Tahun 1965, merupakan tahun yang telah berubah menjadi rel untuk kehidupan ditahun yang akan datang. Sebuah stigma sosial politik yang pada kenyataannya menjadi kendala besar bagi terjadinya sinergi Indonesia. Sinergi Indonesia adalah wujud penolakan jiwa penulis akan peristiwa pembantaian sesame manusia Indonesia dengan segala akibatnya, yang penulis saksikan pada 1965. Pembantaian sesama itu tidak perlu terjadi jika bangsa ini telah mencapai kadar kepribadian sebuah bangsa yang mandiri. 3 Mutiara Sinergi yaitu: Anti kekerasan, Empati, dan Komunikasi sehat. Penulis diculik pada tanggal 6 Desember 1966 dan dibebaskan pada tanggal 8 Desember 1979, setelah mendapat SPRINBAS (Surat Perintah Bebas). Menurut penulis, ketiga dalang PKI yaitu D.N. Aidit, Nyoto dan M.H.Lukman dibunuh bukan pada tahun 1968 namun terjadi pada tahun 1965, tidak lama setelah peristiwa G30S PKI. Diperkirakan mereka bertiga dibunuh karena tetap teguh pendirian untuk memberikan keterangan yang asli pada saat pembuatan BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
Para penyiksa pada zaman Suharto yang menyindir para tahanan dengan kata-kata “sudah ayat kursi belum” merupakan kata-kata yang bermakna selewengan. Pasalnya ayat kursi yang dimaksud adalah ayat Alquran melainkan para tahanan disiksa dengan cara jempol kaki para tapol diinjak dengan kursi yang diduduki oleh para penyiksa, jika mereka tidak mau mengakui atau jawaban tidak sesuai yang dikehendaki si penanya, penyiksa yang semula duduk berubah posisi menjadi jongkok. Hal ini dirasa semakin berat, karena beban si penyiksa semuanya bertumpu pada kursi tersebut. Jika para tahanan tetap bersikukuh untuk tidak menjawab pertanyaan, maka kursi yang digunakan diganti dengan sebuah meja besar yang membuat daya tumpu jauuh lebih berat. Hal ini digunakan untuk menyusun BAP palsu. Barang siapa yang tetap bersikukuh mempertahankan apa yang sebenarnya dan tidak menurut si penyiksa, hasil yang akan diterima adalah pembunuh seperti ke-3 pimpinan PKI.
Tidak hanya disiksa dengan menggunakan kursi, tetapi ada berbagai cara yang digunakan untuk menyiksa para tahanan. Seperti penyiksaan menggunakan sirip ikan pari yang kasarnya seperti amplas nomer 3. Sirip ikan pari yang dikeringkan maka permukaannya justru semakin kasar, dan semakin kasar permukaan semakin sesuai dengan apa yang dikehendaki para penyiksa. Penyiksaan lainnya yaitu dengan cara disetrum. Dan masih banyak lagi cara-cara penyiksaan, namun penulis tidak membahasnya karena tidak mampu untuk dijelaskan secara rinci, betapa suramnya pada masa itu. 2 tahap penderitaan para Tapol ini, yang pertama adalah dipaksa untuk mengakui apa yang seharusnya tidak menjadi apa yang seharusnya untuk diakui, bila tidak beberapa siksaan akan dilemparkan kepadanya. Banyak tapol yang harus mengalami luka di beberapa punggungnya akibat 80 sabetan sirip ikan pari. Tidak hanya itu, ada pula tapol yang ketika mandi harus membasahi baju yang ia kenakan terlebih dahuli agar bisa lepas dari badannya, akibat siksaan yang diterimanya, kulit punggungnya ikut menempel di baju yang sedang ia kenakan, untuk mempermudah melepas bajunya ya dengan cara mengguyur air terlebih dahulu agar kulitnya tidak ikut terkelupas. Ada pula tapol yang mengalami gangguan kejiawaan karena sebelum dia disiksa dia melihat para tapol lainnya disiksa, tidak hanya sekali namun beberapa kali sehingga membuat psikis tapol ini mengalami gangguan dan akhirnya menjadi gila.
