaskan rakyat Lasem yang menilai kekuasaan VOC masin bercokol. Oei Ing Kiat dan Panji Margono selama ini mendapat pengawasan VOC kembai mendapat kebebasan dan bergabung dengan para gerilyawan. Perlawan terhadap VOC pun menggema, jumlah relawan berlipat ganda dari semua lapisan masyarakat. Dan mendapat bantuan dari Blora dan Purwodadi.

Pada bulan Agustus 1750 Laskar Lasem dibawah pimpinan Tumenggung Widyadiningrat Oei Ing Kiat, Raden Panji Margono dan Kiai Ali Bidlawi menyerbu ke pusat VOC di kota Rembang. Perang terjadi selama tiga bulan. VOC denga teknologi perang lebih unggul dan mampu mematahkan perlawanan rakyat Lasem. Oei Ing Kiat dan Panji Margono gugur dalam perawanan tersebut. Diawal tahun 1751 rakyat lasem benar-benar pupus, kota Lasem kembali dikuasi VOC.istana Tumenggung Widyadiningrat dan Panji Margono diambil alih VOC. Pembersihan besar-besaran dilakukan tentara VOC hingga ke pelosok desa. Suasana menjadi seperti kota mati karena ditinggal penduduknya mengungsi. Itulah sebuah transisi pahit sejarah Lasem. 


Pada Tahun 1751 VOC mutlk menguasi Lasem. Untuk menyelenggarakan pemerintahanya dan memperkuat kedudukannya. VOC mengangkat Citrasoma IV dari Tuban menjadi Bupati Lasem dan memecat Suro Adi Menggolo III dari jabatanya sebagai bupati Rembang dan mengankat Kembali Hangabei Hanggojoyo kembali menjadi bupati. Dan pada saat itu Lasem dan Rembang menjadi daerah terpisah secara d facto.

Sumber : Makrom Unjiya : Lasem Negeri Dampo Awang

Post a Comment

Previous Post Next Post