Indonesia sering mendapat julukan museum manusia purba dunia. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli, dapatlah direkonstruksi beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia adalah:
1. Meganthropus
Jenis manusia purba tertua yang ditemukan di Indonesia adalah Megantrhopus palaeojavanicus. Berasal dari kata mega : besar, Paleo : tua dan Java : Jawa, yang berarti manusia besar/raksasa yang diperkirakan manusia pertama yang hidup di Jawa. Megantropus ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah pada lapisan pleistosen bawah pada tahun 1941 oleh Von Koeningswald. Manusia purba ini memiliki rahang yang sangat kuat hal tersebut dilihat otot-otot kunyah yang sangat kukuh, dengan tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang menyolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam dan besar untuk otot-otot tengkuk yang kuat. Meganthropus tidak memilki dagu namun berperawakan tegap. Makanan dimungkinkan terutama tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Hidup secara berkelompok dan berpindah-pindah sesuai dengan sumber makanan, karena masih sangat bergantung pada sumber daya alam. Mahluk ini hidup antara 2 hingga 1 juta tahun yang lalu.
Pithecanthropus
Penemuan fosil manusia purba di Indonesia terdapat pada lapisan pleistosen. Salah satu jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia hampir memiliki kesamaan dengan yang ditemukan di Peking Cina, yaitu jenis Pithecanthropus Erectus.(pithecos = kera; Erectus = berdiri tegak; manusia kera berjalan tegak), artinya manusia kera yang berjalan tegak, yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di Kedung Brubus, Trinil, Ngawi di tepi sungai Bengawan Solo yang ada pada lapisan pleistosen tengah. Eugene Dubois pertama-tama menemukan sebagian rahang. Kemudian pada tahun berikutnya kira-kira 40 km dari tempat penemuan pertama, ditemukan sebuah geraham dan bagian atas tengkorak.
Pada tahun 1892, beberapa meter dari situ ditemukan sebuah geraham lagi dan sebuah tulang paha kiri. Untuk membedakan apakah fosil itu, fosil manusia atau kera, Eugene Dubois memperkirakan isi atau volume otaknya. Volume otak dari fosil yang ditemukan itu, diperkirakan 900 cc. Volume otak ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan volume otak manusia 1.350 cc, sedangkan jenis kera yang tertinggi hanya 600 cc. Diperkirakan memiliki tulang dahi yang lurus ke belakang dan tulang kaki yang sudah cukup besar, gerahamnya masih besar. Tinggi berkisar antara 165 - 170 cm dan berat badannya sekitar 100 kg. Pithecantropus Erectus diperkirakan hidup dalam kelompok-kelompok kecil bahkan mungkin dalam keluarga-keluarga yang terdiri dari enam hingga 12 individu, yang memburu binatang di sepanjang lembah-lembah sungai di dataran Sunda. Mereka diduga belum mengenal memasak makanan. Perkiraan itu didasarkan pada kemiripan temuan alat-alat dari batu dan bentuk fisik antara fosil Pithecanthropus Erectus dan fosil Pithecanthropus Pekinensis yang ditemukan di goa Chou-kou-tien di Cina.
Penemuan fosil manusia purba yang telah dilakukan oleh Dubois pada akhirnya mendorong penemuan-penemuan selanjutnya yang dilakukan oleh para peneliti lainnya. Pada tahun 1936 seorang penduduk yang bekerja untuk G.H.R Von Koenigswald menemukan atap tengkorak anak-anak berusia antara 3-5 tahun di Sumber Tengah, sekitar 3 km disebelah utara Perning. Fosil ini biasa dikenal dengan Pithecanthropus mojokertensis artinya manusia kera dari Mojokerto.Jenis ini memiliki ciri hidung lebar, tulang pipi kuat, tubuhnya tinggi, dan hidupnyamasih dari mengumpulkan makanan (food gathering).
