Dalam salah satu mitos yang akan saya uraikan kali ini adalah mitos yang sudah mengakar di daerah Dataran Tinggi Dieng. Kalau kita mendengar tentang dataran tinggi dieng sendiri mestilah kita bisa menebak-nebak tentang tempat tersebut. Dataran tinggi Dieng adalah sebuah tempat destinasi wisata yang sangat unik dan mengagumkan dengan keunikanya sendiri diantaranya adalah Mitos-mitos yang berhubungan dengan tempat tersebut diantaranya Tentang Kawah Sikidan dan Fenomena anak rambut gembel yang akrab sekali dengan daerah tersebut. Dalam tulisan ini saya akan mengulas tentang kedua hal ersebut.
Sedikit mengulas tentang Dataran tinggi Dieng. Dataran Tinggi Dieng terbentuk akibat letusan Gunung Prahu Tua yang terjadi berabad-abad yang lalu. Meski sudah terjadi berabad-abad yang lalu, aktivitas vulkanis di kawasan ini masih tetap terjadi. Salah satu buktinya adalah Kawah Sikidang yang sampai saat ini menjadi salah satu tempat wisata yang seriing dikunjungi jika berwisata di Dataran Tinggi Dieng.
Kawah Sikidang sendiri tepatnya terletak di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Kawah Sikidang memiliki keunikan dibandingkan kawah-kawah lain baik yang ada di Dataran Tinggi Dieng maupun di tempat lain. Kawah utama di kawasan ini berpindah-pindah.
Saat memasuki kawasan kawah, akan terlihat beberapa lubang besar yang mengeluarkan asap tidak terlalu tebal. Menurut pihak yang menangani tempat tersebut, lubang-lubang besar tersebut merupakan kawah utama di masa lalu. Sementara, kawah utama saat ini berada agak jauh dari pintu masuk. Dari pintu masuk, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 1 kilometer untuk sampai di kawah utama. Jalan menuju kawah utama sendiri juga agak sulit dan terjal dan banyak sekali air panasa yang seketika dapat terinjak. Selain itu, di sekitar kawasan ini, masih terdapat beberapa kawah kecil yang diperkirakan suatu saat akan menjadi kawah utama menggantikan kawah utama saat ini. Karena letak kawah utama yang berpindah-pindah inilah kawasan ini diberi nama “sikidang”, yang berasal dari “kidang”. Kawah utama yang berpindah-pindah disamakan dengan sifat kijang yang senang melompat ke sana-ke mari.
Kawah sikidang memiliki Legenda mengenai kawah ini. Pada masa lalu, di sekitar kawasan ini, hiduplah seorang gadis cantik yang bernama Shinta Dewi. Kecantikan Shinta Dewi tersebar ke penjuru daerah sehingga banyak pemuda yang ingin meminangnya. Sayang, tidak ada yang berhasil meminang Shinta Dewi karena gadis cantik tersebut memiliki sifat yang agak sombong dan suka mencari kesempurnaan yang lebih dari yang apa dia inginkan, selain itu setiap ada lamran dia selalu meminta mas kawin dalam jumlah besar yang jarang sekali laki-laki yang ingin meminangnya merasa keberatan.
Pada suatu hari, Sang Ratu di datangi oleh seorang raja yang terkenal sakti, kaya raya, dan bertubuh tinggi besar. Namanya Raja Kidang Garungan. Karena tertarik akan kecantikan Sang Ratu, Raja tersebut bermaksud meminang untuk dijadikan permaisuri. Mendengar ada seorang raja kaya dan sakti yang akan meminangnya, hati Ratu sangat gembira. Untuk mewujudkan harapannya, dengan cepat Sang Ratu keluar istana. Ia ingin melihat sang calon suami, apakah sesuai dengan keinginan hatinya atau tidak.
Karena Raja Kidang Garungan berbadan tinggi besar, saat Ratu keluar yang dilihatnya pertama kali adalah mulai dari bagian kaki dan terus mendongan ke bagian atas. Akan tetapi, pada saat melihat kepala Sang Raja, Ratu sangat ketakutan dan menjadi tidak suka karena ternyata kepala Sang Raya bukannya kepala manusia seperti umumnya, melainkan kepala hewan berupa kijang, hanya tubuhnya saja yang berbentuk manusia.
Ratu merasa sangat kecewa, tapi dengan keadaan yang seperti itu ia tidak berani menolak pinangannya dikarenakan Sang Raya sangat sakti. Oleh karena itu, pada saat menjawab lamaran Sang Raja, Ratu pun bersiasat. Sebelum lamaran Sang Raja diterima, ia lebih dulu harus memenuhi syarat Sang Ratu, yaitu membuatkan lubang yang sangat dalam di hadapan Ratu dan tentaranya. Syarat itu disanggupi, dan Sang Raja langsung membuat lubang yang sangat dalam dengan kesaktiannya.