Setelah kematian 3 tokoh PKI, kepemimpinan PKI diambil alih oleh Sudisman. Sudisman mengambil alih BC (Biro Chusus) dari pangkuan Sam Kamaruzaman. Sam dikenal sebagai arsitek PKI. Namun pembubaran BC ini dianggap terlambat. Sudisman ditangkan bersama si penulis karena dikhianati oleh Ketua Komisi Verifikasi dan anggota CC Sujono Pradigdo alias “celeng” menurut Jenderal Pardjo yang takut disiksa. Sujono menjadi pengkhianat selang 5 Jam dari penangkapannya, lantas membocorkan dimana saja tempat persembunyian para anggota PKI lainnya. Sukarno memahami bahwa kejadian G30 S ini terjadi karena bertemunya 3 sektor yaitu : Lihainya CIA, Keblingernya PKI, dan memang adanya jenderal-jenderal yang tidak baik, terasa menjadi sangat relevan. Sumber penggerak atau dalang peristiwa G 30S 45 tahun yang lalu bukanlah PKI , melainkan Perang Dingin yang melalui CIA bersama jenderal-jenderal tidak baik menyusupkan agen-agen dalam tubuh PKI. Sebagai contoh Peristiwa Madiun merupakan sebuah kebijakan politik pembasmian kaum merah Indonesia, yang merupakan wujud program kebijakan politik pengaruh komunismenya AS semasa Perang Dingin. Peristiwa Maduin 1948 dan peristiwa G30S PKI merupakan akibat dari Indonesia yang gagal menjadi bangsa yang mandri. Betapapun hebatnya kekuatan politik Perang Dingin dalam mengobok-obok kehidupan politik Negara lain jika Negara atau bangsa itu memiliki jiwa bisa mengatur dan mengurusi diri sendiri, bebas dari campur tangan mandor asing. Niscaya, para elite tidak akan terjerumus ke keranjang antek-anteknya.
Perang dingin adalah perang idiologi yang dikobarkan oleh kekuatan politik imperalisme dibawah komando AS, menyusul usainya PD II. Akar sejarah Perang Dingin ini, zaman pra industry, zaman industri. Perang Dingin merupakan perang dunia kapitalis yang bersama-sama berusaha meruntuhkan dunia sosialis atau komunis. Berbagai faktor dan sudut pandang mengenai G30S PKI dari sudut pandang dalil faktor intern dan ekstern filsafat Materialisme Dialektika dan Histori (MDH). Dimana dalam konteks ini ada seseorang yang sejak pecahnya peristiwa G30S sampai dengan sekarang bermukim di Luar Negeri. Berbagai paparan yang membuatt seolah menjadi logis, anggapan bahwa akibat terdorong oleh kondisi dan situasi semacam itu , akhirnya membuat PKI tergiur mendalangi peristiwa G30S. Orang mudah lupa, bahwa Sukarno ketika itu sakit adalah fakta. Sebenarnya sakit yang dialami oleh Sukarno awalnya adalah penyakit ringan yaitu tekanan darah tinggi (170/100). Walaupun dalam keadaan sakit, Sukarno tetap berpidato pada tanggal 17 Agustus. Sedangkan kondisi di tahun 1965 , menurut Kartono Mohamad, sebenarnya Bung Karno menjalani Transient Ischaemic Attack (TIA) yaitu stroke ringan akibat terjadinya penyempitan sesaat pada pembuluh darah otak. Dokter segera menyuruh Sukarno untuk berbaring di kamar untuk beberapa hari sambil diawasi perkembangannya. Kejadian ini banyak yang menduga Sukarno telah jatuh koma. Tetapi anehnya walaupun Sukarno masih menjabat sebagai presiden , tidak ada orang yang mengupayakan kesembuhannya. Seolah-olah berprinsip Sukarno akan lebih cepat wafat jika tidak ditangani serius. Ada seorang dokter yang menemukan resep yang seharusnya diberikan kepada Sukarno justru disimpan rapi didalam laci dokter.