Selain itu beberapa fosil juga ditemukan di sepanjang Sungai bengawan Solo. yaitu di Ngandong Sambung macan dan Sangiran. Dari daerah ini, ditemukan 2 buah tulang kaki dan 11 tengkorak dengan ukuran yang lebih besar dari pada Pithecanthropus yang lebih tua umurnya. Tengkoraknya menunjukkan tonjolan yang tebal di tempat alis, dengan dahi yang miring ke belakang. Suatu analisis cermat atas tengkorak tersebut yang dilakukan oleh ahli paleoantropologi di Indonesia (Teuku Yakup 1967 ) membenarkan bahwa manusia Ngandong itu merupakan keturunan langsung dari Pithecanthropus Erectus, fosil jenis ini kemudian dikenal dengan sebutan Homo Soloensis. Berdasarkan banyaknya temuandi lembah Sungai Bengawan Solo maka Dr. Von Koenigswald membagi lapisanDiluvium lembah Sungai Bengawan Solo menjadi tiga, yaitu :
1) Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah) ditemukan jenis Pithecanthropus robustus.
2) Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah) ditemukan jenis Pithecanthropus erectus.
3) Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas) ditemukan jenis Homo soloensis.
Pithecanthropus robustus (manusia kera kuat) fosilnya ditemukan di desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur pada tahun 1939. Ukuran tubuhnya lebih besar dan kuat. Manusia purba ini ditemukan pada lapisan Plestosen bawah (jetis) dengan Pithecanthropus mojokertensis.
3. Homo
Jenis manusia Homo berasal dari lapisan pleistosen atas, lebih muda dari jenis-jenis manusia sebelumnya. Homo mempunyai ciri-ciri yang lebih progresif dari pada Pithecanthropus. Isi otaknya antara 1000-1200 cc, dengan rata-rata 1350-1450 cc. Tinggi tubuhnya juga bervariasi antara 130-150 cm, demikian pula beratnya antara 30-150 kg. Otaknya lebih berkembang, terutama kulit otaknya. Bagian belakang tengkorak, juga membulat dan tinggi, otak kecilnya sudah berkembang dan otot-otot tengkuk sudah banyak mengalami reduksi. Ini disebabkan oleh alat pengunyahnya yang menyusut lebih lanjut, gigi mengecil demikian pula rahang, serta otot-otot kunyahnya dan muka tidak begitu menonjol lagi ke depan. Letak tengkorak di atas tulang belakang sudah lebih seimbang. Berjalan dan berdiri lebih sempurna dan susunan otot sudah jauh lebih sempurna. Jenis ini antara lain:
1 ) Homo Wajakensis (Manusia dari Wajak)
Fosil manusia purba ini pertama kali ditemukan di Tulungagung Jawa Timur, ditemukan oleh B.D. Van Rietschoten pada tahun 1889. Fosil ini merupakan fosil pertama yang dilaporkan ditemukan di Indonesia, bagian tubuh yang ditemukan berupa fosil tengkorak atas dan beberapa ruas tulang leher. Fosil manusia ini digolongkan sebagai homo sapiens.
2 ) Homo Soloensis (Manusia dari Solo)
Homo Soloensis adalah sebuatan bagi Homo (erectus) Soloensis, fosilnya ditemukan oleh Ter Haar pada tahun 1931 di daerah Ngandong, Jawa Tengah, berupa sebelas fosil tengkorak, tulang rahang dan gigi. Saat pertama kali ditemukan fosil manusia purba ini digolongkan sebagai Homo Sapiens dan diberi nama Homo Soloensis oleh W.FF. Oppenoorth.
3 ) Homo Floresiensis (Manusia dari Flores)
Manusia Liang Bua ditemukan oleh Peter Brown dan Mike J. Morwood pada bulan September 2003 lalu. Temuan itu dianggap sebagai penemuan spesies baru yang kemudian diberi nama Homo floresiensis, sesuai dengan tempat ditemukannya fosil manusia Liang Bua. Pada tahun 1950-an, Th. Verhoeven lebih dahulu menemukan beberapa fragmen tulang manusia di Liang Bua. Saat itu ia menemukan tulang iga yang berasosiasi dengan berbagai alat serpih dan gerabah. Tahun 1965, ditemukan tujuh buah rangka manusia beserta beberapa bekal kubur yang antara lain berupa beliung dan barang-barang gerabah.
