PERJANJIAN RENVILE



A. Awal mula terajadinya Perjanjian Renville

Perbedaan tafsir antara Indonesia- Belanda berkaitan dengan isi naskah perundingan Linggar jati pada akhirnya melahirkan Agresi Militer Belanda I. Agresi dilancarkan pada tanggal 21 juli 1947. Peristiwa itu telah membuka mata dunia sehingga masalah Indonesia dimasukkan kedalam acara sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 31 juli 1947. Negara-negara yang baru lahir setelah perang Dunia II pada umumnya mempunyai kondisi politik yang sangat lemah, sehingga Negara dan bangsanya mudah di peralat oleh Negara lain yang lebih kuat, keadaan seperti ini juga melanda kehidupan politik di Indonesia.

Persaingan antara Amerika dan Uni Soviet untuk menyebarluaskan paham masing-masing mewarnai kehidupan setelah perang Dunia II. Dalam usahanya untuk memperoleh pengaruh Indonesia, Amerika Serikat melibatkan diri dalam perjanjian renville, untuk mengawasi pelaksanaan penghentian tembak-menembak dan mencari penyelesaian secara damai, dewan keamanan PBB membentuk KTN ( Komisi Tiga Negara) yang terdiri atas Australia Richard Kirby ( yang mewakili Indonesia ), Belgia Paul van Zeeland ( yang mewakili Belanda), dan Amerika Serikat Dr. Frank B. Graham sebagai pihak penengah. Pada bulan Januari 1948 tercapai suatu persetujuan baru di atas kapal Amerika USS Renville dipelabuhan Jakarta. Persetujuan ini mengakui suatu genjatan senjata disepanjang apa yang disebut sebagai garis Van Mook suatu garis buatan yang menghubunngkan titik titik terdepan pihak Belanda. Walaupun dalam kenyataannya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai republic di belakangnya. Walaupun persetujuan ini tampaknya seperti kemenangan besar pihak Belanda dalam perundingan namun tindakan yang bijaksana dari pihak republic dalam menerima persetujuan itu ( suatu tindakan yang sebagian didorong oleh kurangnya amunisi di pihak Republik) menyebabkan mereka memenangkan kemauan baik Amerika yang sangat menentukan. ( Ricklefs, H.C. 1989 :340 ) .
Bahkan Amerika juga menyediakan fasilitas tempat dalam perundingan Indonesia-Belanda, yaitu di atas sebuah kapal perang Angkatan Laut Amerika,”USS Renville”. Untuk mengatasi kemacetan perundingan ini KTN mengajukan usul baru, supaya masing-masing pihak berunding dulu dengan KTN. Kedua belah pihak setuju dan diadakan perundingan pendahuluan dengan KTN. Dari hasil perundingan itu maka KTN dapat menyimpulkan bahwa persetujuan linggar jati dapat di jadikan dasar perundingan. Namun terdapat kesulitan yakni mengenai gencatan senjata.(Sejarah Nasional Indonesia : 142).


B. Pelaksanaan Perjanjian Renvile 


Perundingan Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947. Berikut ini adalah pihak-pihak yang menghandiri Perundingan Renville:

1. PBB sebagai mediator, diwakili oleh Grank Graham (ketua) dan Richard Kirby (anggota).

2. Delegasi Belanda, diwakili oleh R. Abdul Kadir Wijoyoatmodjo (ketua).

3. Delegasi Indonesia, diwakili oleh Mr. Amir Syarifuddin (ketua).

Perundingan ini berjalan alot, karena kedua pihak berpegang teguh pada pendiriannya masing-masing. Meski perundingan berlangsung alot, akhirnya pada tanggal 17 Januari 1948 naskah Persetujuan Renville berhasil ditanda tangani di atas kapal Renville yang berlabuh di tanjung priok, Jakarta .

Isi perjanjian Renville adalah: 

1. Pembentukan dengan segera Republik Indonesia Serikat (RIS)

2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk

3. RI akan merupakan bagian dalam RIS 

4. Akan diadakan plebisit ( pemungutan suara ) untuk menentukan kedudukan politik rakyat Indonesia dalam RIS dan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS

5. Akan di bentuk Uni- indonesi Belanda dimana kepalanya adalah Raja Belanda

6. TNI harus ditarik m undur dari kantong-kantong repub;ik di wilayah jawa barat dan jawa timur, untuk masuk ke wilayah Republik Indonesia di Yogyakarta.

C. Dampak Perjanjian Renville 

Penghinaan dari aksi polisional pertama dan persetujuan renville yang mengikutinya menyebabkan jatuhnya pemerintahan Amir Syarifuddin. Anggota- anggota PNI dan Masyumi dalam kabinetnya meletakkan jabatan ketika persetujuan Renville ditandatangani, kemudian Amir meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948. Dia mungkin menginginkan cabinet baru yang beraliran kiri untuk menggantikannya, tetapi Soekarno berpaling ke arah lain. Ia menunjukkan Hatta untuk membentuk suatu cabinet presidential darurat, yang bertanggung jawab kepada KNIP melainkn kepada Soekarno sebagai Presiden. Para anggota kabinetnya berasal dari golongan tengah, terutama terdiri dari orag- orang PNI, Masyumi, dan tokoh- tokoj yang tidak berpartai. Amir dan sayap kiri kini menjadi pihak oposisi. Para pengikut Syahrir mempertegas perpecahan mereka dengan pengkut- pengikut Amir dengan jalan membentuk Partai sendiri, partai sosialis Indonesia (PSI ), pada Bulan Februari 1948 dan memberikan dukungan mereka kepada pemerintahan Hatta. ( Ricklefs, H.C. 1989 :340) 

Sementara itu, pihak Belanda terus bergerak maju dengan cara mereka membentuk negera Negara Federal di wilayah-wilayah yang telah direbutnya tetapi hanya memperoleh sedikit keberhasilan. Karena kemauan baik yang mereka dapatkan sedang hilang dengan cepat. Pada Bulan Desember 1947 mereka membentuk Negara Sumatera Timur, pada Bulan Februari 1948 Negara Madura dan Negara Jawa yang dinamakan Pasundan, pada Bulan September 1948 negara Sumatera Selatan. Pada Bulan November 1948 negara Jawa Timur, dan begitu seterusnya sampai terdapat 15 negara federal di seluruh wilayah yang telah berhasil mereka rebut. 

