INDONESIA BERBENTUK FEDERAL

A. KONSTITUSI RIS

Pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949, delegasi dari negeri Belanda, Republik Indonesia dan BFO mengadakan pertemuan di Den Haag, dan dengan bantuan penting dari komisi PBB untuk Indonesia, pada akhirnya membuahkan suatu persetujuan. Persetujuan ini menetapkan bahwa penyerahan kedaulatan penuh dan tak terkekang oleh Negeri Belanda akan diberikan paling lambat pada tanggal 30 Desember 1949, meliputi seluruh teritorial yang dulunya merupakan Hindia Timur Belanda kecuali New Guenea Barat, kepada Republik Indonesia Serikat, suatu pemerintahan federal yang terdiri dari Republik Indonesia dan 15 kesatuan politik yang sudah didirikan oleh Belanda. Karakter sementara pemerintah Indonesia ini ditetapkan oleh suatu konsep undang-undang dasar yang dirancang oleh orang-orang Republik dan delegasi-delegasi Federalis yang menghadirikonferensi tersebut, atas dasar persetujuan yang dicapai antara wakil-wakil mereka dalam konferensi-konferensi inter-indonesia yang dilaksankan di Bataviadan Yogyakarta pada akhir Juli dan permulaan Agustus. Di dalam federasi ini, teretorial Republik Indonesia yang benar-benar merupakan kesatuan bagian yang paling besar, akan memiliki batas-batas yang ditetapkan setelah perjanjian Renville, sebelum Desember 1948. Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia ini akan dilaksanakan segera, tanpa periode pemerintah sementara yang dibantu Belanda seperti yang dulu pernah direncanakan.

Karakter dari Uni-Indonesia-Belanda yang ditetapkan oleh Persetujuan Konferensi Den Haag jelas mengecewakan mayoritas opini di negeri Belanda yang lebih menyukai Uni yang “ketat” atau “kuat”. Dalam kenyataan uni ini lebih merupakan suatu lembaga tertulis tanpa kekuasaan atau unsur yang nyata. Uni ini merupakan suatu persetujuan untuk saling berunding tentang masalah-masalah kepentingan umum. Meskipun Ratu Negeri Belanda diangkat sebagai “Ketua Uni” ini, Ratu sama sekali tidak mempunyai kekuasaan sebagai ketua dan hanya untuk mewujudkan semangat kerjasama antara kedua belah pihak. Semua persyaratan yang panjang untuk kerjasama kedua belah pihak harus dibaca dengan bantuan pasal pertama Undang-Undang Dasar Uni yang merupakan penjabaran yang paling jelas dan murni dari karakter Uni tersebut. Disini tertulis : “(1) Uni Indonesia-Belanda mengadakan kerjasama terorganisir antara kerajaan Belanda dan Republik Indonesia Serikat berdasarkan kemauan bebas dan persamaan status dengan hak-hak yang sama; (2) Uni tidak meremehkan kedudukan masing-masing pihak sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

Pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir. Soekarno. Ir. Soekarno terpilih sebagai Presiden RIS pada tanggal 16 Desember 1949 dan pada tanggal 17 Desember Presiden RIS diambil sumpahnya. Pada tanggal 20 Desember 1949 Kabinet RIS yang pertama di bawah pimpinan Moh . Hatta selaku Perdana Menteri, dilantik oleh Presiden. Akhirnya, pada tanggal 23 Desember delegasi RIS yang dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta berangkat ke Nederland untuk menandatangani piagam penyerahan dan pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda, 

Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi (Pasal 1 ayat 1 Konstitusi RIS). Di dalam penyelenggraan pemerintahan negara ini, Presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi tanggungjawab kebijaksanaan pemerinttah adalah di tangan menteri-menteri, baik secara bersama-sama untuk seluruhnya, maupun untuk bagiannya masing-masing Pasal 118 Konstitusi RIS.

Di samping DPR ada Senat. Senat adalah merupakan utusan-utusan yang mewakili negara/daerah bagian, oleh karena itu anggota-anggota Senat ini ditunjuk oleh pemerintah negara/daerah bagian yaitu 2 orang untuk masing-masing negara/daerah bagian (psl 80). Konferensi meja bundar ( KMB ) yang berlangsung 23 agustus- 2 november 1949 menghasilkan 3 buah persetujuan pokok yaitu : (a) Didirikannnya Negara Republik Indonesia Serikat (RIS), (b) pengakuan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, (c) didirikannya uni Indonesia-Belanda.

Sementara itu untuk RIS yang akan didirikan,akan dibuatkan Rancangan Undang-undang Dasar oleh delegasi Republik Indonesia bersama-sama dengan delegasi Bijeenkomst Voor Federal Overleg (BFO). Setelah Rancangan Undang-undang itu dibuat dan setelah disetujui oleh kedua belah pihak,kemudian undang-undang dasar tersebut mulai diberlakukan pada tanggal 27 desember dan undang-undang dasar ini diberi nama “ Konstitusi Republik Indonesia Serikat”. Kehadiran konstitusi RIS yang terdiri dari : mukadimah ,197 pasal dan sebuah lampiran yang diberlakukan sejak mulai tanggal 27 Desember 1949 telah mengubah secara mendasar konstelasi ketatanegaraan.

Mengenai bentuk Negara ini dalam konstitusi RIS ditentukan dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi”, 


B. SISTEM KABINET RIS

Untuk melaksanakan tugas pemerintahan sehari-hari maka Presiden Sukarno dibantu oleh menteri-menteri. Menteri-menteri ini dipimpin oleh Drs. Muh. Hatta sebagai PM tetapi bertanggungjawab kepada Presiden. Dalam Konstitusi RIS ditentukan bahwa penyusunan Dewan Menteri dilakukan oleh tiga orang formatur bersama Presiden dan salah seorang formatur akan menjadi Perdana Menteri. Seorang menteri berdasarkan Konstitusi RIS minimal berusia 25 tahun dan tidak kehilangan hak pilihnya. Beberapa pasal yang mengatur tentang kementerian antara lain :

Pasal 75 mengatur pembagian tugs-tugas menteri

Pasal 76 mengatur tentang tata cara persidangan kabinet

Pasal 77 mengatur sumpah dan janji menteri menurut agamanya

Pasal 78 mengatur gaji presiden dan menteri

Pasal 79 mengatur pelarangan rangkap jabatan presiden dan menteri.

Setelah melalui beberapa kali pertemuan antara tim formatur dan presiden, maka terbentuklah kabinet RIS yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden No. 2 Tahun 1949 tanggal 20 Desember 1949.Pada tanggal 16 Desember, sebelas hari sebulum penyerahan kedaulatan yang sebenarnya, suatu rapat bersama DPR dan Senat dengan suara bulat memilih Soekarno sebagai Presiden RIS, ia tidak menunjukkan tiga melainkanempat orang formatur kabinet, dua Republiken yaitu Mohammad Hatta dan Sultan Yogyakarta, dan dua Federalis dari negara-negara bagian yang dibantu Belanda yaitu Anak Agung Gde Agung (dari Kalimantan Barat) dan Sultan Hamid II (dari Kalimantan Barat) Kabinet yang terbentuk diketuai oleh Hatta sebagai perdanan menteri, dan meliputi sebelas orang Republiken dan lima Federalis. 