Diperkirakan Liang Bua merupakan sebuah situs neolitik dan paleometalik. Manusia Liang Bua mempunyai ciri tengkorak yang panjang dan rendah, berukuran kecil, dengan volume otak 380 cc. Kapasitas kranial tersebut berada jauh di bawah Homo erectus (1.000 cc), manusia modern Homo sapiens (1.400 cc), dan bahkan berada di bawah volume otak simpanse (450 cc). Berdasarkan ukuran otak Homo Floresiensis maka beberapa ahli beranggapan bahwa fosil ini merupakan spesies yang lebih primitif dari pada Homo Sapiens dan berada pada variasi Homo Erectus. Namun, pendapat ini ditentang oleh kelompok peneliti seperti Prof. Teuku Jacob dari Universitas Gajah Mada. Menurutnya fosil Liang Bua ini berasal dari kelompok orang Katai Flores, yang sampai sekarang diteliti karena mengalami gangguan pertumbuhan yang disebut “Mikrosefali” (Kepala Kecil). Jadi menurut tim ini sisa manusia dari Liang Bua merupakan nenek moyang manusia Katai Homo Sapiens yang sekarang juga masih hidup di Flores dan termasuk kelompok Australomelanesoid. Kerangka yang ditemukan terbaring di Liang Bua itu menderita Mikrosefali, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil
4) Homo Sapiens (Manusia yang Cerdas)
Manusia jenis ini muncul setelah lenyapnya manusia Homo Soloensis. Manusia ini dapat mencapai pulau-pulau di Indonesia dengan menggunakan perahu. Beberapa contoh mahluk yang termasuk Homo Sapiens adalah: ras Mongoloid, Australoid, Melanesoid, Kaukasoid, Weddoid, dan Kausanoid. Homo Sapiens diperkirakan muncul sekitar 20.000 tahun yang lalu. Mereka hidup dngan cara berburu dan mengumpulkan makanan, seperti akar-akaran, buah, dan sayur-sayuran liar serta kerang. Dalam pengembaraannya, mereka mengelompok sekitar 40-70 orang. Meski hidupnya masih mengembara, mereka mulai mempunyai keinginan hidup menetap. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya bukit-bukit kerang (Kjokkenmodinger) pada bekas tempat tinggal mereka di sepanjang pantai wilayah sumatra. Mereka juga sudah mulai menetap tinggal di gua-gua (abris sous roche).
Ciri Kebudayaan Homo Sapiens
Manusia purba jenis ini belum mengenal cara menyimpan makanan, sehingga saat persediaan makanan habis, akan terjadi paceklik. Masa transisi dari kehidupan mengembara ke kehidupan menetap sudah mulai mengenal sistem pembagian kerja antara pria dan wanita. Tugas para wanita adalah menjaga anak, memasak dan mengumpulkan makanan. Tugas para pria berburu dan menjaga kelompok dari binatang buas. Homo Sapiens adalah jenis manusia baru yang muncul pada masa Mesolithikum atau zaman Batu Pertengahan. Pada masa itu, ada tiga jenis kebudayaan, yaitu Kapak Sumatera (Pabble Culture), kebudayaan Toala (Flakes Culture) dan Kebudayaan Tulang Sampung (Bone Culture).
Perkembangan Homo Sapiens
Secara biologis, Homo Sapiens telah berkembang kedalam lima subspesien, antara lain:
a. Ras Mongoloid, dengan ciri-ciri fisik berkulit kuning, dan hidung pesek. Mereka telah menyebar ke Asia Tenggara dan Timur serta sebagian Asia Selatan.
b. Ras Kaokasoid, dengan ciri fisik berkulit putih, hidung mancung dan bertubuh mancung. Mereka hidup menyebar di dataran Eropa dan Timur Tengah.
c. Ras Negroid, kulit hitam, bibir tebbal, berambut keriting, dan menyebarv di daerah Australia, Afrika dan Papua.
d. Ras Austro Melanesoid, mere hidup di daerah Pasifik dan pulau-pulau diantara Benua Australia dan Asia.
e. Ras Kaukasoid (Ras Indian), merupakan jenis ras berkulit merah yang saat ini menjadi penduduk asli wilayah Amerika (suku Indian).
DAFTAR PUSTAKA
Djoened,Marwati dan Poesponegoro Nugraha, 2009. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I.-cet.3-Edisi Pemutakhiran. Jakarta : Balai Pustaka.
Widianto, Harry, dan Truman Simanjutak,Sangiran di Mata Dunia. Jawa Tengah : DepDikBudPar Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba dan Sangiran.
Hapsari, Ratna dan M. Adil, 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA kelas X. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Tags:
Masa Praaksara