Akan tetapi, Ratu beserta tentaranya langsung menimbun sumur itu dengan cepat. Tinggalah Sang Raja tertimbun di dalam lubang yang dalam itu. Ia berusaha keluar, namun tidak bias. Kemudian di dalam kemarannya Sang Raja mengeluarkan kesaktiannya yang menyebabkan permukaan bumi/tanah bergetar dan terjadi ledakan yang membentuk kawah. Berkali-kali ia mencoba di lokasi yang berbeda, seolah tampak seperti jejak hewan kijang yang melompat dan lari. Oleh karena itu, kawah ini diberi nama Kawah Sikidang (Sikijang).
Setelah itu Raja Kidang Garungan tetap di dalam lubang yang sangat dalam dan tidak bisa keluar karena Ratu Sintha Dewi. Karena murka dan kecewa, kemudian Sang Raja mengeluarkan kutukan bahwa seluruh keturunan Sang Ratu akan berambut gembel (gimbal). Maka pada saat itu saat sang Ratu mempunyai keturunan selalu memiliki rambut yang tidak normal, yaitu berambut tebal atau gembel. Yang kini masayrakat yakini bahwa anak yang memiliki rambut gembel adalah keturunan dari sang Ratu yang telah mendapatkan kutukan dari Raja Kidang Garungan.
Anak-anak asli Dieng yang berusia 40 hari sampai 6 tahun memiliki rambut gimbal yang alami dan bukan diciptakan. Anak gimbal tersebut awalnya terserang demam dengan suhu tubuh sangat tinggi disertai menggigau waktu tidur (ngromet). Gejala tersebut tidak bisa diobati sampai akhirnya normal dengan sendirinya namun rambut sang anak akan berubah menjadi gimbal. Rambut gimbal anak-anak tersebut ada yang beberapa helai tergulung di belakang, tertutupi rambut halus di bagian luar. Ada pula yang menggumpal gimbal dan tebal seperti rambut kusam yang tak pernah dicuci.
Anak-anak gimbal ini juga kadang bertingkah tidak seperti anak seumurannya karena sering menyendiri. Masyarakat setempat percaya bahwa saat anak tersebut menyendiri adalah tengah bercengkerama dengan teman gaibnya. Mereka tidak berani melanggar pantangan-pantangan menyangkut mitos anak gembel ini, seperti memotong rambut gimbal tersebut sebelum si anak meminta untuk dipotong. Apabila dilanggar maka akan mengakibatkan si anak sakit dan rambut pun kembali gimbal.
Rambut gimbal sendiri baru bisa dipotong setelah adanya permintaan dari anak bersangkutan. Ada juga permintaan dari si anak yang harus dipenuhi dan keinginan ini pun tidak bisa diintervensi pihak lain termasuk oleh orang tuanya. Permintaan tersebut harus dipenuhi, tidak boleh kurang atau lebih. Kadang si anak bisa meminta apa saja, belum lagi pelaksanaan Ruwatan Gembel atau ritus pemotongan rambut gimbal yang membutuhkan biaya cukup besar. Kadang apabila permintaan si anak tidak dikabulkan maka si anak akan kembali sakit dan rambut gimbalnya kembali tumbuh.
Sebelum upacara pemotongan rambut, akan dilakukan ritual doa di beberapa tempat agar upacara dapat berjalan lancar. Malam harinya akan dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu pencucian pusaka yang dibawa saat kirab anak-anak rambut gimbal untuk dicukur. Keesokan harinya baru dilakukan kirab menuju tempat pencukuran. Perjalanan dimulai dari rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di dekat Sendang Maerokoco atau Sendang Sedayu. Selama berkeliling desa anak-anak rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, para tokoh masyarakat, kelompok-kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat.
Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian anak gimbal di sumur Sendang Sedayu atau Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara Darmasala komplek Candi Arjuna. Setelah selesai, anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat pencukuran. Saat upacara pencukuran akan dipersembahkan sesajian berupa kepala ayam, tempe gembus, kambing etawa, marmut, dan sesajian lainnya yang berasal dari hasil bumi sekitaran Dataran Tinggi Dieng.
Sebelum pencukuran, kesenian tradisional akan menghibur anak-anak gimbal dan masyarakat. Saat tiba waktunya pemotongan rambut maka satu -persatu anak gimbal dipanggil. Di antara mereka ada yang merasa ketakutan dan ada juga yang ceria dalam suasana ramainya pengunjung. Orang tua si anak gimbal percaya bahwa ritual ini dapat membebaskan anak mereka dari segala penyakit dan mendatangkan rezeki. Proses pemotongan rambut anak gimbal akan berlangsung sekitar 30 menit bertempat di depan Candi Arjuna. Pencukuran rambut gimbal ini dilakukan tokoh masyarakat didampingi pemandu dan pemangku adat.
Berikutnya upacara akan dilakukan menyerahkan benda atau hal yang diminta si anak gimbal sebelumnya. Para abdi upacara selanjutnya akan menghanyutkan potongan rambut gimbal ke Telaga Warna yang mengalir ke Sungai Serayu dan berhilir ke Pantai Selatan di Samudera Hindia. Pelarungan potongan rambut gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian bala (kesialan) yang dibawa si anak kepada para dewa. Ada kepercayaan bahwa anak-anak gimbal ini ditunggui jin dan pemotongan rambut tersebut akan mengusir jin keluar dari tubuhnya sehingga segala bala akan hilang dan rezeki pun datang.
Tags:
sosial dan budaya