Keanggotaan kabinet Hatta yang akan bertugas hingga 6 September 1950, meliputi:

Susunan Kabinet RIS Pertama
No
Menteri
Nama
Partai
1.
Perdana Menteri
Drs. Muh. Hatta
Non-partai (Republik)
2.
Menteri Luar Negeri
Drs. Muh. Hatta (merangkap)
Non-partai (Republik)
3.
Menteri Pertahanan
Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Non-partai (Republik)
4.
Menteri Dalam Negeri
Anak Agung Gde Agung
Non-partai (Federalis)
5.
Menteri Keuangan     
Mr. Syafrudin Prawiranegara
Masyumi (Republik)
6.
Menteri Perekonomian
Ir. Juanda
Non-partai (Republik)
7.
Menteri Perhubungan & Naker 
Ir.Laoh
PNI (Republik)
8.
Menteri Kehakiman

 Prof Dr. Mr. Supomo
Non-partai (Republik)
9.
Menteri PP dan K
Dr. Abu Hanifah
Masyumi (Republik)
10.
Menteri Kesehatan
 Dr. J. Leimena
Kristen (Republik)
11.
Menteri Perburuhan
 Mr. Wilopo
PNI (Republik)
12.
Menteri Sosial
Mr. Kosasih
(Federalis)
13.
Menteri Agama
KH. Wakhid Hasyim
Masyumi (Republik)
14.
Menteri Penerangan
Arnold Monomutu
(Federalis)
15.
Menteri-Menteri Negera           
Sultan Hamid II
(Federalis)


Dr. Suparno
(Federalis)


Mr. Muh. Roem
Masyumi (Republik)
 (sumber: George Mc Turnan Kahin, 1955, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, 568-569).

Program Kabinet RIS

1. Menyelenggarakan pemindahan kekuasaan kepada bangsa Indonesia di seluruh Indonesia dengan seksama

2. Mengadakan reorganisasi KNIL dan pembentukan APRIS dan pengembalian tentara Belanda ke negerinya dalam waktu secepat-cepatnya

3. Mengadakan persiapan untuk dasar hukum, cara bagaimana rakyat menyatakan kemauannya menurut azas-azas undang-undang RIS serta menyelenggarakan pemilihan umum untuk konstituante

4. Berusaha untuk memperbaiki ekonomi rakyat, keadaan keuangan, perburuhan, perumahan dan kesehatan, mengadakan persiapan untuk jaminan sosial dan penempatan tanah kembali ke dalam masyarakat, mengadakan peraturan tentang upah minimum, pengawasan pemerintah atas kegiatan ekonomi agar kegiatan terwujud kepada kemakmuran rakyat seluruhnya.

5. Menyempurnakan perguruan tinggi sesuai dengan keperluan masyarakat Indonesia dan membangun pusat kebudayaan nasional

6. Menyelesaikan soal Irian Barat dalam tahun ini juga dengan jalan damai

7. Menjalankan politik luar negeri yang memperkuat kedudukan RIS dalam dunia internasional dengan memperkuat cita-cita perdamaian dunia dan persaudaraan bangsa-bangsa. Memperkuat hubungan moril, politik dan eknomi antara negara-negara Asia Tenggara. Menjalankan politik dalam UNI, agar UNI berguna bagi kepentingan RIS, berusaha agar RIS menjadi anggota PBB.

Pemerintahan Hatta bersifat sementara, yakni hany akan memerintah sampai terbentuknya Dewan Konstituante yang akan membuat konstitusi tetap, sekitar sampai bulan September.


C. PENGAKUAN KEDAULATAN RIS

Ketika persiapan dalam negeri dirasa cukup, maka sebagai tindak lanjut hasil KMB Belanda akan menyerahkan kedaulatan RIS. Penyerahan kedaulatan ini semula akan dilakukan pada tanggal 25 Desember 1949, tetapi Drs. Muh. Hatta mendesak agar diundur tanggal 27 desember 1949. Pengunduran ini berkaitan dengan tanggal 25 Desember merupakan hari Natal, sehingga dikhawatirkan bahwa penyerahan itu dianggap sebagai hadiah Natal. Selain itu, untuk menghilangkan kesan bahwa yang paling berjasa dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah golongan Nasrani. Apabila tidak diadakan perubahan, maka dikemudian hari dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada 27 Desember 1949, terjadi tiga peristiwa penting sekaligus yaitu di Amsterdam, Jakarta dan Yogyakarta. Upacara penyerahan kedaulatan di Amsterdam dilakukan oleh Ratu Juliana kepada Drs. Moh. Hatta. Di Jakarta juga diadakan upacara penyerahan kedaulatan dari Wakil Tinggi Mahkota Belanda HVS Lovink yang diterima oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sementara itu, di Yogyakarta dilaksanakan upacara penyerahan jabatan presiden RI dari Ir. Sukarno kepada Presiden RI Mr. Assaat.



D. PENGAKUAN INTERNASIONAL

Unsur terbentuknya negara salah satunya adalah unsur deklaratif. Unsur ini berupa pengakuan internasional terhadap berdirinya suatu negara baru, baik pengakuan secara de facto maupun de jure. Pengakuan de facto artinya negara lain mengakui keberadaan suatu negara karena wilayahnya. Sedangkan pengakuan de jure adalah pengakuan secara hukum internasional yang disahkan oleh parlemen negara masing-maing. Pengakuan de jure mempunyai konsekuensi berupa terjalinnya hubungan politik kedua negara, seperti adanya keduataan besar atau konsul jendral. Pengakuan internasional bukan saja pengakuan dari suatu negara, tetapi juga pengakuan dari lembaga-lembaga internasional, seperti PBB. 

Sesudah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, yang upacaranya dihadiri juga oleh Sujono Hadinoto sebagai anggota delegasi RI di bawah Wakil Presiden Moh. Hatta menjadi permulaan meluasnya pengakuan kemerdekaan kita (de jure) di seluruh dunia (pada tanggal 30 Desember 1949 sudah tercatat 15 negara).

