1. Kondisi Geografis Semenanjung Arab
Istilah Arab digunakan untuk menyebut daerah padang pasir “Jazirah Arab”. Sedangkan secara etnis ia digunakan untuk menyebut penduduk yang tinggal di Timur Tengah dan Afrika Utara. Semenanjung Arab merupakan semenanjung barat daya Asia, sebuah semenanjung terbesar dalam peta dunia. wilayah semenanjung Arab luasnya 1.745.900 km², dihuni sekitar empat belas juta jiwa. Arab Saudi dengan luas daratan sekitar 1.014.900 km², berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa; Yaman lima juta jiwa; dan selebihnya tinggal di Kuwait, Qatar, Emirat Arab, Oman, Masqat dan Aden. Menurut para ahli geologi bahwa wilayah semenanjung Arab pada awalnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dataran Sahara (sekarang dipisahkan oleh Lembah Nil dan Laut Merah) dan kawasan berpasir yang menyambung Asia melalui Persia bagian tengah ke Gurun Gobi.
Secara lebih spesifik, jazirah Arab berbatasan dengan Palestina; perkampungan badui Syam; dan Irak di sebelah utara, berbatasan dengan teluk Persia dan teluk Oman di sebelah timur, berbatasan dengan samudera Hindia dan teluk Aden di sebelah selatan, dan berbatasan dengan Babel Mandeb; laut Merah dan terusan Suez di sebelah barat.
Sebagian besar tanah Arab terdiri dari gunung-gunung batu, yang melandai menuju Suriah dan teluk Persia. Diatara gunung yang terkenal di sebelah barat antara lain gunung Sinai, dengan tinggi 2600 meter. Lalu ada gunung-gunung di sebelah Hijaz dan Yaman dengan tinggi rata-rata 2000 meter, dan pegunungan Hadramaut yang terletak di sebelah selatan dengan puncak tertinggi 2400 meter.
Ahli geografi Arab membagi wilayah Arab menjadi lima bagian jika ditinjau dari keadaan tanahnya, yaitu:
1. Tihamah, yaitu daerah dataran rendah yang terbentang lurus di sepanjang pantai Laut Merah, dari Yanbu’ sampai Najran di Yaman. Disebut Tihamah karena panas dan kelembabannya sangat tinggi. Tihamah juga disebut dengan Ghawr karena tanahnya yang rendah jika dibandingkan dengan kondisi tanah di Najd.
2. Hijaz, yaitu daerah yang terletak di sebelah utara Yaman dan sebelah timur Tihamah. Hijaz terdiri dari beberapa lembah yang menembus jajaran pegunungan Saraat yang membentang dari Syiria sampai Najran di Yaman. Disebut Hijaz karena memisahkan Tihamad dengan Najd. Hijaz mempunyai dua kota suci yaitu Mekkah dan Madinah.
3. Najd, yaitu daerah yang membentang antara Yaman di sebelah selatan dan padang pasir Syria di sebelah utara antara Al-Arud dengan perbatasan Irak di sebelah timur. Dinmakan Najd karena ketinggian tanahnya. Najd dibagi menjadi dua, pertama bagian utara yaitu daerah Hail dan sekelilingnya; terkenal dengan nama Nejd al-Hejaz, dan kedua bagian selatan yaitu daerah Arudhm; terkenal dengan nama Nejd al-Yaman.
4. Yaman, membentang dari Najd sampai laut Hindia di sebelah selatan dan sampai Laut Merah di sebelah barat. Daerah Yaman menghubungkan Hadramaut, Shibr dengan Oman di sebelah timur.
5. Al-Arud, terdiri dari Yamama dan Bahrein. Disebut Al-Arud karena terletak melintangi Yaman, Najd dan Irak.
Dari sisi kondisi cuaca, Semenanjung Arab merupakan salah satu wilayah kering dan terpanas. Meskipun diapit oleh lautan di sebelah barat dan timur, laut tersebut terlalu kecil untuk dapat mempengaruhi cuaca Afro-Asia yang jarang turun hujan. Lautan di sebelah selatan memang membawa partikel air hujan, tetapi badai gurun (Samum) musiman menyapu wilayah tersebut dan hanya menyisakan sedikit kelembaban di wilayah daratan. Angin timur (Al-Shaba) yang sejuk dan menyegarkan menjadi tema yang sangat disukai oleh para penyair Arab.