Pada bulan Maret 1948 van Mook mengumumkan pembentukan suatu pemerintahan sementara untuk Indonesia yang berbentuk federal dengan dirinya bertindak sebagai Presiden. Pada Bulan Juli pihak belanda membentuk Majelis Permusyawaratan Federal( Bijeenkomst Voor Federale Overleg) yang terdiri dari pemimpin Negara Federal. Mereka bermaksud membentuk suatu Negara Indonesia Serikat yang berbentuk Federal dengan atau tanpa persetujuan Republik pada akhir tahun itu. Akan tetapi, di dalam Negara Negara Federal terhadap perasaan Pro Republik yang begitu besar dikalangan elit dan dukungan yang tidak begitu besar terhadap federalism dikalangan rakyat. Oleh karena itu, pihak Belanda mempertimbangkan lebih jauh dalam mempertimbangkan suatu penyelesaian terakhir secara militer. ( Ricklefs, H.C. 1989 :340)

Keadaan di dalam republik di Jawa pada tahun 1948 sangat kacau. Kekuasaan Republik secara efektif telah terdesak kewilayah pedalaman Jawa Tengah yang sangat padat penduduknya dan kekurangan beras dimana penderitaan semakin meningkat sebagai akibat Blokade Belanda dan masuknya sekitar enam juta pengungsi dan tentara republik. Pemerintahan Republik mencetak lebih banyak Uang lagi untuk menutup biaya dan inflasipun menjolak. Akan tetapi tindakan ini bukan tanpa akibat akibat yang mengutungkan. Dengan meningkatnya inflasi dan harga beras maka meningkat pula penghasilan para petani dan hutang mereka dapat dilunasi, sementara penghasilan para pekerja merosot. Akibatnya adalah terjadi menyamaraataan yang memperbaiki nasib kaum tanisecara relatif hingga mengurangi desakan dari bawah bagi perubahan sosial secara besar besaran. Kekcauan juga terjadi ditapanuli ( Sumatera Utara ), dimana satuan- satuan Republik yang sedang bergerak mundur bergerombol dan terjadilah semacam perang saudara diantaa pasukan pasukan Republik yang bersaing. ( Ricklefs, H.C. 1989 :341)

Golongan kiri yang berada dipemerintahan luar Republik memulai suatu usaha yang menimbulkan bencana untuk mendapatkan kembali kekuasaan dibawah pimpinan amir Syarifuddin. Pada bulan Februari Koalisi Sayap kiri brganti nama Front demokrasi Rakyat dan mencela persetujuan renfil yang sebenarnya dirundingkan sendiri oleh pemerntahan Amir. Front tersebut berusaha membentuk organisasi organisasi petani dan buruh, tetapi usaha itu hanya sedikit mencapai keberhasilan. Pada bulan Mei 1948 dimulailah suatu pemogokan pada pabrik tektil milik negara di Delanggu ( Jawa Tengah), dan dalam tindak kekerasan yang mengikutinya tampak jelas bahwa basis Front tersebut di wilayah pedasaan lebih merupakan soal identitas kemasyarakatan daripada masalah kelas sosial atau ideologi. Para buruh abangan yang mendukung Front itu mendapat serangan dari para santri pengikut masyumi yang didukung satuan Sas=tuan Hizbullah. Pada bulanJuli pemogok tesebut berhasil diakhiri dengan syarat syarat yang menguntungkan pihak yang melakukan pemogokan, tetap iki terbukti bahwa siasat siasat politik pusat sudah terlibat dalam ketegangan kemasyarakatan di desa-desa Jawa. (Ricklefs, H.C. 1989 :342)

Sementara itu, telah terjadi suatu gerakan militer yang kritis. Sesuai dengan persetujuan Renville, maka kolonel Nasution memimpin 22. 000 Prajurit Siliwangi Keluar dari wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda menuju Wilayah Jawa Tengah yang dikuasai Republik pada Bulan Februari 1948. ( Ricklefs, H.C. 1989 :342) 

Perjanjian Renville mengakibatkan banyak kerugian di pihak Indonesia, bagi pihak Indonesia kerugian yang paling dirasakan ialah:

1. Keharusan tentara untuk meninggalkan posisi yang sebelumnya menjadi kantong-kantong republik, seperti ribuan tentara dari Divisi Siliwangi di Jawa Barat harus hijrah ke Jawa Tengah untuk mematuhi perjanjian renville. 

2. Wilayah Indonesia jelas semakin sempit. Belanda hanya mengakui wilayah RI atas Jawa Tengah , Yogyakarta, Sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra.

3. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) melalui masa peralihan. Sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk, Belanda berdaulat penuh atas seluruh wilayah Indonesia

4. Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan pemimpin RI yang mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara ke BelandaPerekonomian Indonesia diblokade oleh Belanda.

Untuk mengatasi kemelut yang terjadi maka presiden soekarno mengambil langkah dengan menunjuk Muhammad Hatta sebagai perdana menteri. (http://buihkata.blogspot.com/2013/09/sejarah-dan-isi-perundingan-renville.html)

DAFTAR PUSTAKA


Ricklefs, M.C. 1999. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Post a Comment

Previous Post Next Post