Di mata negara-negara luar lahirnya RIS yang merdeka dan berdaulat disambut dengan gembira. Apabila sewaktu negara kita baru lahir yaitu RI (sebelum RIS) sampai tanggal 26 Mei 1948 negara yang mengakui RI baru 10 negara yaitu Mesir (10 Juni 1947), Libanon (29 Juni 1947), Arab Saudi (24 Nopember 1947), Birma (23 Nopember 1947), Yaman (3 Mei 1948), USSR (26 Mei 1948). Tetapi sejak berdirinya RIS negara lain yang mengakuinya tidak kurang dari 62 negara, mereka ialah : 27 Desember 1949 Belanda, Libanon, Irak, Haiti.  28 Desember 1949 Mesir, Norwegia, AS, Inggris, India, Cina Nasionalis, Filiphina, Portugal, Pakistan, Birma, Muangthai, Sri Langka, Afrika Selatan, Kanada, Bolivia, Kuba, Vatikan, Syiria, Turki dan Iran. 29 Desember 1949 Belgia, Arab Saudi dan Italia. Sampai Mei 1950 Prancis (1 Januari 1950), Yaman (3 Januari 1950), Luxemburg (6 Januari 1950), Yunani (7 Januari 1950), Yordania ( 9 Januari 1950), Israel dan Denmark (10 Januari 1950), Swis (11 Januari 1950), Swedia (12 Januari 1950), New Zeland (13 Januari 1950), USSR (30 Januari 1950), Afganistan dan Equador (31 Januari 1950), Korea (2 Pebruari 1950), Yugoslavia (3 Pebruari 1950), Cekoslovakia (7 Pebruari 1950), Hongaria dan Polandia (10 Pebruari 1950), Finlandia (11 Pebruari 1950), Republik Dominika (13 Pebruari 1950), Mexico (18 Pebruari 1950), Panama ( 28 Pebruari 1950), Ethiophia (3 Maret 1950), El Savador (5 Mei 1950), Republik Paraguay (9 Mei 1950) dan Australia.



E. NEGARA BAGIAN RIS 

Setelah negara kita berbentuk RIS wilayahnya sudah luas sesuai dengan wilayah yang diklaim oleh Bung Karno pada saat memproklamasikan kemerdekaan yaitu bekas jajajan Hindia Belanda. Namun demikian masih ada satu bagian yang masih belum berhasil disatukan yaitu Irian Barat. RIS terdiri dari negara bagian dan daerah-daerah satuan dan otonom sehingga menjadi 16 bagian. 

Adapun yang merupakan negara-negara bagian lainnya selain RI menurut pasal 2 Konstitusi RIS ialah Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur dan Negara Sumatera Selatan. Negara-negara inilah yang akan dipergunakan oleh Belanda untuk membentuk negara federal tanpa republik. Dengan demikian, maka negara-negara tersebut akan tetap berada dibawah kekuasaan Belanda. Kemudian, negara-negara tersebut dipersatukan dalam suatu badan musyawarah yang disebut dengan nama Bijeenkomst voor Federal Overleg atau BFO (Pertemuan untuk Permusyawaratan Federal. Selain negara-negara bagian tersebut di atas menurut pasal 2 tersebut masih dikenal pula yang disebut “satuan-satuan kenegaraan yang tegak berdiri” yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur dan selain daerah tersebut di atas masih pula dikenal daerah-daerah Indonesia selebihnya yang bukan daerah-daerah bagian.


Negara Indonesia Timur

Wilayah negara ini adalah daerah di sebelah timur Selat Makasar dan selat Bali. Rencana berdirinya negara ini dilakukan oleh Van Mook yang memimpin NICA pada bulan Juli 1946 dalam Konferensi Malino, tetapi baru direalisasikan dalam Konferensi Denpasar bulan Desember 1946. Berdasarkan rencana Van Mook wilayah Negara Indonesi Timur meliputi Jawa, Sumatera maupun Kalimantan, tetapi ketika Konferensi Denpasar berlangsung yang hadir hanyalah daerah-daerah dibawah kekuasaan NICA, sementara di Kalimantan menolak untuk bergabung dengan NIT. adapun permasalahan yang dibahas dalam konferensi Denpasar yang diselenggarakan pada tanggal 7-24 Desember 1946 adalah (1) rencana peraturan tentang pembentukan NIT, (2) Pemilihan kepala Neagara, (3) Pemilihan Ketua DPRS, (4) Keputusan pengangkatan peserta konperensi sebagai anggota DPRS, (5) penyumpahan ketua DPRS oleh Letnal Gubernur Jendral. 

Lembaga pemerintahan NIT terdiri dari Badan Eksekutif (Pemerintah dan menteri-menteri), DPR, Senat. Komisaris Mahkota bertindak sebagai penasehat dan pengawas agar hak-hak warga negara dijamin. Presiden NIT pertama adalah Cokorde Gde Raka Sukawati yang didampingi DPR dengan sistem Kabinet Parlementer.


Negara Sumatera Timur

Terbentuknya Republik Indonesia Serikat sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar. Sumatera Timur ditetapkan sebagai Negara bagian RIS. Selanjutnya dibentuk Negara Sumatera Timur pada tanggal 25 desember 1947 oleh suatu komite buatan Belanda yakni Komite daerah Istimewa Sumatera Timur dengan mengangkat dr.T.Mansjur sebagai wali Negara. Fungsi Wali Negara dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan di Sumatera Timur tidak terlaksana sepenuhnya karena disamping wali negara tersebut terdapat lembaga yang lebih tinggi dan lebih berkuasa yaitu Recomba bersama Hoofd Tydelijk Bestuur.

Pada masa Negara Sumatera Timur semua peraturan RI untuk Gemeete Medan tidak berlaku lagi karena peraturan ini telah diganti dengan peraturan Hoofd Tydelijk Bestuur. Kedudukan Gemeete Medan diteruskan dan diangkatlah wali kotanya yang bernama Datuk Hafis Haberham. Semua tugas-tugas Gemeeteraad diserahkan kepada wali kota medan sesuai dengan peraturan no 44 tahun 1947.Dengan demikian sejak itu dikota medan berlaku sistem pemerintahan tunggal yaitu walikota yang menjalankan tugas-tugas DPR karena DPR sebagai pengganti Gemeeteraad untuk kota besar medan sebagai mana keinginan UU no 22/1948 belum terbentuk. 

Negara Sumatera Timur wilayahnya meliputi daerah Medan dan sekitarnya. Di daerah itu memang terdapat kekuatan separatis, (ingin memisahkan diri) yang semula kecil saja, tetapi kemudian membesar karena Agresi Militer Belanda I. Dengan perlindungan Belanda kaum separatis mendirikan Komite Daerah Istimewa Sumatera Timur yang kemudian memperoleh pengesahan dari pihak Belanda pada bulan Oktober 1947. Atas persetujuan Belanda komite tersebut dirubah menjadi Konstituante. Komite mengusulkan agar Sumatera Timur dijadikan negara bagian dan disetujui oleh Van Mook dengan keputusannya pada tanggal 25 Desember 1947. Negara Sumatera Timur kemudian diresmikan pada 16 Pebruari 1948 setelah konstitusinya selesai disusun. 

Menurut konstitusinya, Negara Sumatera Timur mempunyai sistem pemerintahan yang sedikit berlainan dengan NIT. Lembaga negara yang paling penting adalah Badan Perwakilan (seperti DPR), Badan Amanah (Senat) dan Wali Negara. Pembentukan Negara Sumatera Timur mendapat tentangan dari kekuatan-kekuatan Republiken, tetapi kekuatan mereka tidak berhasil mematikan negara ini, bahkan wilayah Negara Sumatera Timur bertambah luas sejak Agresi Militer Belanda II dengan memperoleh tambahan daerah Asahan Selatan dan Labuhan Batu. Kedua daerah ini tidak dikembalikan kepada RI sampai terbentuknya RIS. Terpilih sebagai Presiden Sumatera Timur adalah Dr. Mansur.