Di Hijaz, tempat kelahiran Islam, musim kering yang berlangsung selama tiga tahun atau lebih merupakan hal yang lumrah. Hujan badai yang singkat dan banjir yang cukup besar terkadang menimpa Mekkah dan Madinah serta beberapa kali hampir meruntuhkan bangunan Ka’bah. Setelah turun hujan, tanaman gurun untuk makanan ternak tumbuh subur. Di sebelah utara Hijaz, oasis terpencil yang paling besar luasnya sekitar 17 km² merupakan sumber kehidupan penduduk satu-satunya.
Keadaan alam berupa padang pasir, hawanya kering dan tanahnya mengandung garam. Tidak didapati satu sungai pun yang terus menerus mengalir dan dapat diarungi. Sebagai ganti sungai-sungai adalah wadi-wadi yang hanya mengandung air pada musim hujan. Manfaat dari wadi selain sebagai sumber air adalah sebagai jalan untuk kafilah-kafilah dan orang-orang yang pergi haji ke Mekkah.
Hamka membagi Jazirah Arab berdasarkan kriteria tanahnya menjadi dua bagian, yaitu tanah yang subur dan tanah yang tandus. Bagian tanah yang kering dan tandus memiliki ukuran yang lebih luas. Adapun wilayah yang subur dan dapat ditanami, antara lain berada di Yaman, Hadramaut, Nejd dan Oman.
2. Jenis-Jenis Bangsa Arab
Para pakar sejarah membagi kaum arab menajdi tiga, yaitu:
a. Arab Ba’idah, yaitu bangsa Arab yang sejarahnya tidak pernah diketahui secara detail. Misalnya kaum Ad, Tsamud, Thasm, Hadramaut dan sebagainya.
b. Arab ‘Aribah, yaitu bangsa arab keturunan Yasyjub bin Ya’rub bin Qahtan. Kebanyakan dari mereka tinggal di Yaman. Adapun dua kabilah yang sangat terkenal dari ‘Aribah adalah Himyar dan Kahlan.
c. Arab Musta’rabah, yaitu Arab keturunan nabi Ibrahim AS.
Menurut Muahammad Hussein Haikal dalam (Iswani, 2012: 59) yang dimaksud Arab Mutsa’rabah, yaitu orang-orang Arab yang mempunyai garis hubungan dengan Arab al-Ariba keturunan Ya’rub bin Qathan dari Yaman. Sedangkan ibu Ismail berasal dari Mesir dan Ibrahim berasal dari Irak dan berpetualang ke Palestina. Pasca Ibrahim, Mekkah dikuasai oleh kabilah Jurhum yang datang dari Yaman karena mencari perlindungan dari persengketaan antar kabilah. Pada akhirnya Ismail menikah dengan salah satu perempuan dari klan Juhrum, dan keturunan Ismail inilah yang kemudian di kenal sebagai Arab Mutsa’rabah.
Untuk memperjelas pembagian bangsa-bangsa Arab, beruikut penjelasan lebih detailnya:
1. Bangsa Arab yang telah punah
Bangsa Arab yang telah punah yaitu satu jenis bangsa Arab yang telah dimusnahkan oleh Tuhan dengan berbagai sebab dari permukaan bumi dan tidak mempunyai keturunan lagi. Bangsa-bangsa itu antara lain:
a. Kaum Aad
Kaum Aad adalah keturunan dari Aad bin ‘Aush bin Iram bin Sam. Mereka berasal dari daerah Ahqaaf Ar-Raml yang terletak diantara Yaman dengan Oman, menuju Hadramaut dan Syihr. Kaum Aad mempunyai wilayah kekuasaan yang luas sampai ke wilayah Syam dan Irak. Dalam kitab A-Qur’an, Tuhan memerintahkan salah satu utusannya yaitu Hud untuk memberi peringatan kepada kaum Aad yang tidak menyembah atau menyekutukan Tuhan. Kaum Aad ada yang mengikuti seruan Hud yang dinamakan dengan Aad al-Ula (Aad Pertama) dan ada pula yang mengikuti seruan Hud yang dinamakan dengan Aad at-Tsaniah (Aad Kedua), kaum Aad al-Ula akhirnya dimusnahkan Tuhan.
