SEJARAH KERAJAAN KUTAI

Kerajaan Kutai

Untuk mengetahui Kalimantan pada zaman dulu memang sangat susah menginagat Kalimantan bukanlah jalur perniagaan yang jarang menjadi pengamatan bangsa lain khusunya Cina yang sering meninggalkan catatan tentang tempat yang mereka singgahi. Berita tentang kalimantan yang diketahui hanya bersal dari tulisan pada zaman Dinasti T’ang (618-906) padahl di Jawa penulisan cina sudah ada sejak abab ke 5 awal. Keberadaan paradaban di wilayah mulai diketahui setelah ditemukanya Arca-arca Buddha langgam Amarawati di kota Bangun (Kutai) ditemukan arca Buddha dengan langgam seni gndara. Disamping itu juga ditemukan arca seni bercorak kehinduan diantaranya Mukhalinga dan ganesha. Tenuam bukti tersebut adalah bukti adanya hubungan anatara Kalimantan dengan India kuno. Diamping itu juga ditemukan Prasasti-prasati yang dipahat dari batu disebut yupa. Hal tersebut mengungkapkan fakta bahwa adanya sebuah sistem peradaban yang cukup maju dalam bentuk sebuah pemerintahan yang bercorak kehinduan di Kalimantan. 

Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muarakaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.

Informasi yang ada diperoleh dari Yupa. Prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah Yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para brahmana atas kedermawanan raja Mulawarman. Raja yang terkenal adalah Mulawarman, Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kundungga. Tulisan yang ada dalam Yupa ini adalah huruf Pallawa yang berbahasa Sansekerta ditulis dalam bentuk syair. Peringatan pertama berisi berikut isi dari :

śrīmatah śrī-narendrasya; kuṇḍuṅgasya mahātmanaḥ; putro śvavarmmo vikhyātah; vaṅśakarttā yathāṅśumān; tasya putrā mahātmānaḥ; trayas traya ivāgnayaḥ; teṣān trayāṇām pravaraḥ; tapo-bala-damānvitaḥ; śrī mūlavarmmā rājendro; yaṣṭvā bahusuvarṇnakam; tasya yajñasya yūpo ‘yam; dvijendrais samprakalpitaḥ.”

Artinya: “Sang Mahārāja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aśwawarman namanya, yang seperti Angśuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan. oleh para brahmana”

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa isi perngatan pertama menjelaskan silsilah ra-raja Kutai. Kerajaan Kutai dibangun oleh Kudungga sehingga dia disebut Wamsakarta. Diduga dia belum menganut agama Hindu. Nama Maharaja Kudungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yang bernama Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa Sanskerta. Kata itu biasanya digunakan untuk akhiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan. Selanjutnya disebutkan Bahwa Asmawarman memiliki putra yang terkemukan yaitu Mulawarman yang ditukiskan memiliki kedermawanan tingga kepada para Brahmana.


Prasasti lain yang dikeluarkan berbunnyi. 

“Śrīmatah-viraja-kirtteh rajnah śrī mūlavarmmmanah punyam srnvantu vipramukhyah ye canye sadhawah purusah bahudana-jivadanam sakalpavrksam sabhumidana ca tesan punyagananan yupo ‘yam stahapito vipraih”

Artinya: “Dengarkanlah oleh kamu sekalian, Brahmana yang terkemuka, dan sekalian orang yang baik lainya, tentang kebaikan budi sang Mulawarman, raja besar yang sangat mulia. Kebaikan budi ini iaah berwujud sedekah banyak sekali, seolah-olah sedekah kehidupan atau semata-mata pohon kalpa (yang memberi segala keinginan), dengan sedekah tanah (yang diadiahkan). Berhubungan dengan semua kebaikan itulah maka tugu ini didirikan oleh para Brahmana (buat peringatan).”

Peringatan yang ketiga berbunyi sebagai berikut:

śrī mūlavarmmmano rajnah yad dattan tila-parvavatam sadipa-malaya sarddham yupo ‘yam likhitas tayoh.

Artinya: Tugu ini ditulis buat (perinagtan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh Sang Raja Mulawarman, yakni segunung minya (kental), dengan lampu serta malai bunga.”