Negara Sumatera Selatan

Wilayah Negara Sumatera Selatan meliputi Palembang dan sekitarnya. Proses pembentukan negara ini sedikit berlainan. Di daerah ini terdapat kekuatan-kekuatan sosial politik yang tidak setuju dengan strategi diplomasi menghadapi negara-negara Barat. Kekuatan-kekuatan ini berhasil didekati Belanda dan Recomba Sumatera Selatan kemudian membentuk Dewan Penasehat pada 16 April 1948. Dewan Penasehat mengusulkan kepada NICA untuk membentuk Negara Sumatera Selatan. Van Mook menyetujui pada tanggal 30 Agustus 1948. Kemudian Dewan Penasehat diubah menjadi Konstituante, yang kemudian berhasil menyusun konstitusi pada bulan Desember 1948 menurut model Negara Sumatera Timur. Presiden Sumatera Selatan adalah Abdul Malik.



Negara Jawa Timur

Daerah negara ini adalah Surabaya, Malang dan daerah sebelah timurnya sampai Banyuwangi. Pada bulan Agustus 1948 Belanda mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil berbagai daerah di Jawa Timur. Belanda menghidupkan kembali 12 kabupaten di daerah tiu. Utusan dari daerah-daerah itu kemudian mengadakan pertemuan di Bondowoso pada Nopember 1948. Mereka mengusulkan pembentukan Negara Jawa Timur kepada NICA. Usul tersebut disetujui berdasarkan Surat Gubernur Jendral pada tanggal 26 Nopember 1948. Utusan-utusan daerah kemudian bertindak sebagai Konstituante dan menyelesaikan tugasnya pada bulan September 1949. Susunan Negara hampir sama dengan Negara Sumatera Timur dan Sumatera Selatan, tetapi kedudukan Wali Negara mirip dengan sistem parlementer (dapat dijatuhkan DPR tetapi dapat membubarkan DPR). Wali Negara Jawa Timur adalah R.T. Kusumonegoro.

Dengan berdirinya Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949, dengan Konstitusi RIS sebagai Undang-Undang Dasarnya, maka RI hanya berstatus sebagai salah satu negara bagian saja, dengan wilayah kekuasaan yaitu daerah yang disebut di dalam persetujuan Renville. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 sejak saat itu dengan sendirinya hanya berstatus sebagai Undang-Undang Dasar Negara Bagian RI.



Negara Madura

Wilayah negara Madura meliputi seluruh Pulau Madura. Proses berdirinya Negara Madura dimulai dari adanya Konferensi Bondowoso.



F. MASALAH-MASALAH MASA RIS

Pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949 bukan berarti masalah bangsa Indonesia selesai. Hasil KMB sebagai dasar pengakuan kedaulatan ini menimbulkan dan meninggalkan masalah yang luar biasa berat. Masalah-masalah yang muncul bukan hanya berasal dari proses hubungan internasional kedua negara yang terikat dalam Uni Indonesia Belanda, tetapi juga muncul dari proses penjajahan Belanda yang cukup lama serta masalah-masalah yang timbul sebagai akibat keinginan Belanda menjajah kembali Indonesia. Selain itu, di setiap negara bagian RIS masih terdapat dua golongan masyarakat yag mempunyai pendirian berbeda mengenai bentuk negara. Golongan federalis dan golongan unitaris merupakan golongan terbesar yang terdapat di negara-negara bagian dengan anggota dari kalangan masyarakat umum sampai elit-elit politik dan pemimpin negara. Di beberapa daerah terdapat golongan masyarakat yang ingin menjadikan daerahnya bagian integral dari Kerajaan Belanda seperti daerah Minahasa dan Maluku Selatan, bahkan ada yang ingin merdeka terlepas dari Belanda maupun Indonesia, seperti Papua. Masalah-masalah tersebut harus dihadapi dalam waktu yang sama oleh suatu negara yang baru lepas dari perang panjang, RIS.

Sementara itu, gerakan APRA yang didalangi oleh bekas-bekas pasukan Belanda yang tak puas, sempat pula mengacau Bandung. Di Sulawesi Selatan ex KNIL mengacau pula. Kemudian apa yang menamakan diri Republik Maluku Selatan (RMS) menyatakan diri bebas dari RIS. Jika krisis-krisis bersenjata yang mengacau keabsyahan dan kedaulatan itu belum cukup, RIS dan kemudian juga negara kesatuan masih pula harus menghadapi masalah. Masalah bekas pejuang, soal demobilisasi pelajar, ekonomi yang berantakan dan sebagainya. Dan masalah DI/TII Kartosuwiryo pun menjadi masalah yang baru dapat diselesaikan lebih dari sepuluh tahun kemudian. Belum lagi masalah kepemudaan yang tidak tertangani dengan baik sebagai bekas pejuang sehingga sebagai ladang rebutan berbagai kelompok kepentingan. Dalam bidang pemerintahan terjadi konflik antara pelaksanaan pemerintahan yang efisien dan efektif dengan praktik akomodasi dan oportunitas politik sangat melemahkan bangsa dan negara Indonesia. Berarti di usia yang sangat muda, Indonesia menghadapi masalah yang cukup berat baik dalam bidang politik, ekonomi maupun militer.



APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

Gerakan ini didalangi oleh kolonialis Belanda yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Gerakannya mengambil semboyan sebagai penyelamat dengan mengatakan akan datangnya Ratu Adil di bumi Indonesia, oleh karena itu banyak rakyat yang mendukungnya, terutama rakyat negera Pasundan.

Kapten Westerling terkenal dengan nama paraban `Turco` berkat kelahiran seorang ibu berkebangsaan Turki dan ayahnya seorang warga Belanda, bergabung dengan KNIL sejak akhir tahun 1946 di Sulawesi Selatan. Demi usaha pengembalian keamanan dan penindasan geriliya di Makasar, dari akhir tahun 1946 sampai Maret 1957, Westerling melakukan kekejaman yang menurut pihak Indonesia lebih dari 40.000 ribu penduduk dan gerilyawan tewas. Sejak penandatanganan piagam persetujuan KMB, Westerling meninggalkan kesatuannya dan menyelundup ke Jawa Barat. Disana ia mendekati perwira dan anak buah KNIL dan KL, yang bersikap anti republik, untuk membentuk tentara yang disebut dengan Angkatan Perang Ratu Adil. Setelah usahanya berhasil, tanggal 10 Januari 1950 ia menyampaikan ultimatum kepada pemerintah Pasundan agar mengakui APRA sebagai tentara resmi negara Pasundan dengan tugas menjaga keselamatan dan keamanan atas dalih bahwa Tentara Republik Indonesia Serikat terlalu lemah.