Kaum Aad yang selamat kemudian hijrah ke Hadramaut dan ada yang tetap tinggal di Yaman tetapi akhirnya melebur dengan Bani Qathan yang berpindah ke Yaman dari Mesopotamia. Bekas-bekas peninggalan kaum Aad yang sekarang terpendam di bawah pasir Sahara Al-Ahqaf menunjukan tingginya taraf kebudayaan yang telah mereka capai diantaranya bekas kota Irama Zati’il Imad. Di Hadramaut yaitu sebuah kota bernama Qabni Hudi terdapat makam nabi Hud.
Dalam penemuan terbaru, Tim The Aramco Exploration, yaitu sebuah tim yang sedang melakukan explorasi gas di wilayah selatan gurun pasir Arab, menemukan fosil tengkorak manusia dengan ukuran raksasa. Berdasarkan pada cerita Al-Qur’an, diyakini fosil tersebut merupakan fosil kaum Aad.
b. Kaum Tsamut
Menurut (Hamka, 1975: 46) adapun yang dikatakan kaum Tasmut, ialah keturunan dari Tsamut bin Kastir bin Iram. Perkampungan mereka ialah Hijr dan Wadil-Qura, yaitu daerah Hejaz dengan Sam. Rumah-rumah tempat tinggal mereka ialah diatas bukit-bukit batu, yang mereka pahat dengan sebagus-bagusnya. Menurut penelitian terakhir Madani Saleh adalah tempat negeri Hijr itu.
Kaum Tsamut memiliki keahlian arsitektur dan cita rasa seni yang tinggi, sehingga rumah-rumah mereka yang dipahat di gunung-gunung batu memiliki pahatan ukiran dan ornamen yang sangat halus dan indah. Dalam Al-Qur’an, disebutkan Tuhan mengutus Shaleh kepada kaum Tsamut untuk menyembah-Nya. Namun kaum Tsamut mengabaikan seruan Shaleh tersebut, maka Tuhan membinasakan kaum Tsamud dengan puting beliung dan gempa yang dahsyat.
2. Bani Qathan
Bani Qathan yang merupakan Arab ‘Aribah adalah keturunan Ya’rup Ibnu Qathan. Mereka berasal dari Mesopotamia yang kemudian berpindah ke daerah Yaman. Pada waktu itu, di daerah Yaman telah ada kaum Aad at-Tsaniah, sehingga akhirnya mereka berperang. Bani Qathan memenangkan peperangan tersebut, dan mereka akhirnya mendirikan kerajaan-kerajaan, antara lain:
a. Kerajaan Sabaiah
Kerajaan Sabaiah didirikan oleh Saba yang juga merupakan kerajaan pertama dari kerajaan Sabaiah. Raja Saba mendirikan sebuah kota sebagai pusat pemerintahan yang bernama Ma’rib. Di Ma’arib didirkan sebuah bendungan untuk membendung air hujan yang turun selama tiga bulan tiap tahun. Bendungan tersebut mempunyai pintu-pintu yang boleh dibuka dan ditutup sesuai keperluan dan airnya dialirkan ke kanal-kanal. Dengan pengairan yang teratur, Yaman menjadi negeri yang subur. Bendungan air yang didirikan oleh raja Saba dinamakan Saddu Ma’rib.
Diantara raja-rajanya, ada satu raja yang sangat terkenal di dunia, yaitu ratu Bilqis yang hidup pada zaman Sulaiman. Al-Qur’an menceritakan bahwa karena kesuburan negerinya kaum Sabaiah akhirnya berpaling dari menyembah Tuhan, maka Tuhan menghancurkan kaum Sabaiah dengan air bah yang sangat dahsyat. Kota Ma’rib akhirnya hancur dan penduduknya yang selamat menyebar di seluruh semenanjung Arab.
b. Kerajaan Himyariyah
Menurut (Iswanti, 2012: 65) kerajaan Himyariyah didirikan setelah runtuhnya kerajaan Sabaiah oleh suku Himyar, yaitu satu cabang dari kaum Saba yang berpusat di Sari’a. Raja terakhir dari kerajaan Himyariyyah adalah Yusuf Zu Nuas yang menganut agama Yahudi. Pada 534 M, Yusuf Zu Nuas memaksa rakyatnya yang beragama Masehi untuk berpindah ke agama Yahudi dan rakyatnya yang berjumlah sekitar 12.000 orang yang tidak mau tunduk akhirnya di bakar.