Peringatan keempat berbunyi: 

Śrīmato nrpramukyasya rajnah śrī mūlavarmmmanah danman punyatame ksetre yad dattarh vaprakesvare dvijatibhyo ‘ gnikalpehyah vinsatir ggoshasrikam tansya punyasya yupo yam krto viprair ihagataih. 

Artinya; Sang Mulawarman raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.00 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara, buat (peringatan) akan kebaikan budi sang raja itu, tugu ini telah dibikin oleh para Brahmana yang datang di tempat ini.

Dari prasasti-prasati tersebutdapat diketahui bangaimana kondisi keagaan pada waktu itu, dimana peran Brahmana sangat penting dalam sebuah ritual keagamaan dan posisinya pada sistem masyarakat. Kemudian dapat diketahui bagaimana bentuk sikap dan sifat raja Mulawarman yang memiliki kedermawanan tinggi kapada para Brahmana dimana dalam setiap prasasti terdapat ucapan terimakasih dan sanjungan yang diberikan oleh para Brahmana kepada sang raja. 

Dari sumber Prasasti dapat dilihat unsu-unsur kebudayaan Hindu ditengah kehidupan masyarakat kutai purba sangat kental. Dimana yang pertama penamaan raja yang sudah bercorak hindu dengan “warman” sebagai nama yang digunakan. Selain itu kegiatan ritual agama yang dilakukan menandai bahwa sebagain besar penduduk kutai sudah memeluk agama Hindu. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana seoarang yang terlahir bukan Hindu bisa menjadi Hindu, hal ini merujuk kepada Nama Kudungga yang belum bercorak Hindu yang kemungkinan belum memeluk Hindu sebelumnya, menginagt peraturan Hindu yang sangat ketat dalam kasta bagaimana cara oarang yang bukan terahir Hindu dapat menjadi Hindu dan masuk dalam sistem kasta. 

Daam kepercayaan Hindu orang yang terbuang dari kastanya dapat memulihkannya dengan melakukan upacara Vratyastoma. Dengan upacara ini seorang yang melakuakan dosa dikastanya dapat dihapus dan kembali ke kastanya. Upacara inilah yag dijadikan jalan oang-orang Indonesia yang sudah terpengaruh Hindu dapat masuk dalam sistem kasta dan menjadi Hindu. Dengan begitu sah syarat untuk menjadi seoarang Hindu. Dilhat dari prasati juga mencerminkan bahwa Hindu yang dianut Mulawarna adalah aliran Siwa dimana disetiap prasasti berbunyi pengagungan pada Mulwarman. 

Dilihat dari sumber yang ada sulit memang menelisik kehidupan sosial masyarakat kutai saat itu, namun jika diliaht dari parsasti Golongan masyarakat yang jelas disebutkan yaitu golongan para Brahmana dan Ksatria yang terdiri dari raja dan sebagian masyarakat. Diluar itu kemungkinan beberapa masyarakat masih bertahan dengan tradisi lokal yang ada. 



DAFTAR NAMA RAJA DARI UNDANG-UNDANG KALPANALADUTA (Memburu Sejarah Kutai. A. Iansyahrechza. F.1996): 

1. Maharaja Kudungga, 

2. Maharaja Asmawarman 

3. Maharaja Mulawarman 

4. Maharaja Marawijaya Warman

5. Maharaja Gajayana Warman

6. Maharaja Tungga Warman

7. Maharaja Jayanaga Warman

8. Maharaja Nalasinga Warman

9. Maharaja Nala Parana Tungga Warman

10. Maharaja Gadingga Warman Dewa

11. Maharaja Indra Warman Dewa

12. Maharaja Sangga Warman Dewa

13. Maharaja Candrawarman

14. Maharaja Sri Langka Dewa Warman

15. Maharaja Guna Parana Dewa Warman

16. Maharaja Wijaya Warman

17. Maharaja Sri Aji Dewa Warman

18. Maharaja Mulia Putera Warman

19. Maharaja Nala Pandita Warman

20. Maharaja Indra Paruta Dewa Warman

21. Maharaja Dharma Setia Warman

Kerajaan Kutai berakhir pada saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Pada abab ke 16 M Kutai Martadipura harus meneyarh pada kerajaan Kutai Kartanegara.

Sumber : Sejarah Nasional Indonesia II

Post a Comment

Previous Post Next Post