Kapten Westerling mengetahui bahwa rakyat Indonesia telah lama menderita baik karena penjajahan Belanda maupun Jepang. Bahkan ketika Indonesia merdeka kesejahteraan yang menjadi cita-cita sejak lama belum menjadi kenyataan. Oleh karena itu Kapten Westerling mengingatkan kembali akan ramalan Jayabaya yang sangat diyakini kebenarannya oleh rakyat Indonesia bahwa akan datang Ratu Adil yang akan membawa kemakmuran bagi bangsa Indonesia. Kedatangan Ratu Adil ini di Tanah Jawa akan memerintah negara dengan penuh kebijaksanaan sehingga kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Istilah dalam bahasa Jawa dikatakan “gemah ripah loh jinawi tata titi tentrem kerto raharjo, peni edi peni”. Padahal tujuan gerakan APRA sebenarnya adalah ingin tetap mempertahankan bentuk negera Indonesia federal dengan masing-masing negara bagian mempunyai tentara sendiri. Dengan setiap negara bagian mempunyai tentara sendiri, maka semua bekas pasukan Belanda yaitu KL dan KNIL akan tertampung dalam angkatan perang. Sementara itu, berdasarkan hasil Konferensi Inter Indonesia sebelum KMB, Angkatan Perang adalah hak pemerintah federal dengan TNI sebagai intinya. Oleh karena itu, banyak bekas anggota KL dan KNIL tidak tertampung di dalam APRIS. Apalagi dengan munculnya gerakan untuk kembali ke negara kesatuan, maka kedudukan bekas KL dan KNIL akan semakin terancam.

Gerakan APRA didukung oleh anggota KL sebanyak 300 pasukan bersenjata lengkap dengan bantuan tentara lainnya semuanya sekitar 800 orang. Mereka menyerbu kota Bandung pada tanggal 23 Januari 1950. Dengan membabi buta mereka menyerang anggota-anggota APRIS dari TNI. Dalam penyerangan terhadap markas Divisi Siliwangi, prajurit TNI yang berjaga hampir semua tewas sebanyak 13 orang, 3 di antaranya berhasil meloloskan diri. Seorang perwira menengah Divisi Siliwangi pun ikut menjadi korban yaitu Letkol Lembong. Mereka menembak semua anggota TNI di Bandung sehingga sebanyak 79 anggota TNI tewas, tanpa sempat membela diri. Pada saat itu Panglima Divisi Siliwangi sedang mengadakan kunjungan ke daerah, sehingga tidak sempat mengkonsolidasi kekuatan TNI. 

Pemerintah RIS di Jakarta segera mengirim tentara bantuan ke Bandung. Selain itu, secara diplomasi di Jakarta juga diadakan pertemuan antara PM Drs. Moh. Hatta dengan Komisaris Tinggi Belanda untuk membahas peristiwa serangan APRA. Hasilnya, APRA meninggalkan Kota Bandung di sore hari atas desakan komandan KL di Bandung Mayor Jenderal Engels. Setelah meninggalkan kota Bandung, gerakan APRA menyebar ke berbagai daerah dan terus dikejar oleh pasukan APRIS dengan bantuan rakyat yang telah menyadari kekeliruannya.

Selain di Bandung, gerakan APRA juga direncanakan di Jakarta. Kapten Westerling bekerjasama dengan seorang Menteri Negara tanpa Portopolio, Sultan Hamid untuk merebut kekuasaan. Menurut rencana yang disusun, APRA akan menyerang gedung kabinet pada saat kabinet sedang bersidang. Mereka akan menculik semua menteri serta membunuh Menteri Pertahanan Sultan Hamengku Buwono IX, Sekretaris Jenderal Menteri Pertahanan Mr. Ali Budiarjo dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang, Kol. T.B. Simatupang. Akan tetapi, berkat kewaspadaan dan kecekatan APRIS, gerakan APRA di Jakarta berhasil digagalkan. Persekongkolan Kapten Westerling dengan Sultan Hamid terbongkar. Akibatnya, Sultan Hamid ditangkap dan Kapten Westerling pada 22 Pebruari 1950 meninggalkan Jakarta menuju Malaya dengan pesawat terbang Belanda. Dalam persidangan selanjutnya Sultan Hamid II dijatuhi hukuman selama 10 tahun.

Akibat pemberontakan APRA itu gerakan rakyat anti federal semakin kuat di beberapa negara bagian. Mereka menuntut agar secepatnya Indonesia kembali ke negara kesatuan. Sementara itu, Wali Negara Pasundan R.A.A Wiranata Kusumah mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban, karena rakyat Pasundan mendesak agar negara Pasundan segera dibubarkan. Penggantinya adalah Sewaka.



Pemberontakan Andi Azis

Gerakan Andi Azis dipicu oleh rencana kedatangan pasukan TNI sebagai bagian APRIS ke Sulawesi Selatan. Andi Azis beserta pasukannya (bekas KNIL) menolak kedatangan TNI dari Jawa. Dengan kedatangan TNI dari Jawa dikhawatirkan kedudukan Andi Azis sebagai seorang perwira APRIS di Makasar akan semakin terancam.

Pada tanggal 30 Maret 1950, ia bersama-sama dengan pasukan KNIL yang berada dibawah komandonya menggabungkan diri ke dalam APRIS di hadapan Letkol A.J. Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur. Penggabungan itu diterima dengan baik sebagai bagian dari APRIS, tetapi tidak semua anggota KNIL akan diterima melainkan harus melalui proses seleksi.

Keadaan Makassar di akhir bulan Maret 1950, sering terjadi demonstrasi rakyat yang saling bertentangan. Rakyat yang pro unitaris mendesak pemerintah NIT segera membubarkan diri dan bergabung menjadi negara kesatuan, sedangkan rakyat yang pro federalisme tetap berpendirian agar NIT tetap berdiri. Keadaan yang kacau ini menyebabkan keamanan di Makassar terganggu.. 

Dalam kerangka penampungan bekas tentara KNIL, Andi Aziz dan anak buahnya diterima dalam APRIS. Pada saat itu, arus tuntutan pembubaran Negara Indonesia Timur bergelora dengan adanya demontrasi-demontrasi yang membawa slogan-slogan setiap hari di berbagai tempat dikota Makasar. Tuntutan itu mengkhawatirkan kedudukan para pembesar yang beraliran federal. Kekhawatiran itu bertambah besar dengandatangnya kabar bahwa tidak lama lagi batalyon Worang dari APRIS akan mendarat di Makasar. H.V. Worang adalah putera Indonesia Timur, namun karena alirannya pro-Republik, ia dianggap berbahaya bagi Indonesia Timur, oleh karena itu pendaratan Bataliyon Worang harus dicegah. Andi Aziz dengan kedok ingin menyelamatkan Indonesia Timur secara mendadak menyerbu dan menduduki markas APRIS dengan bantuan pasukan KL, kemudian menguasai kota Makasar dan menghalangi pendaratan batalyon Worang, tanpa meminta persetujuan pemerintah Negara Indonesia Timur terlebih dahulu.