Mengingat sesungguhnya peristiwa G30S tahun 1965 itu tidak akan pernah ada sekiranya Indonesia tidak memiliki D.N. Aidit dan Sukarno, keduanya adalah target utama utnuk dihancurkan dalam perencanaan dilakukan peristiwa G30S semasa itu, oleh komandan perang Perang Dingin beserta kaki-tangannya yang menjadi pelaksanaanya di Indonesia yang justru merupakan perencana atau pelaku atau dalang dari peristiwa G30S sesungguhnya. Jadi dalam pengertian ini , merata harus dihancurkan melalui rekayasa peristiwa G30S. Hingga ajal menjemput, dalam batin Sukarno mengakui PKI kalah tetapi dalam kaitan G30S, PKI tidak salah. Perancang dan pelaku atau dalang sebenarnya adalah nyata-nyata pasukan Perang Dingin (Nekolim) bersama kekuatan politik yang menjadi kaki tangannya di Indonesia atau oknum yang tidak benar, yang memaksa Sukarno memberikan “keris empu gandring” (Supersemar), dimana Sukarno juga menyadari bahwa keris itu juga akan melukai dirinya.
Lengsernya Suharto juga digadang-gadang mendapat pengaruh dari “adidaya” yang menginginkan Suharto segera lengser. Walau pada awalnya adidaya menganggap Suharto sebagai mitra, tetapi semakin lama justru menyulitkan adidaya utnuk menguasai Indonesia . Hal ini sangat mudah dilakukan bagi adidaya yang sebelumnya berhasil melengserkan Saddam Husein beserta orang-orang di sekitarnya di Irak dan Marcos tokoh Filipina yang setelah lengser maka ia mengembara di mancanegara hingga tutup usia. Padahalnya jarak lengsernya Suharto sebagai presiden dan terpilihnya Golkar sebagai pemenang pada pemilu Orba semasa itu tidaklah jauh, hal itu tidak mungkin melengserkan Suharto melalui jalan konstitusi. Untuk itu diperlukan adanya kerusuhan, kebetulan di Negara ini sudah tersedia rumput kering penyulut nyala kebakaran yang diperlukan yaitu Komunitas Tionghoa.AS alias adidaya, setelah lengsernya Suharto ditambah kebijakan rezim reformasi Presiden B.J Habibi , yang segera melepaskan cengkeraman yang mengungkung Timor Timur, inilah yang menjadi alasan mengapa AS ingin melengserkan Suharto. Yaitu ingin menguasai SDA Timor Timur.
Komunitas Tionghoa diperantauan tak ubahnya bagai bunyian yang dibunyikan penjual obat untuk mengumpulkan massa untuk membeli dagangannya. Jelas bahwa Komunitas Tionghoa dijadikan sebagai korban setiap kali terjadi kerusuhan. Bukan karena pemilik kepentingan memang pada sarnya anti Tionghoa. Hal tersebut terjadi karena Komunitas Tionghoa adalah komunitas yang posisi sosial politiknya seperti ditentukan dalam Pasal 6 UUD 1945 sebelum diamandemen , amat lemah. Mengapa Skenario pelengseran Suharto menggunakan peran mahasiswa dan korban jiwa yang banya adalah mahasiswa?karena, mahasiswa adalah calon penerus kepemimpinan bangsa. Karena itu, menewaskannya akan membuahkan daya panggil politik yang tinggi dari kemarahan masyarakat yang tidak merelakan mahasiswa calaon pemimpin bangsa kehilangan nyawa gara-gara pemimpin yang didemonya sebab itulah setiap demo pendongkelan kepemimpinan nasional dipandang perlu harus ada scenario mahasiswa yang menjadi korban mati. Disini, peran masyarakat Tionghoa dan mahasiswa dijadikan alat utama dalam segala kerusuhan yang terjadi.