Kerajaan Himyariyyah runtuh karena serangan Aryath atas perintah dari Negus, dan berdirilah kekuasaan Habasyah. Salah satu tokoh yang tekenal dari Habasyah adalah Abrahah yang mendirikan sebuah gereja Qaliys di Shan’ak dengan maksud menyaingi Ka’bah yang ada di Mekkah yang pada waktu itu menjadi poros ibadah haji. Namun usaha Abrahah ternyata gagal, dan akhirnya ia menyerang Ka’bah pada tahun yang sama dengan saat Muhammad lahir. Dan kali ini pun usaha Abrahah juga gagal karena pasukannya tiba-tiba terkena penyakit cacar.
3. Bani Ismail
Bani Ismail adalah semua keturuanan Ismail, hasil hubungan Ibrahim dengan istrinya yang budak, Hajar. Sewaktu kecil Ismail dan Hajar dibawa oleh Ibrahim ke daerah Hijaz dan didiamkan di wadi Mekkah. Daerah itu menjadi ramai setelah di temukannya sebuah sumur dengan air yang tidak pernah kering hingga sekarang yang dinamai sumur Zam-Zam, yang diyakini oleh umat Islam keluar setelah bayi Ismail menghentak-henatkan kakinya ke tanah karena kehausan. Ismail hidup dengan kabilah Jurhum dan menikahi salah satu perempuan kabilah Jurhum.
Di Mekkah, oleh Ibrahim dan Ismail didirakan sebuah bangunan berbentuk kubus yang kemudian dinamai Ka’bah, yang menjadi pusat ibadah haji umat Islam sampai sekarang ini. Ismail mempunyai anak sebanyak 12 orang yang masing-masing mempunyai keturuan. Namun diantara kedua belas keturunannya itu, hanya Adnan lah yang terus lestari, sehingga Bani Ismail sering juga dinamakan Bani Adnan. Dan dari salah-satu keturuanan Adnan lah, Muhammad lahir dan meneruskan ajaran-ajaran Ibrahim dan Ismail.
3. Kehidupan Sosial, Ekonomi dan Budaya Bangsa Arab Pra Islam
Dalam bidang budaya, watak seni orang Arab pra Islam dituangkan ke dalam satu media, yaitu ungkapan. Jika orang Yunani mengungkapkan seni melalui patung dan arsitektur, maka orang-orang Arab pra Islam mengungkapkannya dalam bentuk syair. Daerah Arab utara bahkan sangat memulikan syair, menurut (Hamka, 1997: 105) dengan syair itulah mereka dapat melepaskan kesedihan yang tertahan, yang menggelora dalam jiwa dan raga, terutama dalam perjuangan dan pertempuran.
Diantara para penyair terkenal zaman itu antara lain, Zuhair; Amru Qiys; Al-Harst; Intarah; ‘Amr; dan Lubaid, yang syair-syairnya banyak digemari dan digantung di dinding-dinding Ka’bah sebagai barang dagangan yang mewah. Budaya orang Arab pra Islam dalam hal syair juga terlihat dari kebiasaan mereka berkumpul di Khaimah, atau di luarnya jika terang bulan, untuk mendengarkan syair-syair dari para penyair terkenal tersebut. Dan prestise suatu suku juga dapat dinilai dari seberapa banyak mereka memiliki seorang penyair di dalam sukunya.
Seorang penyair selain menjadi dukun, penuntun, orator dan juru bicara kaumnya juga merupakan seorang sejarawan dan ilmuan. Orang-orang Baidah mengukur kecerdasan seseorang berdasarkan puisinya. Sebgai seorang sejarawan dan ilmuan sukunya, seorang penyair sangat memahami geneologi dan dongeng-dongeng rakyat, mengenal prestasi dan pencapaian sukunya pada masa lalu, mengetahui hak-hak mereka, serta mengenali padang rumput dan batas-batas wilayah mereka. Puisi pada masa Arab pra Islam memiliki signifikansi historis yaitu sebagai bahan utama untuk mengkaji perkembangan sosial yang terjadi pada saat puisi-puisi tersebut dibuat.
Ada berbagai macam kepercayaan orang-orang Arab pra Islam, ada yang berpegang kepada ajaran Ibrahim, ada yang menyembah berhala, menyembah matahari dan bulan, manyembah bintang, ada orang-orang Zindiq yaitu orang-orang yang tidak suka diikat oleh sebuah agama, ada yang menyembah api, dan ada juga agama keturunan kitab yaitu Yahudi dan Nasrani.