Pada tanggal 5 April 1950, pasukan APRIS dari Jawa sekitar 900 orang di bawah pimpinan Mayor Worang diangkut dua kapal laut telah berada di luar pelabuhan Makasar. Kedatangan pasukan dari Jawa itu akan memperkuat pasukan APRIS di Makasar dalam rangka mengatasi keamanan seiring semakin gentingnya keadaan karena banyaknya demonstrasi dan kerusuhan-kerusuhan. Namun passukan bekas KNIL di bawah Kapten Andi Azis khawatir, kedatangan APRIS akan mendesak pasukan bekas KNIL, sehingga mereka keluar dari APRIS dan menyatakan sebagai pasukan yang bebas. Disamping itu, Andi Aziz menafsirkan hal ini sebagai tindakan yang bermusuhan terhadap daerahnya. Andi Aziz mengajukan beberapa tuntutan kepada APRIS, antara lain yaitu kesatuan-kesatuan yang berada di NIT tidak boleh dibubarkan dan digabung dengan TNI. Karena hal ini tidak dapat dijamin, maka Ia bersama kesatuannya mengangkat senjata. Dengan cara ini diharapkan agar NIT sebagai suatu kesatuan politis masih dapat dipertahankan. 

Pada tanggal 5 April di pagi hari sekitar pukul 5.00, Andi Azis beserta pasukannya menyerang poso-pos TNI di Makasar. Pasukan APRIS yang jumlahnya sedikit berhasil dikalahkan dengan beberapa korban sehingga markas Tentara dan Teritorium Indonesia Timur berhasil dikuasai pasukan KNIL. Komandan Tentara Teritorium Indonesia Timur Letkol Akhmad Junus Mokoginta ditawan oleh pasukan Andi Azis.

Pada hari itu juga Perdana Menteri NIT Dr. P.D. Diapari mengundurkan diri karena tidak menyetujui gerakan Andi Azis. Pemerintah selanjutnya dipegang oleh kabinet baru yang pro RI di bawah pimpinan Ir. Putuhena dan pada tanggal 21 April 1950 Wali Negara NIT Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia lebur ke dalam negara kesatuan Indonesia dengan syarat bila RI juga mau melakukan tindakan yang sama. Untuk mengatasi pemberontakan Andi Azis, Pemerintah RIS di Jakarta pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan ultimatum agar Andi Azis dalam waktu 4 x 24 jam datang melapor ke Jakarta. Selain itu agar semua pasukan dikumpulkan, senjajat-senjata diserahkan dan para tawanan dibebaskan. Tindakan mengeluarkan ultimatum, pemerintah pusat juga mengirim pasukan tambahan dengan pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Sedangkan batalyon Worang yang belum jadi mendarat di Makasar, meneruskan perjalanan dan mendarat di Jeneponto dengan kawalan kapal perang Banteng dan Hang Tuah. Dari Jeneponto, pasukan Worang bergerak menuju Makasar pada tanggal 21 April 1950. Kedatangan pasukan Worang di Makasar tidak mendapatkan perlawanan, karena Kapten Andi Azis pada tanggal 15 April 1950 telah berangkat ke Jakarta untuk menyerahkan diri atas desakan Presiden NIT Sukawati. Namun kedatangan yang terlambat ini, tetap dianggap sebagai pemberontak sehingga tetap diadili. Selanjutnya pada tanggal 8 April 1953 Mahkamah Militer Yogya menjatuhkan hukuman penjara 14 tahun kepada Kapten Andi Azis.

Pada tanggal 26 April 1950 pasukan APRIS di bawah Kol. Alex Kawilarang mendarat di Makasar sehingga situasi di Sulawesi Selatan semakin bisa dikendalikan. Namun masih sering terjadi bentrokan antara pasukan APRIS dengan KL dan KNIL. Bentrokan ini berhenti pada tanggal 8 Agustus 1950, ketika Komandan KNIL-KL di Makasar Mayor Jendral Scheffelaar dengan Kolonel Alex Kawilarang mengadakan perundingan. Hasil perundingan ini adalah APRIS akan menghentikan penyerangan terhadap KL KNIL, dengan syarat selama dua hari pasukan KL KNIL meninggalkan Makasar.



Republik Maluku Selatan (RMS)

Di negara Indonesia Timur dimana mayoritas orang Ambon beragama Kristen adalah pro Belanda yang melawan revolusi dan menantang pembubaran federalisme, karena menganggap republik sebagai sebuah negara yang didominasi oleh orang Jawa, kaum muslim, dan tokoh-tokoh yang mereka pandang berhaluan kiri. Pada bulan April 1950 terjadi bentrokan antara para serdadu kolonial (kebanyakan orang Ambon) dengan satuan-satuan republik di Makasar (Ujung Pandang) yang mengakibatkan pemerintahan di Indonesia Timur menghadapi bahaya. Bulan Mei dibentuklah sebuah kabinet baru Indonesia Timur dengan tujuan membubarkan negara itu dan melebur diri kedalam sebuah negara kesatuan Indonesia. Akan tetapi, pada tanggal 25 April mantan Mentri Kehakiman dalam pemerintahan Indonesia Timur memproklamasikan Republik Maluku Selatan di Ambon. 

Republik Maluku Selatan merupakan gerakan separatis yanag ingin memisahkan diri dari Negara RIS. Pendiri RMS adalah Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil. Dia bekas Jaksa Agung NIT. Ketika muda Dr. Soumokil sering berada di Jakarta sebagai seorang mahasiswa yang ikut berjuang bersama-sama dengan para pejuang yang lain. Namun pendiriannya lebih condong memihak Belanda, sehingga tidak terkenal di kalangan pejuang. Ketika Van Mook mendirikan negara-negara boneka, Dr. Soumokil segera bergabung sehingga mendapat jabatan sebagai Jaksa Agung NIT.

Pada Zaman kolonial Maluku Selatan, dengan Kota Ambonya terkenal sebagai provinsi Belanda yang ke-12, berkat kesetiaan putera-puteranya kepada pemerintah Netherland. Yang dianggap sebagai provinsi Belanda yang ke-11 adalah Minahasa dengan Ibukota Manado, di Sulawesi Utara, dengan alasan yang serupa. Kedua daerah tersebut karenanya diberlakukan oleh pemerintah Netheland agak istimewa, berbeda dengan daerah-daerah lainnya. Tidak mengherankan bahwa putera-putera daerah tersebut bersikap kebelanda-belandaan. Sebutan “Belanda Ambon” dikenal hampir diseluruh wilayah Indonesia. Putera-putera Maluku kebanyak masuk KNIL dan menjadi kebangsaan pemerintah Hindia-Belanda.

Ketika pemberontakan Andi Azis berlangsung di Makasar, dia termasuk tokoh yang ikut mendorong agar Andi Azis meneruskan pemberontakannya. Tetapi ketika hasutannya tidak berhasil akhirnya melarikan diri ke Maluku. Di sana dia menghasut penduduk Maluku Tengah dan Tenggara untuk mendirikan Negara terpisah dari RI. Dipilihnya daerah Maluklu karena masyarakat setempat pada waktu dijajah Belanda lebih banyak yang memihak Belanda, baik karena faktor agama maupun pendekatan Belanda yang berhasil terhadap rakyat Maluku.