Kesalahan mendasar PKI yang pertama adalah dari jajaran pimpinan PKI, kegagalan sebuah partai kelas buruh untuk mengerti dan memahami hakikat kelas dan perjuangan kelas. Gagalnya PKI memahami perubahan watak peran. Dalam perbandingan kekautan dan kemampuan yang begitu sangat tidak seimbang, menjadi mudah saja lewat CIA , AS, sang panglima komando Perang Dingin. Mengobok-obok kekuatan politik Indonesia sampai ke usus-ususnya, kondisi ini yang menyebabkan baik Sukarno maupun PKI tidak berdaya. Hal ini lah yang membuat G30S semakin berjalan mulus. Sang panglima Perang Dingin melalui kaki tangannya oleh kekuasaan kekuatan dan kemampuannya ternyata berhasil membuat penghancuran kekuatan politik yang tidak disukainya berjalan sesuai dengan cetak yang baru dibuatnya.CIA tahu, bahwa kebohongan kalau tidak jemu-jemu dan terus diulang-ulang. Sekalipun tidaka kan pernah berubah menjadi kebenaran. Apalgi kalau pengulangan-pengulangan memiliki kekuatan pembeayaan dan kekuatan bedil, alias dilakukan oleh sebuah kekuatan politik yang berkuasa.
Selama rentang waktu 65-66, di kalangan para tapol G30S timbul berkembang 3S atau Tiga Selamat, Selamatkan Paratai, Selamatkan Kawan, Selamatkan Diri sendiri. Sedangkan Sudisman mengoreksi 3S ini dengan semboyan 3T, Tinggi semangat membela partai, Tinggi semangat solidaritas pada sesama kawan, Tinggi semangat ikhlas berkkorban. Nasib tapol pun sangat memprihatinkan, bagaimana tidak untuk sekedar makan saja para tapol ini hanya diberikan 2x sehari itu pun dnegan kondisi gizi yang tidak layak, andai kata mereka mengonsumsi hal-hal ini terus menerus dan emndapatkan siksaan yang begitu jahat paling lama mereka akan bertahan selama 2-3 tahun. Namun solidaritas para tapol, bagi tapol yang mendapat jatah kiriman dari saudaranya maka akan berbagi dengan para tapol yang lain. Dan jika ada tapol yang sakit, mereka akan diletakan di Poliklinik, namun poliklinik disini sanagt minim fasilitas, obat bahkan tenaga medis. Hanya para tapol yang sehat yang akan merawat teman setapolnya sendiri. Rasa solidaritas inilah yang menyebabkan para tapol ini dapat bertahan hidup.
Pasal 6 UUD 1945 menyebabkan diskriminasi warga negaranya sendiri yang menyusul diberlakukannya kebijakan yang melarang orang Tionghoa “asing” melakuakn kegiatan dagang di kota-kota kecil, sebagaimana yang dikemas dalam PP No 10/1959. Sebuah kebijakan pemerintah yang telah mengakibatkan terusirnya secara semena-mena sejumlah besar komunitas Tionghoa yang secara turun menurun lahir dan besar di Indonesia dari tanah kelahiran yang dicintai, pindah menetap untuk menempuh hidup baru di Tiongkok. Beberapa orang Tionghoa mengakui kesulitan dalam mendapatkan KTP, selain itu bagi warga SKBRI (Surat Keterangan Berkewarganegaraan Republik Indonesia) juga merupakan setan. Sulitnya mendapat SKBRI juga dikarenakan bahwa beberapa warga mendapat 2 kewarganegaraan yaitu Ius Sanguinis yang dikarenakan Pemerintahan Cina menganggap bahwa yang sesame ras akan menjadi warga negaranya dan Ius Solinya adalah wagra Negara Indonesia. Jika tidak memiliki SKBRI maka tidak akan bisa mendapatkan KTP sehingga 2 insan yang ingin menikah pun tidak diizinkan mengurus sesuai Negara melainkan disarankan untuk “kumpul kebo” tetapi jangan sampai memiliki anak. Sungguh kesalahan yang fatal.
Nasionalisme orang-orang Tionghoa walaupun mereka seperti orang China atau Cino atau Cinten atau Cine mereka tetap warga Negara Indonesia yang hak-haknya terampas. Berbagai upaya juga pernah dilakukan pemerintah untuk mengusir keturunan Tionghoa dari Negara Indonesia.
Sumber;
Ling, Tan Swie Ling. 2010. G30S 1965, Perang Dingin & Kehancuran Nasionalisme : Pemikiran Cina :Jelata Korban Orba. Jakarta: Komunitas Bambu , LKSI
Tags:
Masa Kontemporer