Diantara para penyembah berhala, ada tiga berhala yang pada masa itu sangat terkenal, yaitu Lata, ‘Uzza dan Manat. Yang menarik dari kepercayaan para penyembah berhala, adalah mereka tidak menganggap berhala-berhala itu sebagai Tuhan tapi hanya sebagai alat perantara, karena mereka menganggap sebuah hal yang tabu jika mereka langsung menghadap Tuhan tanpa sebuah perantara.
Agama Yahudi masuk ke tanah Hijaz setelah mereka diusir oleh bangsa Sirain dan Romawi dari negeri mereka. Agama Yahudi banyak diterima oleh bangsa Arab, terutama berkembang pesat di Khaibar diantara Qabilah Bani Quarizah, Nadlir dan Quaniqa’. Sementara itu untuk agama Nasrani masuk dari Romawi dibawa oleh anggota pemerintahan Kerajaan Ghassan yang melawat ke jazirah Arab untuk berdagang. Agama Nasrani pada waktu itu terpecah menjadi beberapa gereja, antara lain Natsuriah yang berkembang di Hirah dan Ja’aqibah yang berkembang di Syam.
Salah satu istilah yang terkenal mengenai konteks sosial masyarakat Arab pra Islam, yaitu al-Jahiliyyah. Bagi sebagian kalangan, al-Jahiliyyah diartikan sebagai komunitas orang yang bodoh, tidak berpendidikan. Mereka hanya memahaminya dari segi kebahagiaannya. Sementara bagi sebagian kalangan lainnya, al-Jahiliyyah diartikan sebagai masyarakat yang hanya tidak mempunyai otoritas hukum, nabi dan kitab suci; sedangkan untuk kebudayaan mereka merupakan masyarakat yang maju. Jika melihat kebudayaannya, maka akan lebih tepat jika Jahiliyyah dimaknai bukan dalam konteks literal, melainkan mengacu pada kenyataan masyarakat Arab pra Islam yang lebih dekat pada kenyakinan polytheisme.
Dalam hal ekonomi, masyarakat Arab pra Islam merupakan pedagang-pedagang handal. Mereka dapat membangun hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain di luar jazirah Arab. Dalam hal perdagangan, suku Quraisy merupakan pemegang ororitas tertinggi perekonomian di Mekkah yang pada abad ke-5 menjadi pusat perdagangan yang berpengaruh di jazirah Arab. Mereka sering berdagang ke Yaman pada musim dingin dan akan pergi ke Mesir dan Yordania pada musim panas. Di mekkah sendiri terdapat pasar tahunan yang biasa digelar di Ukadz. Pasar ini terletak di daerah antara Mekkah dan Thaif. Pasar ini akan ramai ketika musim haji tiba.
Dalam aspek sosial, masyarakat Arab pra Islam dikenal sebagai masyarakat yang gemar berperang. Banyaknya suku-suku yang ada di Arab, menyebabkan mereka sering terlibat konflik. Ditambah dengan tidak adanya norma, hukum, dan nabi di tengah-tengah mereka, maka peperangan merupakan hal yang biasa terjadi. Akar sebab dari konfilk itu sendiri biasanya soal hewan ternak, padang rumput, dan mata air.
Konteks sosial tersebut merupakan salah satu cara masyarakat Arab bertahan hidup, khususnya bagi orang-orang Baidah. Pada saat hidup dalam kelaparan, maka cara terbaik untuk mempertahankan hidup adalah berperang. Bahkan hal tersebut menjadi salah satu ekspresi keberagaman mereka dalam ranah sosial. Meskipun demikian, satu hal yang perlu mendapat apresiasi bahwa mereka juga tidak menjadikan persengketaan sebagai tradisi yang permanen, terutama jika ada pihak ketiga yang lebih netral.
Daftar Pustaka
Amstrong, Karen. 2004. Islam: A short History. Surabaya: Ikon Teralitera.
Hamka. 1979. Sejarah Umat Islam Jilid 1. Jakarta: Bulan Bintang.
Isawati. 2012. Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat) Jilid 1. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Toynbee, Arnold. 2004. Sejarah Umat Manusia: Uraian Analisis, Kronologis, Naratif, dan Komparatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tags:
Sejarah Internasional