Para mantan anggota KNIL di Maluku banyak yang terhasut. Hal ini karena mereka menerima isu bahwa bila anggota KNIL masuk ke dalam APRIS maka akan dipaksa masuk ke dalam agama Islam. Ketika dukungan rakyat dan mantan anggota Kl dan KNIL dirasa kuat, Dr. Soumokil memproklamasikan Negara Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April 1950 dengan ibukota Ambon. Selain mengharapkan dukungan rakyat Maluku, Dr. Soumokil juga memintan bantuan internasional terutama dari Belanda, Amerika Serikat dan PBB.

Untuk mengatasi gerakan separatis ini pemerintah RIS menempuh cara diplomasi dengan mengirimkan utusan Dr. J. Leimena. Dia adalah putra asli Maluku dengan harapan dapat melunakkan hati orang-orang Maluku. Tetapi delegasi yang dikirimkan pemerintah RIS tidak memperoleh hasil baik. Dengan terpaksa pemerintah RIS menempuh jalan kekerasan dengan kekuatan senjata.

Pasukan pertama dikirim dari Makasar yang dipimpin oleh Kolonel Alex Kawilarang dengan kekuatan 850 pasukan mendarat di Laha Pulau Buru pada tanggal 14 Juli 1950. Pasukan APRIS berhasil merebut pos-pos RMS dengan susah payah dan banyak korban karena tidak mengenal medan perang sama sekali. Gerakan berikutnya adalah Pulau Seram sebagai basis utama RMS. Pendaratan dilakukan di Seram Barat pada tanggal 19 Juli 1950 dan berhasil menguasai Seram Barat hari itu juga. Operasi pasukan APRIS di Pulau Seram dan Ambon mengalami banyak kesulitan, karena medan yang sulit serta kekuatan RMS terpusat di daerah ini. Selain itu sebagai besar rakyat Seram dan Ambon mendukung gerakan RMS. Baru pada bulan Desember 1950, setelah Indonesia kembali ke negara kesatuan Pulau Seram dan Ambon berhasil dikuasai. Tetapi RMS bukan berarti selesai ditunmpas. Para pemimpinnya mengadakan gerilya di hutan dan gunung, sedangkan sebagian melarikan diri keluar negeri seperti Belanda, Amerika Serikat dan Australia. Di negara-negara tersebut mereka selalu mempropagandakan RMS serta minta perlindungan politik. Bahkan sampai sekarang, gerakan RMS di luar negeri pun masih berlangsung oleh anak keturunan pengikut RMS.



Masalah Perekonomian

Masalah perekonomian yang dihadapi Kabinet RIS Pertama yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, merupakan masalah RIS juga. Artinya masalah itu bukan hanya tanggungjawab Kabinet Mohammad Hatta, melainkan tanggungjawab seluruh bangsa Indonesia dalam wadah Negara RIS. Masalah ekonomi ini merupakan rangkaian panjang kesengsaraan bangsa Indonesia sejak dijajah Belanda. Namun semakin berat karena adanya masalah-masalah ekonomi yang merupakan hasil KMB.

Sejak awal kemerdekaan yang disusul dengan berbagai peristiwa yang berkaitan dengan usaha Belanda untuk menguasai kembali Indonesia, bangsa kita belum sempat memikirkan bagaimana membangun negara. Rongrongan dari Belanda dan bangsa Indonesia sendiri, pertentangan politik antar partai dan sebagainya menyebabkan ekonomi Indonesia merosot. Belum lagi banyaknya uang yang beredar di masyarakat tidak dibarengi dengan naiknya produksi industri maupun pertanian menyebabkan terjadinya inflasi. Untuk menekan angka inflasi pemerintah berusaha dengan berbagai cara, antara lain menaikkan produksi pertanian maupun tindakan lainnya.

Pemerintah menjalankan suatu tindakan dalam bidang keuangan yang dratis yaitu mengeluarkan peraturan pemotongan uang pada tanggal 19 Maret 1950. Peraturan ini menentukan bahwa uang yang bernilai 2,50 gulden ke atas dipotong menjadi dua sehingga nilainya tinggal setengahnya.  walaupun banyak pemilik uang yang terkena oleh peraturan ini pemerintah mulai dapat mengendalikan inflasi agar tidak cepat meningkat, . Tindakan pemotongan mata uang bagi Indonesia bukanlah yang pertama dilakukan. Pada tahun 1946 Indonesia pernah menerapkan kebijakan ini yaitu pemotongan nilai mata uang untuk mengatasi inflasi yang sangat tinggi. Inflasi yang tinggi saat itu dipicu oleh beredarnya beberapa jenis mata uang di seluruh daerah Indonesia, baik yang dikuasai Indonesia maupun dikuasai Belanda. Mata uang tersebut antara lain uang Pemerintah Pendudukan Jepang, uang Hindia Belanda dan uang de Javashe Bank. Selain itu pemerintah saat itu mengeluarkan mata uang baru yang disebut ORI. Ketika inflasi tak terkendali mata diberlakukanlah kebijakan “Gunting Syafrudin”.

Kebijakan pemotongan nilai mata uang tentu saja mengakibatkan banyak anggota masyarakat dirugikan, terutama golongan atas yang mempunyai uang banyak. Sedangkan rakyat kebanyakan mendapatkan manfaat yang lebih besar. Itu artinya suatu kebjiakan yang diambil oleh pemerintah dapat menolong rakyat secara mayoritas, sehingga kebijakan itu memihak rakyat.

Sementara itu semakin tegangnya hubungan antara Korea Utara dan Selatan yang mengarah ke Perang Korea, menyebabkan nilai ekspor Indonesia semakin meningkat. Hal ini karena jalur-jalur perdagangan di sekitar Semenanjung Korea membahayakan kapal-kapal dagang sehingga perdagangan antara berbagai negara lebih mengarah ke Indonesia. Selain itu juga produk-produk Korea banyak yang dapat digantikan oleh produk-produk pertanian Indonesia di arena perdagangan internasional.  Terutama untuk bahan mentah seperti karet, sehingga ekspor Indonesia meningkat dan pendapatan negara juga bertambah, 


Masalah Kepegawaian

Sebelum Indonesia berbentuk RIS, Drs. Moh. Hatta pernah membuat program rasionalisasi angkatan perang. Rasionalisasi tersebut dilanjutkan ketika keadaan Indonesia sudah relatif aman. Perang yang berkepanjangan di awal kemerdekaan telah menyebabkan seluruh komponen bangsa ikut mengangkat senjata. Mereka berjuang hanya mempunyai motivasi bebasnya Indonesia dari tangan penjajah, tidak ada motivasi untuk memperoleh jabatan tinggi atau kedudukan sebagai anggota Angkatan Perang Negara.

Namun seiring kondisi negara yanag aman, maka dilakukan penataan terhadap anggota badan-badan perjuangan, Bagi para pejuang yang masih berstatus pelajar mereka disalurkan kembali ke lembaga-lembaga pendidikan yang dibentuk pemerintah. Dengan demikian mereka dibekali dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan sehingga dapat merintis karier di bidang lain. Mereka umumya tidak mempermasalahkan karena masa depan bagi mereka masih paajang. Bagi para pejuang yang berasal dari pesantren seperti pasukan Hisbullah dan Sabilillah, mereka kembali ke pesantren menjadi santri. Bagi yang tidak mempunyai pekerjaan serta tidak memenuhi syarat menjadi anggota Angkatan Perang mereka ditrasmigrasikan dengan wadah Corps Cadangan Nasional. Sedangkan bagi yang memenuhi syarat menjadi anggota AP mereka dijadikan prajurit TNI.

dalam bidang kepegawaian, baik sipil maupun militer terdapat permasalahan. Setelah perang selesai, seejumlah pasukan harus dikurangi karena keuangan negara tidak mendukungannya. Mereka perlu menjdapat penampungan jika diadakan rasionalisasi. Oleh karena itu, pemerintah membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajarannya dalam pusat-pusat pelatihan yang memberi pendidikan keahlian agar mereka dapat menempuh karir sipil profesional. Juga dilakukan usaha transmigrasi dengan wadah Corps Tjangan Nasional (CTN).


Hubungan Internasional

RIS yang baru berdiri menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, sesuai dengan cita-cita proklamasi. Namun demikian hubungan ini masih banyak dengan negara-negara blok Barat, sehingga Indonesia dianggap condong ke blok barat. Namun demikian sebenarnya wajar saja, karena trauma hubungan dengan blok timur yang rata-rata berhaluan sosialis komunis akibat adanya pemberontakan PKI Madiun. Selain itu dukungan negara Barat pada akhir perang kemerdekaan di Indonesia terasa lebih besar dibandingkan dengan peran serta negara-negara Blok Timur. 

 Kabnet Hatta menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif, walaupun hubungan diplomatik masih lebih banyak dilakukan dengan negara-negara barat dari pada dengan negara komunis. Hubungan dengan negeri Belanda diusahakan menjadi lebih baik dengan harapan bahwa Belanda akan menyerahkan Irian Barat ke Indonesia.



Keberadaan Irian Barat

Irian Barat yang selanjutnya terkenal dengan sebutan Irian Jaya merupakan daerah jajahan Belanda paling timur di Hindia Belanda. Daerahnya berbatasan dengan daerah jajahan Australia yaitu Papua Nugini. Ketika Belanda ingin menajajah kembali Indonesia melalui serangkaian gerakan militer dan politik, Irian Barat termasuk daerah yang kurang mendapat perhatian pemerintah pusat di Jakarta. Bahkan pada saat awal kemerdekaan pun, daerah Irian belum dianggap sebagai daerah Republik Indonesia. Ini terbukti dengan tidak dibentuknya Irian sebagai sebuah propinsi, sebagaimana terjadi di daerah-daertah lain. Saat PPKI bersidang tanaggal 19 Agustus 1945 hanya delapan propinsi yang dibentuk yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil dan Maluku. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah pusat belum menampakkan keinginan memasukkan Irian ke dalam wilayah RI. Dalam perundingan-perundingan selanjutnya dengan Belanda pun, Irian tidak sering disebut. Dengan demikian maka kedudukan Belanda di Irian sangat kuat, dan berhasil menanamkan pengaruhnya yang dalam agar masyarakat Irian anti Indonesia, atau bahkan kalau dapat jangan sampai bergabung dengan Indonesia.

Ketika KMB berlangsung, yang dimulai 18 Agustus 1949, tidak satupun wakil masyarakat Irian duduk sebagai seorang utusan, baik melalui utusan RI maupun negara-negara pendukung federalisme. Oleh karena itu keberadaan Irian hanyalah sebagai obyek bagi RI dan Belanda, tanpa tahu pasti apa yang dikehendaki oleh obyek yang bersangkutan.

Dalam persetujuan pendapat antara Belanda dan Indonesia sebelum pelaksanaan KMB, ditetapkan hal-hal yang akan dibicarakan meliputi perhubungan luar negeri, hak menentukan nasibnya sendiri untuk bagian-bagian bangsa Indonesia, kebangsaan dan kewarganegaraan, hubungan keuangan dan ekonomi, hubungan kebudayaan dan persetujuan militer dan penarikan kembali tentara Kerajaan Belanda, mempertukaran komisaris-komisaris tinggi dan mengenai Nederland Niew Guinea.[17] Dengan kenyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia di Yogyakarta sudah mulai memperhatikan daerah Irian Barat sebagai daerah yang seharusnya dimasukkan ke wilayah Indonesia sebagaimana klaim Bung Karno bahwa wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Apalagi lalu kita menengok ke belakang terhadap sejarah bangsa, daerah Irian bukanlah daerah yang asing bagi tokoh-tokoh pergerakan nasional. Ratusan bahkan ribuan orang dihukum di penjara-penjara di Digul atau diasingkan sebagai akibat gerakan menentang Belanda. Dengan adanya fakta ini menunjukkan bahwa telah ada ikatan historis antara Indonesia yang saat itu terkonsentarsi di Jawa dengan daerah Irian yangs saat itu juga dikuasai Belanda.

Namun beratnya perjuangan untuk memperhatikan proklamasi akibat campur tangan Belanda melalui NICA maupun bangsa lain yang mendukung Belanda, maka selama revousi fisik, Irian tidak mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya. Barulah ketika kondisi tantangan militer menghadapi Belanda menurun seiring adanya persetujuan Roem Royen, Irian kembali mendapatkan posisi penting di arena perpolitikan Indonesia.

Dalam KMB, masalah Irian menjadi masalah yang paling sulit dipecahkan, sehingga kedua pihak mengambil; langkah kompromi untuk mengaburkan status Irian sampai setahun setelah pengakuan kedaulatan. Ini berarti setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, status Irian masih di bawah kekuasaan Belanda. Penyelesaian yang disepakati bahwa masalah Irian akan dibicarakan antara RIS dengan Belanda yang sama-sama anggota Uni Indonesia Belanda.

Setelah pemerintah kembali ke Jakarta, RIS berusaha untuk secepatnya membicarakan status Irian dengan Belanda agar batas akhir penyerahan Irian ke Indonesia 27 Desember 1950 tidak terlampaui. Oleh karena itu pada akhir Maret sampai awal April 1950, RIS dan Belanda mengadakan konferensi Uni Indonesia Belanda untuk membicarakan status Irian. Untuk merealisasikan maksud tersebut kedua negara membentuk sebuah panitia. Tiga orang dari Belanda dan tiga orang dari Indonesia, mereka adalah G.H. Vander Kolff, R. Van Dijk dan J.M. Pieters dari pihak Belanda serta L.H.P.S Makaliwy, J. Latuharhary dan Moh. Yamin dari pihak Indonesia.




Daftar Pustaka

Akhmaddani G Martha, dkk. Tt. 2011.  Pemuda Indonesia Dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga.

Suprapto, Bibit.1985.  Perkembangan Kabinet dan Sistem Pemerintahan di Indonesia. Malang: Ghalia Indonesia.

Joeniarto.2001. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Kartodirjo, Sartono dkk.1977.  Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Depdikbud Balai Pustaka.









Post a Comment

Previous Post Next Post